Gardenia Familia

Elsinna
Chapter #7

Chapter tanpa judul #6

Pagi ini rumah Leo dipenuhi oleh para tamu yang menghadiri acara syukuran. Bukan hanya tetangga saja yang menghadiri acara, tetapi tamu-tamu besar rekan Om Mardi dari kepolisian juga datang untuk bersilaturahmi. Acara ini lebih didominasi oleh acara orang dewasa dibandingkan anak-anak yang hadir. Maka dari itu, misi akan dilakukan saat orang dewasa melakukan sesi pengajian. 

Rencananya kami akan mengunci para Sulungers Gardenia atau SuGar di kamar Bang Januar. Tujuannya untuk membuat mereka saling akrab satu sama lain. Setelah beranjak dewasa, SuGar tidak sama seperti Gapreters. Mereka lebih senang dengan dunia mereka sendiri, jarang berinteraksi, dan tidak saling peduli terhadap tetangga. Mereka seperti orang asing padahal dulunya adalah sahabat karib yang ke mana-mana selalu bersama. Oleh karena itu, dengan penguncian kamar dadakan ini, aku berharap mereka bisa mengembalikan persahabatan yang sudah lama mereka lupakan. Dan tentu saja, kuharap perjodohan di antara Bang Jan dan Mbak Kiara serta Mas Angkasa dan Kak Dana berjalan dengan tepat. 

Awalnya Bang Jan menolak ide kami, tapi setelah aku membujuknya akan membawa Mbak Kiara di perkumpulan ini, hatinya mendadak luluh menyetujui. Bang Jan dengan mulut lamisnya itu membujuk Mas Angkasa, Kak Dana, dan Mbak Kiara untuk main ke kamarnya. Bang Jan punya koleksi PS terbaru untuk dimainkan bersama Mas Angkasa. Dan ia juga punya banyak koleksi lagu terbaru di laptopnya untuk ditransfer ke BlackBerry Kak Dana dan Mbak Kiara. 

Di saat mereka asyik dengan hiburannya, aku dan Jansen mengunci pintu kamar Bang Jan pelan-pelan. Kemudian kami berlari ke rumah Leo untuk mengatakan bahwa misi kami berhasil. Semoga saja dalam waktu satu hingga dua jam ke depan, kedekatan mereka akan semakin terjalin dan akan ada cinta setelahnya. 

Sambil menunggu waktu berjalan, aku dan Sere menikmati es cendol yang disediakan di rumah Leo. Belum sampai pada tegukan pertama, tiba-tiba Sere menyenggol tanganku keras sekali hingga kuah cendol tumpah ke wajahku.

“Jun, lihat. Itu Mas Angkasa bukan, sih?” tanyanya seperti melihat hantu.

Aku terkesiap dan tersedak cendol yang baru saja kutelan. Bagaimana bisa dia keluar dari lantai dua? Mas Angkasa lari tergopoh-gopoh menuju teras rumahnya. Mendekatiku. Di saat itu pula ada Leo yang melangkah keluar.

“Leo, ambilkan kunci mobil di gantungan ya. Sekarang,” gestur badannya terburu-buru.

Aku bingung bukan kepalang. “Ada apa, Mas?” Sesaat setelah pertanyaanku terucap, Leo langsung memberikan kunci mobil dan Mas Angkasa cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan penuh tanpa menjawab pertanyaanku.

Dengan cepat aku langsung berlari pulang untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya. Aku membuka kunci pintu kamar Bang Januar. Terlihat hanya tersisa Mbak Kiara dan Bang Jan yang masih utuh berada di kamar. Entahlah ke mana Kak Dana berada. Bagaimana pula ia bisa kabur tanpa sepengetahuan kami? Mbak Kiara terlihat muram dan mengabaikan keberadaanku. Ia bangkit dari duduk bersilanya dan pulang ke rumah. Cepat-cepat aku mendekati Bang Jan untuk meminta penjelasannya.

“Bang, kok bisa kabur sih?” Tanyaku penasaran. “Kak Dana kabur lewat mana?” Aku celingak-celinguk sekitar.

Bang Jan menarik napas kesal. “Ya, lo lihat sendiri aja itu orang lompat dari mana,” ucap Bang Jan menggerakkan kepalanya menuju jendela yang terbuka lebar.

Tidak mungkin, batinku. Mana mungkin Kak Dana lompat dari jendela kamar lantai dua? Jansen langsung berlari mendekati jendela yang terbuka. Melihat dasar lantai yang hanya berupa rumput kosong yang dijadikan sebagai taman kecil untuk penghijauan rumah. Jansen menggaruk kepalanya gelisah. 

Lihat selengkapnya