Sementara itu di kantin sekolah ....
Andini mengambil sebuah botol berisi air mineral ukuran kecil. Di teguknya hingga tinggal separuh botol. Dia terlihat mengambil nafas panjang dan duduk termenung.
"Mengapa Kak Arya terlihat dingin sikapnya padaku?" gumam Andini.
"Mungkin dia sudah tahu kalau Aldi sering bersamamu, Din. Jadi kalian dianggap lagi berpacaran," kata Dewi.
"Mungkin saja, Wi. Tapi kenapa dia tidak menanyakan dulu hal itu kepadaku?"
"Kak Arya itu anak baik, Din. Dia tidak mau mengganggu hubungan yang sudah terjalin di antara kalian."
"Tapi aku tidak berpacaran sama Aldi, Wi," kata Andini dengan nada bicara sedikit meninggi.
"Iya ... tapi dalam pandangan Kak Arya, melihat kalian sering berdua itu dianggapnya lagi berpacaran. Makanya Kak Arya berusaha meredam rasa itu padamu."
Pandangan mata Andini menerawang jauh keluar ruangan kantin sekolah. Perasaannya tak menentu seperti debu-debu yang beterbangan di tiup angin di luar sana. Dia galau melihat perubahan sikap Arya.
Dia teringat kembali ketika Arya memanggilnya dengan nama Putri saat pertama kali bertemu. Dia teringat saat berkenalan dengan Arya di halte bus setelah terjadi insiden penyerangan anak-anak Genk Butterfly. Dan juga dia teringat kembali dua tahun yang lalu saat Sono memberikan satu gasing bambunya dan berjanji akan mencarinya di mana pun dia berada. Harapan itu kini terasa musnah. Rasa yang pernah ada dan mulai muncul kembali pun terancam punah.
Andini berada di persimpangan jalan. Aldi yang diam-diam mencintainya telah memberi harapan pada Andini walau cinta itu belum bersemi di hatinya. Sedangkan Arya adalah cinta masa lalu yang harus diperjuangkan kembali. Aldi dan Arya menjadi dilema bagi Andini.
"Terus mau kamu gimana, Din? Masih berharap pada Kak Arya atau pada Aldi?" tanya Dewi.
"Aku ingin tahu keseriusan Kak Arya, Wi. Tapi kenapa dia mundur sebelum mengetahui siapa diriku yang sebenarnya dan ada hubungan apa sebenarnya antara aku dengan Aldi?"
"Kalau begitu beri dia harapan dan kesempatan agar Kak Arya tahu keadaan dirimu yang sebenarnya," saran Dewi. Untuk beberapa saat lamanya kemudian Andini terdiam.
Harapan dan kesempatan? Mungkin aku harus seperti Aldi. Dia selalu memberi harapan dan kesempatan padaku untuk menerima dia, kata Andini dalam hati. Dia kemudian menoleh sebentar ke arah Dewi dan tersenyum. Dewi merasa gembira melihat Andini ceria dan bersemangat lagi menghadapi masalahnya.
Tapi tiba-tiba dia melempar pandangan matanya ke arah lain. Senyum dan aura ceria menghilang kembali dari raut wajah Andini. Dia terdiam lagi seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Ada apa lagi, Din?" tanya Dewi serius memperhatikan perubahan air muka Andini.
"Atau mungkin malah Kak Arya sendiri yang sudah punya pacar, Wi, hingga bersikap seperti tadi," kata Andini penuh keraguan.
Pandangan mata Andini kembali menerawang jauh keluar kantin. Udara panas dan debu yang beterbangan ditiup angin seolah-olah memenuhi relung hatinya. Galau dan gundah begitu terasa. Andini teringat nama Putri yang selalu disebut oleh Arya.
"Mengapa kamu berpikiran begitu, Din?"
"Karena ... karena Kak Arya sering menyebut nama Putri saat bertemu denganku," jawab Andini dengan ragu.
Namaku pun Putri ... Andini Putri. Siapa tahu ada nama Putri yang lain di hati Kak Arya. Dua tahun mungkin saja telah terjadi kisah antara Kak Arya dengan Putri yang lain, kata Andini dalam hati. Tapi rasa ragu akan prasangka itu malah semakin kuat menyelimuti hatinya.
"Tapi di sekolah kita, Kak Arya terkenal pendiam dan tidak punya pacar," jawab Dewi mencoba menepis keraguan Andini.
"Dia bersikap begitu karena mungkin pacarnya tidak berada di sini," kata Andini sambil menatap Dewi
"Kenapa kamu bisa bilang begitu, Din?"
"Entahlah, Wi. Perasaanku saja yang mengatakan begitu." Andini menarik nafas panjang dan sejenak mendongakkan kepalanya.
"Yah, cinta memang bisa memutar balikkan logika, Din."
"Maksudmu?"
"Begini, Din." Bak seorang filsuf Dewi mencoba menjelaskan pernyataannya.
"Kamu dan Kak Arya sebenarnya saling menyukai. Memang belum bisa dibilang saling cinta karena belum saling mengungkapkan kata cinta," kata Dewi sambil tersenyum.
"Terus datang Aldi mendekatimu. Kak Arya merasa cemburu dan penasaran dengan kedekatan kalian. Dia perlu mundur dan merubah sikapnya terhadapmu untuk mengetahui seberapa jauh hubunganmu dengan Aldi." Andini mendengarkan penjelasan Dewi dengan sungguh-sungguh.
"Terus kamu merasa perubahan sikap Kak Arya menjauhimu itu karena ada cewek lain. Padahal itu hanya prasangkamu saja. Jadi masalah ini sebenarnya ada pada diri kamu dengan Aldi. Berpikir positif saja, Din, bukan malah menuduh Kak Arya sudah punya cewek lain. Itu yang namanya memutar balik logika. Dan itulah cinta."