GARIS TAKDIR

anis mahdzuroh
Chapter #8

Menyalahkan Diri.

Bab Tiga, Bagian Tiga.


Setelah makan siang, kami bertiga berkumpul di ruang keluarga untuk sekedar berbagi kisah selama beberapa hari terakhir. Terkadang jikalau aku dan Rayhan tidak bercerita Ibu pasti akan menggantinya dengan kisah masa lalu kami saat masih kecil, dan kami akan selalu menjadi pendengar terbaiknya.

Lain hal dengan hari ini, Rayhan ingat aku belum bercerita mengenai Herlam. Sebenarnya, aku mau-mau saja menyeritakannya. Tapi entah mengapa kali ini aku sedang tidak mau. Rayhan memaksa ku untuk bercerita. Dan akhirnya mengalirlah kisah awal pertemuan ku dengan Herlam di kampus dan di lanjut di toko buku kemarin.

"Tapi, pas aku tanya dia sudah sholat maghrib atau belum dia nggak jawab. Aku tanya dia non-muslim pun tidak menjawab. Bikin heran sekaligus penasaran, kok ada orang yang nggak mau mengenalkan agamanya sendiri. Kalau pun dia non-muslim juga aku akan mentoleransikan, tidak akan menghakimi." Ibu dan Rayhan hanya manggut-manggut tanda mengerti.

"Mungkin dia rasa kamu orang asing yang baru bertemu, masa sih sudah bercerita ini itu. Kalau kamu mau tahu semuanya, berarti kamu harus kenal dia dulu. Tapi satu pesan dari Ibu, jaga diri baik-baik. Karena kita nggak tahu bagaimana kita ke depannya, dan kita sudah menyiapkannya semaksimal mungkin."

"Kalau menurut Ray, lebih baik kakak jangan dekati dia lagi. Ray nggak mau ambil resiko kalau ini tentang kakak, begitupun Ibu. Kalian itu paling berharga dari semua yang Ray punya." Kalimat Rayhan menyentil lubuk hati ku. Menganggap ku paling berharga dalam hidupnya.

"Nggak boleh begitu, Ray. Kakak kamu juga harus bisa berinteraksi dengan lawan jenis, ambil pelajarannya dari interaksi itu. Satu kuncinya, kita tahu batasan yang sudah di tetapkan oleh Allah." Ibu kurang suka melihat Rayhan mengekang ku seperti anak kecil. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Walau itu demi kebaikan ku. Terkadang akupun merasa demikian, selalu di kekang dengan banyak peraturan tersirat. Rayhan harus tahu semua yang berhubungan dengan ku, kalau tidak ia sudah seperti orang kerasukan. Seperti hari kemarin. Tapi, tak apa. Aku selalu menghargai apa yang Rayhan putuskan. Dan berpikir bagaimana rasanya saat berada di posisi Rayhan saat itu.

"Tapi kan bu,,,,,," Kalimat Rayhan terpotong oleh perkataan Ibu yang sangat menyayat, menurut ku. Bahkan kalimat ku mewakili apa yang akhir-akhir ini aku geluti dengan pikiran ku.

"Sudah. Ibu tahu kekhawatiran kamu melebihi khawatirnya Ayah dan Ibu. Tapi kamu juga harus faham kakak mu itu sudah dewasa, bahkan lebih dari kamu." Intonasi Ibu tidak berubah sedikit pun, masih dengan kelembutannya. Tapi, itulah yang membuat Rayhan diam membisu tidak bisa menjawab lagi. Sedikit lega Ibu mengutarakan apa yang aku rasakan pada Rayhan, tapi tidak dengan seperti itu. Menciptakan suasana yang kurang enak hanya karena merebutkan bagaimana sikap ku, aku tidak suka. Bahkan aku benci jikalau orang-orang yang aku sayang berdebat karena ku.

Ku lirik Rayhan yang sedang mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak mau melihat ke arah ku. Aku merasa tidak enak. Bagaimanapun juga, sikap Rayhan seperti ini demi melindungi ku.

"Okey, aku terima saran dari Ibu dan Ray. Kita lihat saja bagaimana takdir Allah berkehendak. Jikalau suatu saat nanti aku di takdirkan buat ketemu lagi sama Lam, aku pasti nggak akan bisa menghindar. Begitupun sebaliknya." Akhirnya, hanya kalimat itulah yang keluar dari mulut ku. Tidak mau berpihak pada salah satu di antara Ibu ataupun Rayhan. Mereka sama-sama menempati tempat tertinggi dalam hati.

Ibu mengangguk, berdiri menghampiri Rayhan yang masih di posisinya. Mengelus puncak kepalanya sebentar lalu mendekapnya erat, membisikkan sesuatu yang tidak terdengar oleh ku. Rayhan hanya mengangguk setelah Ibu melepaskan dekapannya. Melirik ke arah ku yang sedari tadi mengamati mereka tanpa celah sedikitpun.

Lihat selengkapnya