"Akhirnya kamu bisa kenal lebih dekat lagi dengan Andini. Tinggal memastikan, apakah dia itu Putri atau orang lain," kata Anton sambil mengayuh sepedanya.
"Iya, Ton. Selain itu, seandainya Andini jadi bergabung dengan kita, dapat jadi contoh untuk teman-teman lain, khususnya para cewek. Karena selama ini jarang sekali cewek-cewek ikut ekskul pencak silat."
"Benar, Ar."
Tak terasa perjalanan pulang Arya dan Anton menyusuri keramaian jalanan Kota Jogja sampai di simpang empat Tugu Pal Putih. Mereka kemudian membelokkan sepedanya ke arah utara. Tetapi tanpa sepengetahuan Arya dan Anton, ada dua orang anak Genk Butterfly berboncengan sepeda motor yang telah mengawasi dan membuntutinya semenjak mereka berdua meninggalkan halte bus kota tadi.
"Dia menuju keluar kota. Ini kesempatan, mumpung jalanan ke utara agak sepi. Tapi bagaimana dengan temannya itu?" tanya anak yang duduk di depan.
"Dulu kita berkelahi berdua. Mungkin temannya itu orang yang sama juga," jawab anak yang berada di boncengan.
Sementara itu dengan santai Arya dan Anton terus menyusuri jalan itu menuju Selokan Mataram. Ketika mereka tiba di pinggir tanah lapang dekat sebuah minimarket, segera si anak genk mempercepat laju sepeda motornya hingga berada di samping sepeda Arya.
"Hei, kau yang sok jagoan di halte tadi. Berhenti!" kata si anak sambil memepetkan sepeda motornya.
Arya dan Anton terkejut. Mereka berusaha menepikan dan memperlambat laju sepedanya. Sementara itu si anak yang berada di boncengan berusaha menjulurkan tangannya. Dia meraih kerah baju Arya bagian depan dan dengan cepat menariknya. Arya mempertahankan tubuhnya agar tidak terseret ke arah anak itu. Terjadi tarik menarik di antara mereka. Karena kerasnya tarikan mereka tiba-tiba kancing baju Arya bagian atas terlepas dan bajunya terbuka. Terlihat sebuah kalung berbandul kulit hitam persegi lima bertuliskan BM berwarna kuning emas melingkar di leher Arya.
"Kalung itu! Benar dugaanku. Kaulah orang yang selama ini kucari!" kata anak itu ketika melihat kalung tersebut.
"Hei, ada apa ini?" tanya Anton melihat kejadian itu.
"Berhenti, kau! Turun dari sepedamu!" teriak anak itu. Dengan kuat dia mendorong tubuh Arya ke samping hingga sepedanya berjalan oleng.
"Kalian berdua ...! Kita pernah bertemu di Alun-alun Utara saat acara Sekaten. Masih ingat? Lama sekali aku mencarimu. Aku mau menuntut balas!"
Arya dan Anton tidak menyangka akan bertemu kembali dengan anak Genk Butterfly di tempat itu. Dua tahun kejadian itu tapi anak Genk Butterfly tetap menyimpan dendam padanya. Anak yang berada di boncengan menendang sepeda Arya hingga Arya jatuh terlempar dari sepedanya. Mereka kemudian menghentikan sepeda motornya. Dan si anak tadi segera turun dan menghampiri Arya. Sementara Anton bersiap-siap menghadapi anak genk yang satunya lagi. Tetapi rupanya anak itu hanya menunggu di atas motor.
Tanpa berkata-kata lagi langsung saja anak genk itu melancarkan tendangan berkali-kali ke arah Arya yang belum sempat berdiri. Arya berusaha melindungi bagian vital tubuhnya.
Duuaakk ...!
Buukkk ...!
Dengan kedua tangannya Arya melindungi kepala dan bergulung-gulung di tanah untuk menghindari tendangan kaki lawannya. Hingga baju seragam sekolahnya penuh debu-debu dan kotoran tanah. Dia bergulung cepat untuk menghindari serangan berikutnya.
Sekejap dia melihat kesempatan ketika lawan menghentikan tendangannya. Secepat kilat Arya melancarkan tendangan sapuan pada kaki anak genk tersebut.
Duuaakkk ...!
Bruukk ....!
Anak genk itu terjatuh. Kesempatan ini digunakan Arya untuk segera berdiri. Keributan di pinggir jalan itu menarik perhatian tukang parkir, beberapa pengunjung yang berada di luar, serta tukang becak yang sedang mangkal di sana. Mereka berdatangan dan bermaksud akan melerai keributan itu. Anak genk itu pun menghentikan serangannya.
"Ayo, Jack. Kita pergi dari sini. Orang-orang berdatangan!" kata anak yang menunggu di motor. Anak genk yang dipanggil Jack segera berdiri.
"Urusan kita belum selesai. Aku akan terus mengejarmu. Dendam ini kita selesaikan di jalanan!" kata anak genk itu. Dia segera berlari meninggalkan Arya menuju temannya yang masih menunggu di atas sepeda motornya. Mereka segera memacu sepeda motornya meninggalkan tempat itu.
Orang-orang mendatangi Arya. Salah seorang di antara mereka membawakan sepeda Arya yang tergeletak di pinggir jalan. "Kamu tidak apa-apa, Nak?"
"Nggak apa-apa, Pak. Untung bapak-bapak segera datang. Terima kasih," kata Arya sambil menahan rasa sakit pada kaki dan tangannya.