Zhang Mey berdiri di sudut ruang. Rona wajahnya yang putih nampak lebih pias dari biasanya. Terjejak jelas pada rona itu, kegamangan yang muram.
“Berilah aku keberanian seperti yang kalian punya, sehingga bisa kupertahankan dan kuperjuangkan seseorang yang kuinginkan.“
Ranting bergerak menghampiri, lalu perlahan mendudukkannya pada sebuah kursi.
“Tak bisa,“ katanya lembut serupa gerakannya. “Jauh di dalam hatimu kau adalah seorang yang patuh, apalagi pada ayahmu. Kalau kadang kau membantah, itu hanya di permukaan. Di balik itu semua, ayahmu serupa pandu bagimu.“
“Kau dan ayahmu memiliki cara tersendiri untuk saling mematuhi tanpa saling melarang,“ sambung Gendhing menatapnya lamat. “Penyimpangan dari kepatuhan itu akan menghadapkanmu pada penyesalan di kemudian hari yang akan menyiksa dan menggerusmu sedemikian rupa. Jangan lakukan, karena itu akan membuatmu kehilangan dirimu sendiri dan tak ada seorang pun yang sanggup membantu menemukan kehilanganmu.“
“Sekali ini Papa sungguh berbeda. Sama sekali tak hendak mempertimbangkannya,“ seru Zhang Mey gusar. Ada nada geram pada suara itu. Menampakkan semacam harapan yang terampas dan kemerdekaan untuk berjuang yang tertawan. Lalu disadarinya betapa mencengkeram atau keji, penindasan-penindasan semacam itu.
Terdengar hela napas panjang. Kini Tawangsri menatapnya lurus-lurus.
“Apa yang dilakukan terhadapmu adalah suatu upaya lindung nilai. Transaksi derivatif hedging atau swap dan yang sejenis itu, yang biasa dilakukan dalam transaksi bisnis yang melibatkan mata uang asing. Seperti asuransi, sebuah upaya yang menghindarkanmu dari gerak liar sebuah resiko,“ katanya pelan dan tegas.
“Tapi aku bukan investasi yang tak berperasaan.“
“Kau lebih dari sekedar investasi. Bagi ayahmu kau terlalu berharga sehingga tak diinginkannya spekulasi apa pun untuk mempertaruhkanmu. Memilih jodoh dengan membatasi perbedaan etnis atau iman adalah salah satu jenis instrumen dalam manajemen resiko untuk meminimalkan potensi konflik.“
“Padahal jodoh itu absurd. Tak ada asuransi setepat apa pun yang mampu mengeliminir resiko perkawinan.“