Gasing Bambu

bomo wicaksono
Chapter #22

Bab 21. Subuh Berdarah

Bergegas kedua tukang ojek asli segera mengikuti pengendara motor dari belakang dalam jarak yang cukup jauh agar tidak ketahuan. Sementara itu suasana gelap dan sepi masih menyelimuti perjalanan mereka. Hingga mereka tiba di ruas jalan di tengah-tengah area perkebunan tebu.

"Kau yang bernama Ciptomurti?" tanya tukang ojek palsu pada laki-laki yang berada di boncengannya.

"Ee, iya. Dari mana tahu namaku?" jawab laki-laki itu sembari balik bertanya. Tapi tukang ojek palsu itu malah menghentikan motornya tanpa menjawab pertanyaan Ciptomurti. Dan dengan nada kasar menyuruh Ciptomurti untuk segera turun dari motor.

"Cepat turun!" bentak tukang ojek palsu itu.

"Ada apa ini? Ini belum sampai padepokan, kenapa aku harus turun?" tanya Ciptomurti keheranan.

"Tidak perlu sampai padepokan! Karena kau harus mati di sini!" Kemudian tukang ojek palsu membuat siulan panjang. Maka serta merta keluarlah tiga orang bertubuh kekar dan memakai penutup wajah dari balik rimbunnya tanaman tebu. Mereka segera mengelilingi Ciptomurti.

"Benar dugaanku. Mereka pasti akan berbuat jahat pada Mas Ciptomurti," kata salah seorang tukang ojek asli diikuti anggukan kepala temannya. Mereka berdua bersembunyi di tempat yang cukup jauh tapi masih bisa melihat apa yang sedang terjadi dengan Ciptomurti.

"Tunggu sebentar! Kalian siapa? Aku tidak pernah punya urusan dengan kalian!"

Ciptomurti memperhatikan keempat orang dengan penutup wajah tersebut. Dia sempat menangkap satu lagi bayangan seseorang yang berdiri di pojok petak tanaman tebu, jauh berseberangan dengan tempat bersembunyinya kedua tukang ojek.

"Huh ...! Orang-orang Banyumeneng selalu saja menjadi penghalang. Aku dan teman-teman gali akan menuntut balas sekaligus memberi peringatan pada padepokanmu!" kata tukang ojek palsu yang ternyata seorang gali.

"Pedepokan Banyumeneng sebenarnya tidak mempunyai urusan dengan para gali. Hanya saja ada anggota kami yang merasa tergerak hatinya saat melihat kalian membuat keributan di masyarakat."

"Aku tidak peduli! Saat ini juga kau harus menanggung semua akibatnya!" Gali tukang ojek itu bersiap menyerang Ciptomurti.

"Tahan ...! Kalian telah dihasut. Seseorang ada di belakang kalian. Benarkah dia yang telah memerintahkan kalian para gali untuk mengeroyokku?" Ciptomurti menunjuk ke arah pojok rerimbunan tanaman tebu.

"Hentikan ocehanmu! Tidak ada yang mrmerintahku! Terima nasibmu saat ini juga!" Gali tukang ojek bergerak maju melancarkan serangan ke arah Ciptomurti. 

Terjadi adu pukulan dan tendangan di antara mereka. Setelah beberapa saat lamanya, Ciptomurti dapat menguasai lawan. Hanya saja setiap pukulan dan tendangan yang mengenai tubuh gali tukang ojek itu seperti membentur dinding batu karang. Gali itu tidak bergeming dan sepertinya tidak merasakan sakit sedikit pun.

Gila! Ilmu apa yang dipakai orang ini. Semua pukulan dan tendanganku tidak dirasakannya, kata Ciptomurti dalam hati. Dia menghentikan serangannya.

"Kenapa berhenti? Ayo pukul dan tendang aku sepuasmu! Kalau perlu sampai habis napasmu! Ilmu silat yang kau miliki tak akan berguna di sini." 

Ciptomurti masih diam. Dia menahan diri agar tidak terpancing emosinya. Satu lawan saja cukup banyak menguras tenaganya. Apalagi masih ada tiga orang lawan yang juga bernafsu untuk menghabisinya. Dilihatnya ke arah timur. Cahaya fajar belum juga menampakkan wajahnya. Ciptomurti sengaja mengulur waktu agar hari segera menjadi pagi dan ada orang yang lewat di sana.

Tapi perkiraannya meleset. Sebelum harapannya terwujud, gali tukang ojek itu memberi kode pada ketiga temannya untuk menyerang Ciptomurti.

"Hari keburu pagi. Aku harus menyelesaikan tugasku!" kata gali tukang ojek sambil mengangkat tangannya. Melihat kode tersebut maka bersisaplah tiga orang temannya menyerang Ciptomurti.

"Tahan ...! Kalian jangan jadi pengecut. Satu lawan satu!" bentak Ciptomurti.

"Tidak! Kau harus jadi mayat sebelum terbit matahari! Habisi dia!" Teriak gali tukang ojek. Serta merta ketiga temannya bergerak maju menyerang Ciptomurti. 

Perkelahian menjadi tidak seimbang. Tenaga Ciptomurti benar-benar terkuras. Berkali-kali pukulan dan tendangan lawan mengenai tubuhnya.

Lihat selengkapnya