Dua tahun yang lalu di sebuah pendopo Padepokan Banyumeneng ....
"Minum dulu, Ton. Kamu pasti haus setelah bersepeda di bawah terik matahari." Sono menuangkan air dingin ke dalam gelas.
"Iya, Son, terimakasih." Tono segera mengambil gelas itu dan meminumnya beberapa teguk.
“Bagaimana, Ton, ada kesulitan dengan latihan yang diajarkan oleh kakekku?” tanya Sono.
“Kalau gerakan jurus-jurusnya sih aku bisa mengikuti, Son. Tetapi untuk wejangannya perlu pemahaman lebih dalam lagi. Kadang-kadang aku tidak begitu paham dengan apa yang dimaksudkan oleh kakekmu, Son.”
“Iya, Ton. Mungkin karena cara berpikir kita yang bisa dibilang masih anak-anak. Jadi belum bisa memahami secara mendalam.”
“Ya maklum saja, Son, kita kan masih anak SMP," kata Tono sambil menuangkan air putih ke dalam gelasnya dan meminumnya.
"Sebenarnya ada berapa jurus di padepokan ini?" lanjut Tono.
“Hmm ... ada banyak jurus, Ton. Untuk tingkat dasar saja ada sepuluh gerakan. Kemudian tingkat lanjutan ada jurus R, jurus pengembangan, gerak tipuan, dan masih banyak lagi macamnya. Selain jurus tangan kosong ada jurus yang menggunakan senjata, seperti pedang, tongkat, dan ruyung. Besok kita juga akan mempelajarinya jika kamu memang berminat, Ton.”
“Iyalah ... tanggung nih, sudah belajar dari awal masak tidak dilanjutkan," kata Tono bersemangat.
"O, ya, Son, jadi nih pergi ke Alun-alun Utara. Kamu mau cari apa di sana? Sepertinya penting sekali. Sebenarnya aku mau mengajakmu mencari buku di Shopping Centre," lanjut Tono.
"Penting sih, enggak, Ton. Cuma, kamu masih ingat wejangan kakek tentang gasing bambu? Kemarin beliau membahas filosofinya lagi dengan rombongan cabang luar kota."
"Lupa-lupa ingat aku, Son," jawab Tono, "dan lagi aku juga belum paham maksudnya."
"Makanya, Ton, aku disuruh kakek untuk mencari benda itu. Kata kakek, dengan mempelajari filosofi gerak gasing bambu itu akan berguna untuk mematangkan gerakan-gerakan jurus silat aliran Banyumeneng ini."
"O, begitu. Kita cari dulu benda itu sambil menunggu penjelasan lebih lanjut dari kakekmu."
"Selain itu kakek juga bermaksud mengajari dasar-dasar tenaga dalam untuk bekal mencari pembunuh ayah ibuku. Kata kakek, orang itu menguasai ilmu silat tingkat tinggi."
"Itu pasti, Son. Ayahmu, Om Aris, dan Jarwo adalah murid utama padepokan pada masa itu. Mereka pesilat pilih tanding. Tidak sembarang orang bisa mengalahkan mereka jika tidak mempunyai ilmu silat tinggi," kata Tono.
"Benar, Ton. Tapi kenapa Jarwo pun ikut menghilang setelah peristiwa itu. Ada apa sebenarnya? Sampai sekarang aku masih belum bisa memahami semua itu." Pandangan mata Arya menerawang jauh. Saat itu dia baru berusia tiga tahun sehingga tidak bisa mengingat kembali peristiwa itu.
"Aku harus bisa menemukan pembunuh kedua orang tuaku, Ton!" Sono mengepalkan kedua tangannya.