Gasing Bambu

bomo wicaksono
Chapter #38

Bab 37. Kecelakaan

Hari ini dan dua hari berikutnya masa orientasi siswa baru SMA Delayota dimulai. Selama tiga hari itu tidak ada pelajaran dan semua siswa diharapkan ikut berpartisipasi kecuali kelas tiga.

Pagi itu semua unit kegiatan ekstrakurikuler bersiap-siap untuk unjuk kemampuan. Dan aula sekolah pun telah ditata menjadi sebuah panggung kecil acara tersebut. Sebagian siswa sudah ada yang duduk-duduk menunggu di dalam aula. Sebagian lagi sedang mempersiapkan tim demonya. Panitia dibantu para guru mempersiapkan sound sistem dan peralatan penunjang lainnya. Sehingga suasana sekolah pagi itu terlihat sibuk semua. Sementara Arya dan Anton baru saja keluar dari ruang kelasnya masing-masing dan berjalan menuju tangga.

"Teman-teman gimana, Ton," tanya Arya.

"Mereka sudah siap. Pakaian seragam dan alat peraga bela diri sudah lengkap. Nanti pukul sembilan kita kumpul di lapangan basket dulu untuk persiapan," jawab Anton. Sejenak mereka terdiam. Arya kemudian melihat jam tangannya. Waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi. Mereka melanjutkan langkah menuruni tangga.

"Kita tunggu Yuda dan Baskoro di gazebo aja, Ar," kata Anton sambil melangkah menuju gazebo diikuti Arya.

Sampai di tengah halaman Arya melihat Yuda dan Baskoro masih di balkon lantai dua ngobrol dengan teman-temannya di depan kelas mereka.

"Yuda, Baskoro! Aku tunggu di gazebo!" teriaknya. Mereka menengok ke bawah. Tak berapa lama Yuda dan Baskoro menyudahi obrolannya dan turun ke bawah menuju gazebo.

"Gimana persiapan anak-anak, Ar?" tanya Yuda.

"Mereka sudah siap," jawab Arya.

"Kita dapat nomor urut dua, setelah anak-anak Pramuka," tambah Anton.

"O ya, Ar, bukankah ini hari yang dijanjikan Jack untuk mempertemukan dirimu dengan Goprak?" tanya Yuda.

"Iya, Yud. Tapi aku tidak tahu apakah Jack akan memenuhi janjinya. Apakah Goprak juga mau melayani tantangan dari seorang anak sekolah yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa di dunia anak-anak jalanan."

"Hmm, ada benarnya juga. Akan lain ceritanya jika yang menantang adalah seorang gali juga atau pemimpin genk lain. Setidaknya orang itu mempunyai pengaruh dan pengikut yang banyak."

Waktu pun terus berjalan seiring dengan kesibukan para siswa dan guru dalam melaksanakan kegiatan pembukaan orientasi siswa baru di SMA Delayota. Pukul sepuluh pagi acara dimulai. Bapak kepala sekolah memberi sambutan pembukaan. Kemudian dilanjutkan dengan acara demo dari tiap-tiap kegiatan ekstrakurikuler.

Tiba giliran nomor urut dua. Yuda sebagai koordinator ekstrakurikuler pencak silat maju naik ke panggung untuk memberikan sepatah dua patah kata sambutan. Kemudian dilanjutkan demo peragaan jurus-jurus pencak silat.

Empat orang pesilat cowok naik ke panggung memperagakan keindahan jurus-jurus seni beladiri. Mereka terlihat kompak dan bertenaga. Beberapa saat kemudian mereka saling berhadapan dan memperagakan gerakan jurus berpasangan. Setelah beberapa jurus mereka peragakan, satu pesilat bergerak ke tengah dan dikelilingi oleh ketiga temannya. Mereka memperagakan jurus untuk menghadapi lawan dalam jumlah banyak. Setelah beberapa saat mereka kemudian berdiri berjajar di tengah panggung agak ke belakang dan serentak membungkukkan badan. Selesai sudah demo dari ekstrakurikuler pencak silat. Yuda kembali naik ke panggung untuk memperkenalkan pengurus baru.

"Demikian tadi peragaan jurus dari ekstrakurikuler pencak silat. Untuk tahun pelajaran ini terjadi perubahan pengurus. Kepada saudara Arya Wibisono dari kelas dua fisika empat silahkan naik ke panggung," kata Yuda disambut tepuk tangan siswa-siswa lainnya.

Suasana aula bertambah riuh saat Arya tiba di atas panggung. Terdengar namanya dipanggil-panggil bak seorang artis. Cowok ganteng jago silat itu memang cukup dikenal di sekolahnya.

"Arya ... Arya ...," teriak Dewi ikut memanggil. Hingga dia tak sadar kalau Andini sudah tidak berdiri di sampingnya lagi.

"Din, ayo beri semangat pada Kak Arya!" kata Dewi tapi pandangan matanya tetap ke arah panggung.

"Din, Andini ...!" Betapa terkejutnya Dewi ketika menoleh ke samping, Andini sudah tidak berada di tempatnya.

"Wadhuh ...! Ke mana dia, ya?" Dewi tampak panik. Dia teringat pesan Arya untuk selalu menjaga Andini.

Ditengah kepanikannya, tiba-tiba suasana aula kembali heboh. Tepuk tangan dan sorak- sorai mengiringi seorang gadis manis berambut sebahu dengan tinggi tubuh sedang, berjalan menuju panggung. Pandangan mata Dewi pun tertuju pada gadis itu.

"Andini? Mau apa dia, ya?" gumamnya sambil bergerak maju ke barisan depan.

Kehebohan sedikit mereda ketika Andini terus melangkah naik ke panggung dan berdiri di samping Arya. Yuda dan Arya hanya bisa diam dan tertegun menyaksikan ulah Andini. Suasana mendadak riuh kembali ketika Andini tanpa permisi menyahut mikrophone yang dipegang Arya. Kemudian tangan kirinya menyahut tangan Arya dan digenggamnya. Arya terkejut dan menjadi salah tingkah. Sorak-sorai kembali menggema di ruang aula.

"Andini, kamu mau ngapain? Aku malu sama teman-teman," bisik Arya.

"Aku ingin menemanimu di sini, Kak. Aku ingin semua tahu kalau kita saling menyukai," kata Andini sambil memandang Arya. Dan tangan itu semakin erat menggenggam.

"Wadhuh, benar-benar usil itu Andini!" kata Dewi.

"Cewek itu temanmu? Kelas satu, ya?" tanya seorang cewek yang berdiri di samping Dewi. 

"Iya," jawab Dewi. Mereka saling pandang sejenak.

Lihat selengkapnya