GARIS PEREMPUAN

Maysanie
Chapter #19

GENDHING 5 : Hening Gerimis

Malam itu langit menaburkan gerimis. Gumpalan awan yang sehitam jelaga tanpa pantulan cahaya bulan, menjatuhkan ribuan tetes air, serupa ribuan bening kristal membasahi malam.

Gendhing menatap malam dari balik jendela kaca, merasakan gerimis membasahi malam tanpa suara. Benarkah gerimis tanpa suara? Barangkali terlalu lembut suara percik air ketika memantul pada tanah, daun, air sungai atau genting di atap rumah sehingga tak mampu menyentuh indra pendengaran. Hanya sebuah suara yang samar, yang akan segera menghilang ditelan suara malam lainnya.

“Belum tidur, Nduk?” tanya Bapak yang muncul dari balik korden kamar.

“Belum pak, sebentar lagi,” Gendhing merapatkan daun jendela yang sempat nyaris terbuka menahan hembus angin.

“Bapak ingin menanyakan sesuatu, Nduk,” Bapak menatapnya lurus.

“Tanya apa?”

“Kau sering pulang larut akhir-akhir ini. Apa salon lembur terus?”

Gendhing tercekat. Melintas sekilas bayang Indragiri yang menunggunya di tanggul. Memang tidak setiap hari, tapi sering. Berulangkali mereka menonton bioskop, makan di restoran. Pijat refleksi atau sekedar berbagi keping senja pada suatu tempat.

“Kadang-kadang ada tamu yang harus didandani sampai malam,” jawab Gendhing. “Atau aku dolan dengan Tawangsri. Bosen kalau di rumah terus.”

“Benar dengan Tawangsri?”

Gendhing mengangguk, lalu berpaling, menyembunyikan sebagian dustanya

“Kenapa pak?”

Bapak berhenti sesaat “Ada yang melihatmu pergi dengan laki-laki.”

“Kadang-kadang bareng dengan teman-teman Tawangsri. Teman kuliahnya banyak.”

Oh ngono yo (begitukah)?”

“Aku wis gede pak. Harus mulai bergaul dengan teman laki-laki, kalau aku kuper dan jadi perawan tua, nanti Bapak dan Ibu bingung, pasti mendesakku supaya segera menikah. Nah, bagaimana akan menikah kalau tidak kupunya teman laki-laki?”

Lihat selengkapnya