Gardenia Familia

Elsinna
Chapter #25

Chapter tanpa judul #24

Indra

Malam ini kami mengadakan acara ‘The Boyz’ di kamar gue. Sudah lama kami tidak merasakan momen menginap bersama sejak terakhir kali kepindahan Leo ke Semarang. Di sini kami bersenang-senang dengan menghabiskan waktu malam dengan memainkan PS, menyeduh kopi, hingga memainkan gitar bersama. Kami semua tidak merokok atau pun mencoba minuman keras seperti yang seusia kami lakukan. We enjoyed it without any hesitation.

Karena ini malamnya The Boyz, tentu saja tidak ada Juni di antara kami. Dan kami bisa mengobrol sepuasnya. Ya, biasalah apa yang cowok suka bicarakan, seperti bokep, cewek bohay, pemain bola, cerita kehidupan, hingga kisah para nabi. Kami bisa semalam penuh membahas semua argumen, cerita, tanpa ada batasnya. Namun, pada jam dua dini hari, Jansen menopangkan dagunya dengan badan tengkurap. Pandangannya menatap ke arah kami. Wajahnya setengah loyo.

“Kalian pernah nggak sih sedetik aja suka sama Juni sebagai cewek? Bukan sebagai sahabat masa kecil kita?” Ia tergelak geli dengan mata yang berair. “Kalau boleh gue jujur, waktu SD gue pernah suka sama Juni. Ya, bisa dibilang dia cinta monyet gue. Kocak sih, cuma perkara Tupperware, gue bisa sesuka itu sama dia.” Kali ini Jansen menyenggol siku tangan gue. “Lo pasti pernah punya rasa kan sama Ijun?” ungkapnya dengan menaikkan kedua alisnya.

Gue tersedak ludah sendiri. Refleks menatap Andra dan Leo yang sama-sama menanti jawaban gue. Gue tidak mungkin bisa jujur karena hal itu pasti akan melukai perasaan Abang gue. Gue sangat menyayangi dia lebih dari apa pun di dunia ini. Kami memang kembar, identik punya barang yang serupa. Dan begitu juga dengan selera cewek; kami pernah menyukai orang yang sama. Gue berusaha menutupi rasa suka itu demi membiarkan Abang gue mendapatkan cintanya. Dari binar matanya, gue bisa melihat dia sangat menyayangi sosok Juni. Dan apa yang telah Andra lakukan kepada Juni, jauh lebih banyak dan berharga dari apa yang pernah gue lakukan kepadanya. Tapi tak mengapa, setelah gue merelakan cinta pertama gue, akhirnya gue menemukan tambatan hati yang sesungguhnya. Dia adalah Serena Aileen Mikhaila. 

“Kagak. Gue udah anggap Juni kayak adik gue sendiri. Lo kan pada tahu kalau gue sukanya sama Serena,” jawab gue dengan lantang.

Mereka semua mengangguk. Namun, pertanyaan itu terus bergulir ke Leo dan juga Andra. “Kalian gimana?” Sorot mata Jansen tajam menatap Leo. “Kayaknya lo nggak mungkin suka Ijun, deh. Cewek di sekeliling lo kan banyak yang cakep-cakep. Tapi, kenapa lo nggak pernah nerima salah satu cewek yang pernah nembak lo?”

Andra memiringkan kepalanya mengarah pada Leo. Sementara Leo hanya menatap plafon kamar gue. “Gue nggak tertarik sama mereka. Gue hanya tertarik sama satu cewek. Dan itu sudah lama sekali terbenam di hati gue. No one can replace it.”

Lihat selengkapnya