Mengapa bocah itu memperlihatkan gambar tatonya? Sepertinya Sono tidak memperhatikan tato itu. Siapa bocah bertato itu? kata Tono dalam hati. Dia terdiam sejenak kemudian segera memacu sepedanya mengikuti Sono.
Bocah itu memacu motornya di jalanan yang ramai dengan bunyi knalpot nyaring memekakkan telinga. Dia berjalan zig-zag menghindari pemakai jalan yang lain dan melanggar lampu merah. Sono memacu sepedanya berusaha mengejarnya. Tapi dia kehilangan jejak ketika bocah itu tiba-tiba membelokkan motornya ke sebuah gang kecil masuk ke dalam perkampungan.
"Sudahlah Son, sabar, tidak usah dikejar. Kita sudah hampir sampai," Tono mengingatkan sahabatnya.
"Huuhh ... sialan tuh anak! Belum pernah aku gampar dia!" kata Sono tak bisa menahan emosinya.
"Ayo kita kembali lanjutkan perjalanan! Tidak usah menghiraukan bocah itu!" kata Tono sambil memutar arah sepedanya. Sono pun mengikuti Tono dari belakang. Sebentar kemudian mereka berdua telah sampai di Alun-alun Utara dan memarkir sepedanya.
"Cari minuman dulu, Ton. Haus nih gara-gara mengejar anak tadi," ajak Sono.
"Kamu sih, tidak sabaran. Tahan sedikit emosimu, kenapa Son?"
"Habis dia ...," jawab Sono masih dengan nada kesal.
"Ingat pesan kakekmu, Son. Kamu harus belajar mengendalikan emosimu."
Benar apa yang dikatakan Tono barusan. Aku memang harus banyak belajar untuk mengendalikan emosiku, kata Sono dalam hati. Dia hanya bisa menghela nafas panjang untuk meredam gejolak emosinya.
Rasa haus karena mengejar seorang bocah yang menabrak sepeda Sono, memaksa mereka menuju ke sebuah angkringan di depan tempat parkir sepeda untuk membeli minuman. Angkringan adalah sebutan untuk sebuah gerobak kayu tempat makanan dan minuman yang biasa mangkal di pinggir jalan, di tempat keramaian, atau tempat-tempat teduh untuk melepas lelah. Gerobak kayu itu biasa ditutupi dengan kain terpal atau plastik sehingga mirip sebuah tenda. Gerobak angkringan menjadi ciri khas kuliner di Kota Jogja dan sekitarnya.
"Untung saja sepedaku tidak rusak habis ditabrak bocah itu. Seandainya aku bisa mengejar dan menangkapnya, akan kuhajar habis bocah itu, Ton!" Sono membuka percakapan di dalam tenda gerobak angkringan.
"Sebaiknya tetap tahan emosimu, Son. Jangan gegabah!" kata Tono mengingatkan sahabatnya.
"Bocah itu yang memulai duluan, Ton! Dia harus bertanggung jawab. Dia tidak boleh bertindak seenaknya di jalan!"
"Iya, Son, aku ngerti. Tapi sebaiknya dipikirkan dulu sebelum bertindak!"
"Kelamaan, Ton! Keburu kabur dia!" Sono kembali terlihat emosi. Dia kemudian mengambil minuman es yang telah dipesannya dan meneguknya beberapa kali.
"Meskipun bocah itu sebaya kita, tapi kita tidak tahu sedang berhadapan sama siapa. Mungkin saja dia anggota dari kelompok anak-anak jalanan yang suka bikin onar, Son. Bisa jadi panjang urusannya!"
"Memangnya kamu tahu siapa bocah itu, Ton?" Sono menoleh ke arah Tono. Sejenak Tono diam mengingat kejadian itu. Sementara pemilik gerobak angkringan memperhatikan dan ikut mendengarkan pembicaraan mereka.