Gardenia Familia

Elsinna
Chapter #33

Chapter tanpa judul #32

Nusantara Indah Sports Day adalah event sekolah yang selalu diadakan setiap tahunnya untuk mencari bibit unggul atlet bertalenta. Salah satunya Kevin berhasil mewakili kelasnya dalam kejuaraan renang. Acara ini terbuka untuk umum. Dan sudah pasti seluruh keluarga Gardenia datang serempak untuk mendukung bungsu kesayangan kami semua, Kevin. Para PaGar (Bapak-bapak Gardenia) telah menyiapkan spanduk berukuran besar bertuliskan ‘Dukung Kevin Yudhistira Sebagai Juara. Salam dari Keluarga Gardenia’. Setiba di stadion renang, kami semua mencari keberadaan Kevin yang kebetulan sedang persiapan. Betapa senangnya ia melihat kami membawa segala macam atribut untuk mendukungnya.

“Kevin, anak Om Agus, semangat ya. Mau juara berapa pun kita semua akan terus dukung Kevin,” ucap Bapak memeluk Kevin.

“Kalau Kevin juara 3 besar, nanti Om Sulaiman akan kasih hadiah buat Kevin.”

Kevin berantusias senang telah mendapat semua dukungan dan pelukan hangat kami semua. Bu Vina dan Tisha yang terus mendampingi Kevin ikut berterima kasih kepada kami semua yang sudah bersedia datang.

Kami duduk di kursi tribune. Memberikan yel-yel semangat, “Kevin juara. Kevin juara.” Bapak membentangkan spanduk. Suara lantangnya terdengar keras sampai lantai dasar kolam. Kevin tersadar dan melambaikan tangannya ke arah kami.

Kevin bertanding melawan 8 peserta lainnya melalui 50 meter gaya bebas. Ia terus menggerakkan dua belah tangannya secara bergantian dan terus mengayuh kakinya ke atas bawah, dan terus mendorong ke depan untuk mencapai dinding kolam. Gerakannya mengingatkanku pada ambisi Galileo saat aku pertama kali melihatnya.

Peluit berbunyi. Kevin meraih posisi kedua. Kami langsung menuruni anak tangga dan berlari memeluk Kevin bangga. Ia berhasil mendapatkan medali perak. Bisa kulihat jelas Bu Vina dan Tisha sangat bangga terhadap Kevin.


***


Kami semua merayakan kemenangan Kevin dengan menginap di vila milik Om Sulaiman. Vila yang dikelilingi dengan hamparan kebun teh. Suasananya masih sama seperti dulu: adem, tenang, dan asri. Spot terbaik di vila ini ada pada halaman belakang. Di sana ada sebuah gazebo kayu yang menghadap matahari terbit dari dataran tinggi kebun teh. Sewaktu kecil, aku dan Gapreters suka bermain petak umpet di sekitaran kebun teh. Dulunya vila ini memiliki rumah pohon yang sengaja dibuat oleh tukang kebun penjaga vila agar kami bisa bermain sepuasnya sambil menikmati hijaunya alam puncak. Namun, ketika si kembar menginjak remaja—dan mereka sudah jarang pergi ke tempat ini—rumah pohon langsung ditebang habis.

Aku menarik napas panjang, mengembuskan napas, dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam tubuh hingga mampu membentuk huruf O melalui mulutku. Leo tertawa dan ikut melakukan cara yang sama denganku. Tiba-tiba Jansen mengambil topi rajutku dan berlari ke arah kebun teh. Aku mengejarnya berlari mengelilingi hamparan luas kebun teh. Jansen melemparkan topi rajutku ke tangan Indra. Aku berputar arah dan langsung mengejar Indra sambil menggoyang-goyangkan dedaunan agar ia tidak bisa lewat dari tempatnya. Kini topi itu dilemparkan lagi. Andra yang menangkapnya. Pandangannya yang tidak fokus justru memudahkanku untuk segera mengambil topiku. Lagi-lagi ia tersentak melihatku ada di depannya—di tengah hamparan kebun teh. Andra tersadar dan langsung menaikkan tangannya ke atas agar aku tidak bisa mengambil topiku. Aku memegang bahunya sebagai pijakan melompat. Tapi siapa sangka, Leo langsung mengambil topiku dari genggaman Andra. Tatapan mereka menegang, seperti sedang berkomunikasi lewat mata.

“Hei, kalian. Ayo, masuk. Makanan udah siap.” Indra membuyarkan ketegangan ini.

Lihat selengkapnya