GARIS TAKDIR

anis mahdzuroh
Chapter #16

Belum Cukup Siap.

Bab Lima, Bagian Tiga.


Lagi dan lagi Tuhan menakdirkan aku bertemu dengan sosok itu, sosok yang sifatnya kadang tidak bisa di tebak karena sering berubah-ubah. Dia adalah Herlam, pria yang akhir-akhir ini sedang dekat dengan ku karena suatu alasan.

Setelah satu minggu yang lalu pada pertemuan di kafe klasik itu, baik aku dan Herlam saling di sibukkan oleh pekerjaan masing-masing. Aku dengan tugas kuliah ku, sedangkan Herlam dengan perusahaan barunya. Tak bertegur sapa lewat telpon apalagi tatap muka membuat ku terkadang ingat akan kelakuan konyolnya, bahkan pernah untuk sekali-kalinya aku memimpikan Herlam dalam tidur malam ku sebelum tahajud. Entahlah, semoga saja itu hanya bunga tidur tanpa ada maksud tertentu yang Tuhan beritahu.

Sebelum ketidakadaan kabar dari Herlam, ia pernah mengatakan bahwa ia akan mencoba untuk bekerja semaksimal mungkin dalam perpindahan alih perusahaannya. Lebih gila belajar apa saja yang bersangkutan dengan kepemimpinan perusahaan. Dan Herlam bertekad tidak akan pernah membiarkan perusahaan yang memang sudah turun temurun dari kakek buyutnya akan hancur pada masa kepemimpinannya.

Kini Herlam agak sedikit kurus, di bawah matanya sangat kentara hitam karena selalu tidur larut malam. Itu semua pasti Herlam lakukan demi kestabilitasan perusahaan. Walau awalnya Herlam tidak mau, pada akhirnya Tuhan bisa meluluhkan hatinya. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya yang dulu selalu di tolak oleh papa, sekarang sangat bisa di andalkan.

Kali ini, pertemuan ku dengan Herlam memang tidak di sengaja. Hanya tangan Tuhan saja yang menjalankan hati kami untuk datang ke alun-alun kota walau sekarang masih jam kerja, wajar saja kalau tidak ramai.

"Seminggu nggak ketemu sudah kurusan saja kamu, Lam. Apalagi kalau bertahun-tahun." Komentar ku sambil menggeleng-gelengkan kepala. Terkadang memang seperti itu kebiasaan mahasiswa dan pekerja kantor yang ambis, lupa makan mementingkan pekerjaannya yang belum selesai. Bahkan ada yang sampai bernadzar tidak akan makan sebelum pekerjaannya selesai. Sama saja seperti menyakiti diri sendiri. Allah telah berfirman, bahwa jika ada seorang hamba-Nya yang bernadzar, hendaklah dengan nadzar yang dapat ia kerjakan dan tidak menyakitin dirinya.

Herlam menyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mungkin sedikit salah tingkah di bilang kurus.

"Maklum, gue lagi berusaha biar pantas di panggil CEO. Bukan CEO yang hanya sekedar pangkat saja." Jawabnya dengan memandangi sekeliling alun-alun.

"Tapi nggak sampai lupa makan dan tidur!" Kata ku mengelak akan alasan klise Herlam. "Pasti pola makan dan tidur mu itu nggak ke kontrol."

"Bagaimana tugas mu, butuh bantuan nggak?" Tanya Herlam mengalihkan topik pembicaraan. Aku menggeleng,

"Kalau aku minta bantuan mu bisa-bisa nggak ada waktu buat istirahat, aku nggak mau ganggu orang yang masih punya banyak kerjaan tapi masih menampung buat di minta bantuan." Jawab ku sangat jujur. Memang seperti itu kenyataannya saat aku hendak meminta bantuan Herlam tiga hari yang lalu, aku mengurungkan niat itu. Kasihan kalau tugas kecil ku menambah beban pekerjaannya yang belum selesai.

"Nggak masalah, gue bisa bantu lu kapanpun kalau lu butuh." Aku mengangguk, mungkin akan aku pikirkan ulang untuk meminta bantuannya. Di saat pekerjaannya sudah rampung, dan tugas ku semakin menjulang. Aku akan meminta bantuannya.

Setelah itu, tak ada obrolan lagi. Aku yang bingung harus mencari topik pembicaraan apa, dan Herlam yang sedari tadi tidak banyak berucap membuat ku tidak nyaman berada di saat-saat seperti ini. Dari pada aku berpikir yang tidak-tidak, lebih baik aku sibukkan diri saja dengan membalas pesan dari beberapa teman kampus yang sedang maraknya bertanya tugas susulan. Beberapa kali aku terkikik geli melihat video yang di kirimkan oleh Dea yang sedang mengerjakan tugasnya dengan berbagai gaya, dari mulai duduk tegak sampai tengkurap. Pasti Dea juga sedang pusing memikirkan nilainya yang takut akan mendapat merah nanti, jadi setidaknya jikalau sudah menyelesaikan semua tugasnya akan mendapat nilai tambahan.

"Ya..." Panggil Herlam yang ku jawab dengan deheman saja, masih fokus pada ponsel yang sudah membantu menghilangkan rasa bosan ku.

Lihat selengkapnya