Disclaimer: Bagian ini akan memuat konten yang berisi kekerasan, mohon kebijaksanaan masing-masing aja.
Sebelumnya:
"aaaaAAARRRRRGHHHHHHHHHHH" Teriak Sena sejadi-jadinya, matanya merah dan berair. Tatapanya sudah seperti orang kesetanan, nafasnya memburu.
Akhirnya mata Adel dan Sena bertemu, mata penuh kebencian.
----
September, 2022
Pukul 02.00 Pagi, di Daerah Pinggiran Jakarta
Sena memacu mobilnya ke arah rumahnya setelah beberapa menit lalu menerima telpon dengan isakan tangis sang Ibu. Suara panik sang Ibu yang lemah karena kondisi tubuhnya yang tidak sehat itu menyayat hati Sena melebihi kabar yang ia bawa.
Ibu Sena mengabarkan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang datang ke rumah mereka dan mengobrak-abrik rumah mereka mencari bukti. Penyesalan Sena cuma satu, jika saja pagi itu ia tidak memaksakan diri untuk meeting kerja dan lebih memilih menemani ibunya ke rumah sakit. Jika saja hari itu ia ada di rumah, sang ibu tidak akan sendirian menghadapi kekacauan itu.
Sena mengitari jalanan yang setiap hari ia lalui dengan cekatan, skilnya sudah melebihi pembalap F1. Namun tiba-tiba di sebuah terowongan yang sepi, sebuah lampu mobil dari arah berlawanan menyilaukan matanya.
Chittttttttttt
Sena menginjak rem kaki dan menarik rem tangan secara bersamaan, ban mobilnya sampai berasap karena harus tiba-tiba berhenti di kecepatan tinggi. Mobil Sena berhenti dengan posisi melintang di jalan. Beruntung, Ia bisa berhenti sebelum mengenai apapun.
Sena menarik nafasnya dalam-dalam, dan bersiap untuk jalan lagi. Seketika gerombolan orang sudah mengepung mobilnya, mereka membawa senjata tumpul dan mengisyaratkan Sena untuk keluar dari mobilnya. Sena buru-buru meraba dan memencet tombol kuncil mobilnya sebelum gerombolan orang itu nekat.
Tapi malam itu memang bukan milik Sena, salah seorang anggota gerombolan itu memecahkan kaca pintu mobil supir, tepat disamping Sena. Pintu mobil Sena dibuka secara Paksa.
Sena ditarik keluar mobil dengan keadaan pelipis yang sudah berdarah terkena pecahan kaca. Tanpa aba-aba seseorang memukul kakinya dengan besi panjang yang mereka bawa. Sena mengerang keras, ia bertekuk lutut menahan sakitnya.
Tapi di pikirannya masih tentang ibunya.
"Kalo kalian mau uang....silahkan ambil....ambil semuanya, mobil jam saya, ada uang cash juga di kap mobil belakang" ucap Sena Getir.
Sena mencoba menatap mata gerombolan itu, satu-satunya bagian yang tidak mereka tutupi. Tapi, mereka sama sekali tidak bergeming bahkan beberapa orang yang lain memukul Sena lagi dengan besi kali ini punggungnya. Sena terbatuk-batuk menahan sumber sakit barunya. Di menit selanjutnya, pukulan demi pukulan terus menghujam badan Sena hingga ia kehilangan kesadarannya.
Beberapa waktu kemudian.....
Saat Sena dapat membuka matanya, ia masih di tempat yang sama dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Mobilnya masih disitu, dengan keadaan yang sama juga. Sena merangkak dan berusaha berdiri mendekati mobilnya. Perlahan tapi akhirnya ia bisa duduk di kursi supir lagi, ia bersandar sebentar mengumpulkan kekuatan sebelum menginjak pedal gas lagi. Ia harus sampai rumah tidak peduli apapun.
Sesampainya di rumah, Sena berjalan tertatih-tatih memegangi tulang rusuknya. Dari halaman rumahnya, ia bisa melihat barang-barangnya yang berserakan dan tulisan "Properti ini disita KPK".
"BU !!!!!!" Ketakutan menyambar dada Sena.
"IBUUUUUU!!!!!!!" Teriak Sena lagi karena tidak ada juga jawaban dari dalam.
Saat Sena sudah di dalam rumah, matanya terus sibuk mencari sosok ibunya. Tapi perasaan tidak enak Sena memang pertanda buruk, Ibunya terduduk lemas tak berdaya di sudut ruangan. Wajahnya pucat dan ia tidak sadarkan diri.
"Bu....." Suara Sena kali ini bergetar.
Sena tidak langsung mendekati tubuh ibunya, ia menelpon ambulance dengan telepon rumah. Setelah mendapat konfirmasi positif dari rumah sakit tentang ambulance yang akan menjemput ibunya, Sena mendekati ibunya. Ia meletakkan kepala ibunya di pangkuannya sambil menggoyang-goyangkan ibunya pelan.
"Bu....maaf ya Sena telat...Bu...ya tuhan...bangun bu...." Akhirnya air mata sena mengalir juga, ia menjambak rambutnya tanda frustasi.
