Bab Lima, Bagian Dua.
Setelah Herlam menghentikan ceritanya, aku langsung menyodorkan sebotol air mineral yang sudah di buka terlebih dahulu padanya. Menyuruhnya untuk minum agar napasnya bisa terkontrol kembali. Aku yang hanya menjadi pendengarnya saja tidak tahan menahan bulir bening dalam kelopak mata, apalagi kalau itu terjadi pada sendiri. Entah harus meminta pertolongan pada siapa.
Tidak mau percaya pada seseorang yang pernah menusuk dan mengkhianatinya dari belakang, di tambah kapal keyakinannya yang masih terombang-ambing oleh ombak laut yang besar membuatnya bingung harus kepada siapa ia mengeluh atas takdir kehidupannya.
Ya Allah, semoga saja aku bisa menolong Herlam menemukan kembali siapa sebenarnya dirinya dan untuk apa ia di ciptakan.
Beberapa saat Herlam masih bergelut dengan pikiran rumitnya, lalu menatap tepat pada bola mata ku.
"Gue harus gimana?" Tanya nya putus asa. Sungguh, aku tidak suka melihat sosok Herlam saat ini. Lebih baik ia yang menyebalkan dan dingin dari pada sosok yang rapuh.
"Ikuti kata hati mu, Lam. Ikhlaskan segalanya yang sudah terjadi dan berlalu. Mantapkan diri untuk menyambut hari esok dengan menjadi lebih baik lagi dari yang sekarang." Sebenarnya, aku juga masih bingung harus memberi tanggapan seperti apa.
"Coba kamu tanya sama diri kamu sendiri, apakah selama kamu berkeluh kesah pada Tuhan mu sudah merasakan ketenangan atau belum? Jikalau kamu belum merasakannya, cobalah dengan cara berkeluh kesahnya orang lain." Ku beri saja saran yang sedikit nyeleneh. Tapi, akupun masih takut-takut jika sudah membicarakan perihal keyakinan. Itu hak masing-masing manusia mau memilih yang mana.
"Bagaimana?" Tanya Herlam penasaran. Aku tebak, bahwa Herlam belum menemukannya. Karena, kalau sudah ia tidak akan bertanya seperti itu. Herlam seperti anak kecil yang masih perlu di bimbing untuk masalah keyakinannya, tidak harus mengikuti orang-orang kebanyakan yang pada akhirnya akan meninggalkan dirinya sendirian tanpa teman.
"Coba tanya teman-teman mu yang memang berbeda keyakinan, dan ia sangat menjunjung nilai spiritualnya. Jangan bertanya pada orang yang hanya sekedar menyandang status keagamaannya dalam KTP saja, mereka tidak akan tahu benar." Kata ku pada akhirnya. Karena aku kurang yakin dengan penjelasan ku yang memang tidak pernah dan tidak mau merasakan kenyamanan selain pada sujud terakhir ku. "Kolage mu banyak, mereka pasti berbeda-beda. Coba tanyakan pada yang menurut mu bisa di percaya." Tambah ku menjelaskan sedikit ia harus bertanya pada siapa.
"Ingat, Lam. Ikuti kata hati terkecil mu." Aku melihat Herlam mengangguk paham akan penjelasan ku yang mungkin belum membuatnya puas.
"Gue udah nemu satu orang yang bisa ngejelasin, walau cuma satu keyakinan yang dia anut. Kata hati gue ngarahin gue ke orang itu." Kata Herlam membuat ku terbelalak kaget, tapi segera dapat mengondisikan. Tidak mau terlihat penasaran, itu privasi orang. Biar Herlam yang melanjutkan pencariannya tanpa harus aku ikut banyak andil.
"Lu orangnya, Athiya." Katanya lagi, aku sedikit salah tingkah atas jawabannya itu, lalu melanjutkan. "Gue percaya sama lu. Tolong jelaskan bagaimana caranya lu tenang dengan keyakinan lu!" Herlam sedikit menuntut agar aku segera menjawabnya. Agak susah saat ku coba untuk menenangkan diri agar tidak terlihat gugup di hadapan Herlam.
"Ketenangan ku adalah saat aku merasa terbebani dengan banyak beban kehidupan, aku berkeluh kesah pada Tuhan ku di sepertiga malam dalam sujud terakhir ku." Jawab ku tenang sambil membayangkan saat-saat aku hberkeluh kesah tiap malam. "Saat semua orang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi kedinginan angin malam, aku terbangun mengambil air wudhu lalu sholat dan setelahnya menangis sejadi-jadinya di hadapan Tuhan ku. Meminta ampunan atas segala dosa yang selama ini aku perbuat, meminta petunjuk agar di berikan jalan yang tepat, dan mengakui bahwa aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali atas pertolongan Tuhan ku, Lam." Ku usap air mata yang menetes di pipi menggunakan tisu, merasa memang aku harus berbagi rahasia agar merasa ketenangan dalam hidup walau masalah besar melanda sekalipun.