Bab Tiga, Bagian Empat.
Tiba di malam perayaan ulang tahun Vina adik sepupu Herlam. Acaranya tidak di gelar di gedung ataupun hotel bintang lima, melainkan hanya di rumah keluarga besar Albatross yang sudah di hias bak istana kerajaan. Harus di garis bahawi, hanya.
Para tamu yang di undangpun tidak muluk-muluk. Dari mulai anak remaja seumuran Rayhan hingga tua renta yang di tebak sebagai relasi bisnis keluarga Albatross.
Kini, aku dan Rayhan baru sampai di parkiran yang berada kurang lebih seratus meter dari halaman rumah Albatross yang sangat luas. Beberapa menit yang lalu aku menghubungi Herlam bahwa aku sudah sampai. Ia menjawab tunggu sebentar, akan ia jemput aku di parkiran. Aku menolak, lebih baik aku masuk sendiri saja. Lagi pula aku datang bersama Rayhan, dan itu tidak akan aman.
Banyak orang yang memperhatikan kami berdua saat berjalan masuk. Mereka berpikir mungkin aku salah kostum atau bahkan salah alamat. Karena secara, keluarga Albatross hampir semua Nasrani. Aku kaget bukan kepalang, bagaimana bisa aku dengan enaknya kemari dengan busana muslimah. Baju gamis yang hampir menjuntai ke lantai, serta kerudung panjang yang menutup pantat. Awalnya malu, aku sendiri yang berbeda dari yang lain. Tapi dengan cekatan Rayhan menenangkan agar aku harus percaya diri saja, toh inilah yang Tuhan kami perintahkan. Ia tidak melepaskan genggaman eratnya yang memegang lengan kanan ku.
Berbeda dengan Rayhan yang mungkin hampir semua siswa-siswi di sekolah mengenal dirinya. Banyak yang kaget akan ke hadiran Rayhan ke pesta ini, menggandeng lengan perempuan pula. Pasti teman-temannya menganggap ku sebagai pacarnya.
Beberapa saat aku melihat seluit Herlam mengahampiri kami. Seperti sudah akrab sejak dulu, Herlam langsung menyambut kami dengan suka cita. Menepuk pundak Rayhan sambil membisikkan sesuatu ke telinganya, lalu beralih ke arah ku yang hanya ku jawab dengan senyum canggung.
Beberapa pasang mata menyelidik ke arah kami bertiga, atau mungkin pada Herlam yang dengan entengnya mengundang tamu yang berpenampilan seperti ku. Entahlah, aku tidak mau banyak negative thinking dengan mereka.
"Thank's sudah mau datang. Apalagi lu bawa Rayhan, teman-teman Vina banyak yang kaget." Ucap Herlam di selingi tawa renyahnya. "Lu jadi bahan gosipan mereka, bro!" Lanjut Herlam melirik ke arah Rayhan. Tak ada komentar apapun darinya, hanya dengan delikan malas karena sudah terbiasa seperti itu.
"Ray sudah kebal dengan semua itu, nggak tahu harus pake cara apa lagi biar teman perempuannya bisa dekat." Ucapan ku ini sebenarnya tertuju untuk Rayhan, tapi karena tidak di respon dengan baik aku katakan pada Herlam.
Herlam geleng-geleng kepala, mungkin dia juga heran dengan pola pikir Rayhan yang terlampau acuh dengan yang berbau perempuan. Terkecuali kakak dan Ibunya.
"Kita nggak akan lama di sini, jadi langsung saja kasih kadonya pada orang yang bersangkutan. Atau lebih praktisnya kakak titipkan ke Herlam, biar dia yang kasih ke sepupunya." Ucapan Rayhan membuat obrolan kami berdua terpotong. Aku menatapnya tidak menyangka, sudah jauh-jauh kemari berakhir dengan di titipkan. Enak saja. Aku menggeleng tidak mau.
"Nggak mau, kakak mau kasih langsung ke Vina. Walaupun nggak saling kenal, tetap saja. Sebentar, kakak kasih dulu." Aku tinggalkan dua lelaki yang sedari tadi berada di dekat ku, menghampiri Vina yang sedang berbincang dengan beberapa temannya. Gaun merah muda selutut tanpa lengan di padu dengan rambutnya di sanggul satu membuat penampilan Vina sangat cantik menawan. Bahkan hampir semua tamu yang melihat ke arahnya terpana.
"Hai, kamu Vina, kan?" Tanya ku to the point. Sebenarnya tidak harus di pertanyakan, hanya saja aku tidak menemukan kalimat pembuka untuk mengobrol dengannya.
"Iya, kakak siapa?" Jawab Vina dengan ramah.
"Kenalkan, aku Athiya, teman Herlam sepupu mu." Sangat kentara dari mimik wajahnya, Vina kaget tidak percaya. Tapi dengan cepat ia tutupi. "Selamat ulang tahun." Aku sodorkan kado yang ku bawa padanya yang langsung di terima dengan wajah berseri.
"Terima kasih, kakak baru datang?" Tanya nya sambil melirik ke kanan-kiri, aku ikuti gerakan matanya itu.
"Nggak terlalu. Kamu cari siapa?"
"Bang Al." Jaawabnya tanpa melihat ke arah ku, masih mencari seseorang yang ia panggil bang Al. Aku mengerutkan dahi siapa bang Al?
"Eh, lupa. Kakak panggil dia Herlam, kalau aku panggil dia bang Al." Katanya yang baru ingat salah panggil.
"Tuh, disana." Kata ku sambil menunjuk ke arah Herlam yang sedari tadi berbincang dengan Rayhan. Vina dan beberapa temannya melongo, mungkin karena melihat kehadiran Rayhan di acara ulang tahunnya.