GARIS TAKDIR

anis mahdzuroh
Chapter #14

Sepenggal Kilas Balik.

Bab Lima, Bagian Satu.


"Bang Al, Vina juga mau buku yang di ambil Viona." Rengek Vina pada sosok pria dingin yang sekarang sedang ada di hadapannya. Pria itu kakak tiri Viona, alias kakak sepupunya.

Walau Vina sudah remaja, tetap saja ia tidak mau miliknya di ambil oleh sepupunya yang menyebalkan itu. Apalagi itu hadiah ulang tahunnya.

Pria itu menundukkan badan tingginya agar sejajar dengan Vina, menatap wajah polosnya yang sudah memerah karena kesal habis bertengkar dengan Viona. Tatapannya sedikit melembut saat tahu ada setetes bulir bening menggenang di pipi Vani.

"Caranya salah sayang." Jawab pria itu. Dia adalah Herlam Albatross. Keluarga besarnya memanggilnya Al, sedangkan saat ia memperkenalkan dirinya dengan panggilan Herlam. Entahlah, Herlam ataupun Al ini mengapa ingin panggilannya di ganti.

"Kalau kamu mau ngambil, jangan sambil rebutan kayak barusan. Kalian kan saudara, dan saudara itu nggak boleh berantem." Jelas Herlam memberi pehaman pada Vina. Sebenarnya Herlam juga harus mendapat nasihat seperti ini, karena hampir setiap ia berhadapan dengan papanya pasti berakhir dengan perdebatan dingin. Saling diam tanpa sapa seperti dua orang yang tidak saling mengenal.

Herlam langsung merogoh ponsel di saku celananya, hendak menghubungi seseorang untuk di mintai tolong membelikan buku yang sama. Beberapa berdering, akhirnya orang yang Herlam telpon mengangkat panggilannya. Langsung memberi tahu topik mengapa Herlam menelponnya.

Di tengah perbincangan telponnya, Vina merengek lagi ingin segera di belikan.

"Iya, abang janji beliin Vina buku baru yang nggak Viona punya hari ini. Sekarang balik kamar, abang mau nyari bukunya dulu."

"Maafin Vina bang Al, Vina udah berantem sama Viona." Ucap Vina meminta maaf pada Herlam yang di balas dengan senyum tipisnya lalu menggeleng.

"Vina nggak punya salah kok sama bang Al, tapi punya salah sama Viona karena udah ngerebut paksa bukunya, walupun itu punya Vina tetep aja nggak boleh. Sekarang, minta maaf sama Viona. Yang gede itu harus ngalah." Titah Herlam yang langsung di angguki oleh Vina. Vina meninggalkan Herlam sendirian di kamarnya, hendak meminta maaf pada Viona yang entah sedang dimana keberadaannya.

Herlam menghela napas berat, terduduk di atas lantai dingin sedingin hatinya saat ini. Ia tiba-tiba teringat pada sang mama yang sudah mendahuluinya bertemu Tuhan saat usianya masih enam tahun. Walau saat itu usianya masih belia, tapi Herlam ingat betul bahwa ibunya akan selalu memberi perhatian lebih pada Herlam kapanpun dan dimanapun. Tapi sekarang, semuanya telah berubah. Tak ada perhatian, pengertian, apalagi belaian sayang yang tiap malam selalu ia rasakan. Hanya tinggal sepi yang setia menemani hingga kini.

Dulu keadaan ekonominya tidak sebaik sekarang. Sang mama harus banting tulang sendiri untuk membiayai kehidupan mereka berdua. Iya, kedua orang tuanya cerai dua tahun sebelum mamanya pergi. Awalnya, Herlam kecil tidak tahu-menahu tentang keadaan keluarganya yang sedang berada di ujung tanduk kehancuran. Ia hanya tahu papa tidak pernah tidur bersamanya lagi. Setiap ia bertanya pada sang mama pasti selalu di jawab dengan jawaban yang selalu sama.

"Papa lagi sibuk kerja, jadi nggak bisa pulang dan tidur di rumah." Kalimat itu selalu tergantung dalam benak masa kecilnya hingga kini.

Lihat selengkapnya