GARIS TAKDIR

anis mahdzuroh
Chapter #17

Percaya.

Bab Lima, Bagian Empat.


Akhir-akhir ini aku semakin di kejar oleh berbagai tugas. Dari pagi hingga sore menjelang kegiatan ku tidak jauh dari kampus, rumah, dan kamar. Kadang sesekali ke toko buku untuk membeli bahan referensi. Tanpa ada kata libur walau kalender berwarna merah, aku tetap di sibukkan untuk melengkapi bahan skripsi ku yang hampir satu bulan tidak maju-maju. Mandet di daftar pustaka.

Sudah hampir dua bulan juga aku tidak bertemu dengan Herlam, entah bagaimana keadaannya sekarang. Kami hanya sesekali bertukar kabar lewat pesan singkat saja yang memang bisa terhitung jari. Acara hang out bersama Salsabilapun belum aku kabulkan karena belum menemukan waktu yang tepat, berkali-kali aku meminta maaf agar sedikit menunggu sebentar sampai aku sudah tidak terlalu sibuk lagi. Tapi memang seperti itulah konsekuensinya jika aku sudah berjanji pada Salsabila, akan selalu di tagih sampai terbayar.

Pernah sekali waktu saat aku baru saja pulang dari merevisi skripsi ku dan hendak tidur sebentar menunggu adzan, Salsabila datang ke rumah dengan mengejutkan menyuruh ku segera bersiap. Ia ingin aku menggantikan janjinya dengan jalan-jalan ke pantai hanya sekedar untuk meluruhkan semua kepenatan ku.

Memang sangatlah baik niatnya, ingin membawa ku untuk refreshing. Tapi waktunya yang salah. Hari itu aku ingin langsung istirahat, tidak mau kemanapun.

Dan akhirnya, Salsabila pulang dengan wajah cemberut dan lesu. Berkali-kali aku meminta maaf dan berkali-kali pula Salsabila menjawabnya dengan kalimat baik-baik saja. Serba salah aku pada saat itu.

Kejadian itu sudah lama berlalu, hampir dua minggu tepatnya. Namun aku masih mengingat dengan sangat baik tanpa sedikitpun ada yang terlupakan.

Dan kali ini, aku akan menepati janji ku yang sudah sangat lama. Hendak hang out bersama Salsabila dan beberapa teman kampus yang memang sudah agak santai dengan tugas-tugasnya, tepatnya hendak camping. Tidak terlalu jauh dari rumah, hanya perlu dua jam hingga sampai kesana, dan mata kita akan di suguhkan dengan destinasi yang sangatlah memukau. Ini rekomendasi dari Salsabila, karena memang dialah yang selalu tahu tempat mana yang cocok dengan suasana hati dan pikiran kami.

Huru-hara menghilangkan penat sambil mengobrol apa saja selain kampus. Dari mulai masalah pernikahan Salsabila yang baru sebesar biji jagung, sampai membahas tentang kaum adam yang selalu di bangga-banggakan oleh kaum hawa. Dan sebentar lagi, aku merasa akan banyak di tanyai perihal Herlam. Aku sangat yakin, mereka akan saling melontar pertanyaan yang aneh menurut ku.

"Ya, kamu punya hutang penjelasan tentang cowok itu loh." Kata Salsabila mengingatkan ku akan janji ku yang akan menceritakan tentang Herlam secara detail.

"Cerita bagaimana?" Tanya ku pura-pura lupa. Aku masih bingung saja akan menceritakan dari hal mana, karena jikalau aku asal ceplos memberitahu mereka semuanya akan menjadi runyam. Karena mulut Dea yang sama saja seperti Salsabila itu masih belum bisa aku percaya betul.

"Jangan sok-sokan lupa loh, Ya. Nanti beneran lupa saja baru tahu rasa, kamu bakal kangen dia." Cibr Dea memanasi agar Salsabila lebih penasaran. Aku mendelik, susah juga kalau sudah punya teman seperti ini. Aku sangat kesulitan untuk tidak menceritakannya.

"Ketemu nggak sengaja di toko buku biasa, dia lagi nyari buku sampai ngubrak-abrik rak berkali-kali. Aku kasihan dan berniat membantu, pas dia balik badan aku juga langsung kaget. Cowok yang bikin seorang Salsabila penasaran sampai ngejar ke parkiran cuma buat minta informasi lebih, aku nggak akan lupain hal itu Ca." Aku menghela napas. Memang seperti itulah aku mengingat sosok Herlam pertama kali, tanpa memikirkan apakah hal itu yang baik untuk di ingat ataupun tidak.

"Terus kenapa kamu bisa sampai dekat seperti kemarin? Setahu ku, Athiya yang aku kenal nggak akan mau di ajak jalan sama laki-laki yang belum dia kenal dekat. Tapi kemarin pastilah ada suatu sebab yang kamu bisa yakin sama cowok itu, iyakan?" Tanya Salsabila penasaran.

"Aku belum selesai cerita, Ca." Aku memprotes karena Salsabila memotong ucapan ku yang belum selesai.

"Hehe, maaf. Lagian aku penasaran banget sama cowok itu." Komentar Salsabila yang ku balas dengan delikan.

"Sebagai balasan karena sudah aku tolong, dia menawarkan untuk mengantar ku pulang. Walau awalnya agak nggak percaya, dia maksa-maksa dan agak terpaksa menerima. Di jalan ngobrol-ngobrol hanya sekedar penghilang sunyi, dan dia ngasih aku undangan biar datang di acara ulang tahun sepupunya. Dea juga lihat aku ke sana sama Ray, jangan dulu di potong." Kata ku mencegah Salsabila agar tidak memotong lagi, karena aku sudah tahu ia akan seperti itu. "Sengaja Dea nggak ngasih tahu kamu, karena aku nggak mau kamu tahu dari dia, biar aku yang cerita semuanya." Akhirnya Salsabila bungkam lagi saat mengetahui alasan Dea tidak memberitahunya.

"Ray tahu, tapi hanya sekedar tahu. Entah dia sudah mencari tahu atau belum perihal Lam, tapi selama ini Ray belum bilang apa-apa sama aku. Jadi aku mohon biar kamu jangan kasih tahu Ray sebelum aku sendiri yang kasih tahu dia." Aku meminta Salsabila agar menjaga rahasia ini sebentar, dan langsung di angguki tanpa banyak tanya.

"Dan dari hari itu, kita saling kenal. Hanya sekedar teman, karena Ray juga sudah mewanti-wanti bahwa aku dan Lam bertolak belakang. Aku nggak masalah, lagi pula akupun hanya menganggapnya begitu. Dan entah memang sudah takdir yang Allah berikan begitu, aku sering bertemu dengan Lam. Lebih banyak bertukar pendapat perihal apapun, sehingga akupun percaya kalau dia memang laki-laki baik. Tanpa harus menghilangkan batas aturan yang aku pegang, diapun tidak masalah." Ku akhiri cerita ku dengan memandang Salsabila yang sedari tadi fokus mendengarkan.

"Sudah, sampai situ saja?" Tanya Salsabila sedikit tidak percaya. Aku mengangguk mantap, memang seperti itu kenyataannya. Walau tidak aku ceritakan semuanya, hal itupun sudah cukup untuk menghilangkan rasa penasaran Salsabila.

Lihat selengkapnya