Sayangnya malam itu menjadi malam terakhir bagi ibu Sena, sayangnya pembicaraan mereka di telpon itu menjadi akhir bagi Sena dan Ibunya. Anggota KPK menangkap Sena di rumah sakit saat ibunya masih dalam keadaan tidak sadar. Beberapa hari setelah itu, Ibunya menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit bawaannya sementara Sena masih jadi tahanan KPK. Ibu Sena juga dimakamkan tanpa kehadiran Sena.
Flashback End
----
Ada garis tipis yang memisahkan benci dan cinta, keduanya sama-sama menyesakkan, sama-sama memenjarakan pikiran. Sedikit saja tergelincir, keduanya bisa membuat manusia terobsesi.
Di Halaman Belakang Gedung Kantor Sena
"aaaaAAARRRRRGHHHHHHHHHHH" Teriak Sena sejadi-jadinya, matanya merah dan berair. Tatapanya sudah seperti orang kesetanan, nafasnya memburu.
Akhirnya mata Adel dan Sena bertemu, mata penuh kebencian.
Untuk beberapa waktu, Adel terpaku dan membeku. Ia bisa melihat dan merasakan kebencian yang begitu hebat dari Sena, tapi setelah mendengar suara anak buahnya yang keluar mobil ia sadar kembali. Adel menarik tangan sena dan menguncinya, sedangkan kakinya menyeka kaki Sena. Sena jatuh terjerembab ke tanah. Sena tambah teriak-teriak stress mengumpat sambil memberontak dari bawah.
"Mba Adel, kenapa Mba kok ada yang teriak ?" tanya salah satu anak buahnya Adel.
"Kalian berdiri sini, tutupin, CEPETAN!" perintah Adel pada Anak buahnya.
Adel menahan tubuh Sena dengan dengkulnya, sementara tangannya sibuk memborgol Sena. Di saat yang tidak tepat ini, wartawan-wartawan tadi sudah di halaman belakang dengan satpam seorang diri mencoba menghalau mereka dan menghentikkan mereka mengambil gambar.
Wartawan terus menyalakan flash dan mencoba mengambil foto momen penangkapan Sena. Walaupun sudah ditutupi dua anak buah Adel, disela-sela kaki mereka, masih terlihat Sena yang dibekuk oleh Adel. Setelah Sena berhasil diborgol, Adel bangkit dan menarik Sena masuk ke mobil mereka. Ia digiring ke Mabes Polri.
Sesampainya di Mabes Polri, Adel diserang beberapa pertanyaan dari wartawan didampingi bosnya, Kompol Purwanto. Awalnya Adel nampak tenang, tapi lama-kelaman jawabannya membuat Purwanto tidak nyaman dan akhirnya mengambil alih di pertanyaan akhir.
---
20 Jam kemudian...
Di Ruang Interogasi,
Sena duduk dengan tatapan kosong, dagunya lecet bekas konfrontasinya dengan Adel. Dihadapannya, seorang petugas membolak-balik dokumen berusaha mencari informasi dari Sena tentang kasusnya. Sena juga didampingi seorang pengacara yang beberapa kali memotong pertanyaan petugas yang terlalu menyerang. Jawaban Sena amat sangat tidak niat. "Gatau" dan "No komen" menjadi kata andalannya. Sementara itu, waktu batas 24 jam penangkapan sudah mendekati akhirnya.
Di balik kaca besar, ada Adel dan Purwanto yang mengawasi jalan interogasi.
"Kamu....ada sesuatu sama dia ?"
"Duh Dan jangan mulai deh"
"Saya denger kamu yang mulai konfrontasi Adel....ga kayak kamu biasanya....sampe kamu juga yang turun tangan nangkep dia itu ada dendam pribadi apa?"
"Ga ada Dan, gasuka aja saya sama dia...lagian saya ga mulai konfrontasi kalo dia kooperatif"
"Oh iya....ngapain kamu tanggepin pertanyaan usil wartawan tadi...bahaya banget Del kalo saya ga stop"
"Untuk yang wawancara tadi saya minta maaf"
"Tetep aja Adel, kamu sendiri kan yang bilang kamu ga mau cari perhatian... saya pensiun masih lama ya del, kamu ga boleh kena masalah dulu, nanti yang gantiin saya siapa"
"iya Dan, ga akan saya ulangi lagi"
"Ya harus, ga perlu janji....kamu yang tau konsekuensinya apa...sekarang cuci muka, lari keliling lapangan atau kalo ga beli matcha latte kesukaan kamu itu...abis itu masuk, lakuin apa yang biasa kamu lakuin...saya liat si Jono ga ada harapan"
Alhasil, Adel lari keliling lapangan Mabes Polri selama 10 menit lalu pergi ke cafe seberang Mabes untuk beli Matcha Latte kesukaannya. Di otaknya terus berputar strategi apa yang harus ia pakai dengan Sena. Yang ia butuhkan adalah informasi keterlibatan Lentera Bangsa, Sena sebagai Direktur Utama dan keberadaan Supriadi.
----
2 Jam Sebelum masa 1x24 jam Penangkapan Berakhir.
Ruang Interogasi