Di setiap pergantian tahun baru, warga Cluster Gardenia selalu mengadakan acara perkumpulan warga di depan halaman salah satu rumah penghuninya. Dan tahun ini, giliran rumahku yang menjadi tuan rumah acara tersebut. Para orangtua merayakan tahun baruan di carport rumah, sementara para muda-mudi seperti Gapreters dan SuGar mengadakan acara bakar-bakar di rooftop terbuka.
Para SuGar sibuk bakar-bakar jagung, sosis, dan ayam. Sementara Gapreters sibuk menghabiskan semua makanan yang dihidangkan. Ketika yang membakar jagung adalah Bang Jan dan yang menyiapkan minuman soda adalah Kak Dana, seketika itulah kami tidak berani memiliki sifat rakus, sebab sudah pasti mereka akan menghantam kami habis-habisan. Aku dan Jansen yang makannya paling banyak, terpaksa harus menyuruh Leo untuk mengambilkan makanan untuk kami agar kami tidak kena omelan mereka.
Di saat Leo berjalan mendekati area pemanggang, terlihat Mbak Kiara berjalan mendekati arah Bang Jan. Cepat-cepat aku berlari menyeret Leo untuk menjauhi dua sejoli itu. Aku dan Leo bersembunyi di balik tanaman hias milik Ibu. Mbak Kiara memberikan kotak biru berlapis pita putih kepada Bang Jan.
“Loh, ini tiket konser Ne-Yo VIP-A, kenapa lo kasih ke gue, Ki?” tanya Bang Jan bingung.
“Gue dengar dari Juni, lo suka sama lagu-lagu Ne-Yo,” sahutnya tersenyum.
Bang Jan menaikkan kedua alisnya. “I-iya, tapi bukannya lo yang mau nonton konsernya? Bukannya lo mau ajak Mas Angkasa?” tanya Bang Jan lagi.
“Nggak jadi, Jan. Gue nggak mau berharap lebih dari dia. Setelah kejadian di rumah lo, gue jadi ragu untuk mendekati Mas Angkasa. Kayaknya dia cuma menganggap gue sebagai adik perempuannya aja—sama seperti dia memperlakukan Juni. Hubungan seperti itu hanya terlihat semu.” Mbak Kiara mengambil jagung bakar pemberian Bang Jan. “Lagian belum tentu juga Ayah sama Bunda ngizinin nonton.”
“Kalau gitu, kita nonton berdua aja. Dan soal orangtua lo, biar gue nanti yang izin. Gimana?” Kali ini Bang Jan terlihat gentleman di depan perempuan.
Mbak Kiara terlihat ragu. “Lo nggak mau ajak cewek lo aja, Jan?”
“Gue nggak punya cewek, Ki. Tapi kalau lo mau jadi cewek gue, gue pasti bakalan senang banget.” Sang Buaya Gardenia mulai beraksi.
Aku tersenyum bahagia melihat kedekatan mereka yang murni berjalan mulus tanpa bantuanku dan Gapreters. Semoga saja tanpa sebuah perjodohan mereka bisa bersatu menjadi sepasang kekasih. Aku terpejam sejenak. Melihat petasan indah yang ada di atas langit—ditemani Leo yang berdiri di belakangku seraya memegang bahuku erat. Tiba-tiba saja Leo membuyarkan lamunanku dengan senggolannya.
“Hei, ngantuk ya?” tanya Leo.
“Nggak. Cuma senang aja lihat petasan sambil ditemani bintang.”
Leo mengangguk setuju. Ia memutar badanku ke arahnya dan menatapku dalam. Jarak berdiri kami sangat dekat. “Jun, minggu depan mau nonton film nggak?”
Bola mataku berbinar antusias. “Ada film bagus ya? Anak-anak bisa?”
Suara Leo mendadak terbata. “Hm, kalau kita berdua aja gimana?”
Saking terkejutnya bola mataku tak berkedip. “Serius?”
Leo menganggukkan kepalanya yakin.
Tak butuh waktu lama aku pun mengiyakan permintaannya. Saking bahagianya aku sulit menyembunyikan cengiran yang ada di bibirku. Leo mengusap kepalaku sebelum dirinya pulang bersama Mas Angkasa. “Jun, Kamis depan ya.”
***