Aku kembali pulang setelah lama di negeri orang lain, tidak terlalu lama hanya 5 tahun. Jujur justru jika bisa memilih rasanya ingin tetap disana saja, di Aussie, mustahil orang tidak betah disana, disana terlalu indah untuk terus hidup dan menua, tapi mustahil mengingat keluargaku berada di Indonesia, terlalu sulit jika harus long distance dengan Ibu.
Kehidupanku disana, cukup menyenangkan sehingga berat untukku kembali pulang ke Indonesia, Disana Aku hidup cukup popular dan sangat beruntung, Aku sempat menjadi mahasiswa university of Melbourne, bekerja sebagai designer diperusahaan fashion disana dan Aku memiliki banyak teman. Aku benar - benar mencintai Aussie dan semua yang ada disana.
Memang, awalnya Aku menolak ide Ayah untuk kuliah di Aussie, karena jauh dari rumah dan Aku tidak pernah hidup jauh dari rumah, bahkan Aku sudah diterima di universitas negri di Jakarta yang tidak terlalu jauh sehingga bisa pulang pergi dari rumah, tapi bukan Ayah jika tidak merayu ku dengan jurus apapun.
Ayah bilang jika Aku menuruti permintaannya Ia akan memberiku ijin untuk kuliah jurusan apapun yang Aku mau bukan jurusan kedokteran seperti permintaan Ibu, itu tawaran menarik, bodoh jika aku tidak setuju, karena sejak kecil Ibu ingin Aku menjadi dokter, sedangkan melihat darah saja mual bukan main.
Aku sudah duduk disini sampai jengah, menunggu cukup lama hingga ponselku lowbat dan Aku juga sudah menghabiskan 2 chatime ukuran large, padahal niat awal Aku beli 2, satu untukku satu untuk Zidan yang akan menjemputku.
"'Dania". Zidan berlari kearahku, dia masih Zidan si suka pakai kaos hitam. "Welcome back". Zidan memelukku cukup erat.
".. Gebukin Gue gapapa nih, asli macet banget engga gerak". Zidan melepas pelukannya, Dia memunguti barangku satu persatu.
"Duduk dulu".
"lama ya nunggu?". Katanya sambil menatapku iba, semua barang barangku sudah Ia bawa, hanya sisa tas kecil yang Aku bawa sendiri.
"hampir satu jam".
"Padahal Gue udah otw dari jam 7 tadi". Aku dan Dia kini sudah jalan menuju parkiran. "kenapa ngga turun di suta sih, bintaro kesini jauh". Suta yang dimaksud Zidan adalah soekarno hatta, memang Aku perlu mengapresiasinya yang rela menjemputku sampai ke halim dan mengantarku ke pejaten.
"Salah beli, lagian deketan halim kalo dari rumah Gue".
"tapi yang jemputkan Gue".
Aku tertawa melihat Zidan yang sedari tadi mengomeliku, begitulah Zidan setelah merasa bersalah, tak butuh waktu lama Ia akan mencari pembenaran untuk dirinya.
"Itu chatime satu doang?". Zidan menatapku, eh bukan Aku tapi minuman yang sedari tadi Aku minum.
"Tadi Ada dua, tapi Lu lama sih".
"Dasar pelit". Zidan dengan kebiasaannya, Ia pasti selalu mencubit hidungku setiap Ia tidak tahu harus melawanku saat beragumen.
"Itu Gue udah bawain Lu oleh - oleh sekarung, masih aja dibilang pelit".