Sejenak Arya dan Andini beradu pandangan mata. Dejavu ...
Aku seperti pernah bertatap muka dengan cewek ini, kata Arya dalam hati.
"Teman satu kelas?" Arya memperhatikan Andini. Dewi hanya mengangguk.
Tiba-tiba dia merasakan debaran di palung hatinya saat beradu pandang dengan Andini. Pertemuan itu membuka dan merajut kembali peristiwa dalam memori ingatan Arya dua tahun yang lalu. Memori sebuah janji untuk bertemu kembali.
Andini .... Ternyata bukan dia ....
"Permisi, Kak. Kami mau masuk ke kelas," kata Dewi.
Mereka segera pergi meninggalkan tempat itu. Namun dalam beberapa langkah Andini menoleh ke belakang memandang Arya lagi dengan tatapan penasaran.
Mengapa Kak Arya memandangiku seperti itu? Dia seperti pernah bertemu denganku sebelumnya ....
"Ada apa, Din?" Dewi ikut menghentikan langkahnya.
"Naksir ya, sama Arya, kakak kelas kita itu? Sama ... aku juga," kata Dewi sambil tertawa.
"Ah, kamu, Wi ... bisa aja! Kok kamu tahu nama kakak kelas kita itu?"
"Dia itu salah satu pelatih baris-berbaris peleton inti sekolah kita, Din," jawab Dewi.
"Kamu, Wi, termasuk tinggi jadi bisa kepilih peleton inti. Lha aku ...?"
"Nggak usah khawatir, Din. Aku dengar Kak Arya juga jadi pelatih ekstrakurikuler pencak silat. Kamu ikut aja, biar bisa kenal sama Kak Arya," usul Dewi.
"Aku? Ikut pencak silat? Mana mampu, Wi! Tubuh kecil gini, sekali pukul pingsan jadinya nanti. Udah yuk, kita ke kelas. Sebentar lagi jam pertama dimulai." Dewi hanya tertawa mendengar alasan Andini. Mereka berdua segera bergegas menuju ke ruang kelasnya di lantai dua sebelah selatan di samping tangga.
***
"Sepertinya kamu terpesona oleh salah satu adik kelas kita, Ar," kata Anton. Arya hanya tersenyum dan segera meninggalkan tempat itu. Anton semakin penasaran dibuatnya dan mengejar Arya.
Andini ... mungkin dia hanya mirip saja. Tapi mengapa hatiku berdebar tidak karuan saat memandangnya?
"Kamu naksir dia, Ar?" tanya Anton menggodanya.
"Nggak, Ton!" jawab Arya tanpa menoleh dan terus melangkah menuju kelasnya.
"Ah, aku sih nggak percaya! Semenjak sekolah di sini belum pernah kamu bertingkah seperti ini di depan seorang cewek," kata Anton memberi alasan.
Rupanya Anton dapat merasakan perubahan sikap Arya. Arya tak heran dengan alasan yang dikemukakan Anton. Sejak dulu sahabatnya itu selalu teliti dan memperhatikan pada hal-hal kecil yang sering Arya lewatkan. Arya mencoba mengalihkan pembicaraan tetapi Anton terus saja menggodanya.
Mereka lalu menaiki tangga menuju lantai dua. Dan percakapan mereka terhenti ketika mereka harus masuk ke kelas masing-masing. Anton masuk ke kelas dua fisika dua sementara Arya melanjutkan langkahnya menuju kelas dua fisika empat.