Aku menonton pertandingan basket antar Gapreters di taman cluster. Sebetulnya mereka mengajakku bermain, tapi aku menolaknya karena aku sudah mandi dan tak mau berkeringat. Secara bersamaan datanglah tukang es keliling lewat.
Di saat aku memilih es krim mana yang sesuai dengan keuanganku, tiba-tiba saja badanku terdorong-dorong oleh manusia berkeringat yang berebut membeli es krim. Gapreters datang menyerobot tempatku. Dan sebalnya, bajuku terpeper oleh keringat Jansen.
Aku langsung duduk di kursi beton taman sambil memakan es krim pelangi. Gapreters ikutan duduk di sebelahku. Aku mengamati es krim yang beli. Indra membeli es krim Cornetto, Leo membeli es krim sandwich, Andra membeli es krim Magnum, dan Jansen membeli es krim Feast. Aku menenggak ludah, bisa-bisanya es krimku paling murah di antara mereka, dan es krim ini cepat sekali habisnya. Lantas aku melirik Jansen yang ada di sebelahku, menggoyang-goyangkan sudut bajunya. “Sen, beliin es krim cup stroberi, dong,” ucapku memelas. “Lo kan, punya hutang siomay sama gue.”
Kepalaku langsung dipukul dengan bekas stik es krim miliknya. “Hutang yang mana lagi? Ngibul mulu lo. Duit lo udah gue balikin kemarin.”
Aku mendadak ingat. “Oh iya, lupa gue.” Masih dengan wajah memelas. “Habisnya es krim gue paling murah di antara kalian.”
“Salah sendiri belinya yang murah.” Dasar Jansen tidak peka!
Tidak mempan merayu Jansen. Kini aku melirik Indra yang dari tadi terlihat anteng. “In, es krim lo enak, tuh. Icip dong,” kataku menggoda.
Indra semakin pamer. Menjilat es krim dengan penuh penghayatan. “Enak lah.”
Percuma saja memasang wajah iba kepada dua manusia menyebalkan ini. Aku mencari Leo yang rupanya masih memilih es krim. Sebelum mulut ini bersuara untuk meminta dibelikan, tiba-tiba Andra menyodorkan es krim Magnum di hadapanku.
Aku berkedip cepat. “Buat gue, An?”
“Iya, mau nggak?” ucap Andra dengan wajah datar.