Setelah lulus SMP, Sono dan Tono melanjutkan sekolahnya di SMA Delayota Jogja, sesuai rencana Aris dulu untuk menelusuri jejak-jejak keberadaan Jarwo. Di sana mereka mendapat nama panggilan baru, Arya dan Anton. Sementara itu mereka juga harus pindah ke rumah Depok di tepi Selokan Mataram, Jogja. Karena jarak rumah mereka di padepokan di kampung Wulung cukup jauh dari sekolahnya.
Tetapi hingga ini mereka belum juga memperoleh kejelasan tentang siapa sebenarnya pembunuh kedua orang tua Arya. Mendung kelabu pun keburu datang menyelimuti keluarga besar Padepokan Banyumeneng. Kepergian Kakek Panjiasmoro kembali menorehkan duka bagi Arya dan meninggalkan harapan akan ditemukannya Jarwo untuk menyingkap tabir pembunuhan ayahnya.
Sekarang Arya dan Anton duduk di kelas dua SMA. Mereka sudah cukup dewasa untuk mengetahui peristiwa itu dan mencari pembunuh kedua orang tua Arya. Sedangkan pertemuannya dengan Andini, adik kelasnya, mengingatkan akan janji hatinya untuk mencari keberadaan Putri.
***
"Arya! Gimana rencanamu untuk masa orientasi adik kelas?" tanya Yuda ketika berjumpa dengan Arya dan Anton di kantin belakang sekolah. Seperti biasa mereka sering bertemu sebentar setelah pelajaran sekolah usai. Banyak hal kecil biasa mereka diskusikan singkat di sana.
"Kita dan teman-teman akan mengadakan demo pencak silat untuk acara pembukaan dan penutupan acara," jawab Arya.
"Oke, bagus itu. Kami dukung rencana kalian," sahut Baskoro.
"Kalau kalian tidak sibuk masih bisa bantu kami," usul Anton
"Siap, kami pasti bantu!" kata Baskoro lagi.
"O ya, untuk acara serah terima pengurus kami agendakan setelah acara orientasi. Tapi sebelum acara pelantikan anggota baru. Semua sudah dibicarakan dengan Pak Zen dan beliau sudah setuju," jelas Yuda.
"Baiklah, acara ini nanti kita bicarakan dengan teman-teman yang lain saat latihan. Sekarang kita pulang dulu," sela Arya.
Mereka berempat kemudian menuju tempat parkir untuk mengambil sepedanya dan segera keluar dari halaman belakang sekolah. Untuk beberapa saat lamanya mereka terdiam, larut dalam angan masing-masing membayangkan seperti apa demo pencak silat untuk acara orientasi nanti. Tak terasa mereka terus mengayuh sepedanya melintasi gerbang utama sekolah. Tampak teman-teman dan adik kelas bergerombol menanti bus biru Aspada dan angkutan kuning Kobutri untuk mengantar mereka pulang.
Mereka berempat pun saling menyapa teman-temannya hingga suasana menjadi ceria. Mereka mengobrol dan tertawa gembira di sepanjang perjalanan pulang. Tapi tidak dengan Arya. Dia lebih banyak diamnya. Pandangan matanya menerawang jauh ke depan.
"Arya, ada apa? Hari ini tadi kamu lebih banyak diamnya. Ada masalah lain?" tanya Yuda.
"Iya, Ar. Apa kamu sebenarnya merasa keberatan mendapat tugas ini?" Baskoro pun ikut bertanya.
"Tidak! Tidak ada apa-apa. Biasa saja. Aku ..., ya begini. Iya kan, Ton?" Arya mencoba tersenyum dan menoleh pada Anton. Tapi roman muka Arya tidak bisa menipu Anton. Ada sesuatu yang membuat galau hati Arya.
"Mungkin kamu bisa cerita ke teman-teman, Ar, tentang cewek itu. Siapa tahu mereka bisa membantu," usul Anton. Tapi Arya hanya diam saja.
"Cewek? Cewek gimana, Ton?" tanya Baskoro penasaran. Sementara Yuda ikut memperhatikan.
"Arya sebenarnya lagi jatuh hati sama adik kelas kita," sahut Anton sambil tersenyum.
"Siapa, Ton? Adik kelas kita yang mana? Wah, bisa jadi berita besar. Pasti banyak cewek di sekolah kita yang patah hati," kata Yuda menyahut perkataan Anton.
"Iya, nih. Kapan jadiannya? Perlu dirayain juga mestinya," pinta Baskoro.
"Bujuk dia untuk gabung ke ekskul)* kita, Ar. Selama ini jarang sekali siswa cewek ikut pencak silat," usul Yuda.
Tapi Arya tetap diam meski di cecar pertanyaan oleh dua orang kakak kelasnya. Dia hanya tersenyum kecil dengan pandangan matanya tetap menerawang jauh. Arya memang lagi teringat akan seseorang yang telah membuatnya jatuh hati. Tapi sayang obrolan dan candaan mereka harus disudahi karena Yuda dan Baskoro menempuh jalur jalan pulang yang berbeda.
"Teman, kita harus berpisah dulu," kata Baskoro kemudian membelokkan laju sepedanya.
"Aku tunggu berita selanjutnya. Semoga acara kita sukses dan kamu, Arya, bisa jadian sama cewek itu!" sahut Yuda kemudian ikut membelokkan laju sepedanya di belakang Baskoro.
"Hati-hati kalian berdua di jalan," pesan Anton. Kini tinggal Arya dan Anton melanjutkan perjalanan pulangnya.
Putri ..., di mana kamu berada? Masih ingatkah kepadaku? Masih kamu simpankah gasing bambu pemberianku? Hhh ... bodohnya diriku waktu itu tidak sempat menanyakan rumahmu, kata Arya dalam hati.
"Biasanya kamu cerita jika lagi ada masalah, Ar. Nggak usah sungkan. Selain mencari pembunuh orang tuamu aku juga sudah berjanji untuk membantu mencari keberadaan Putri," kata Anton sambil memperhatikan Arya. Arya sedikit terkejut ketika Anton menyebut nama Putri.