Gaudencio membuka matanya dan mengernyit memandangi apa yang sedang dia lihat. Ruangan serba putih dengan aroma khas rumah sakit, Cio memegang kepalanya karena sebuah ingatan yang muncul di kepalanya.
Terakhir kali, yang dia ingat adalah rumah mereka yang sudah jadi lautan darah. Kakak pertamanya sudah tidak bernyawa, dan tubuhnya tergeletak di tanah, Kakak kedua dalam kondisi sekarat, dengan tubuh yang lemah.
Ibunya menangis melihat kondisi anak-anaknya, dia masih memeluk dan memanggil nama kakak pertamanya. Dan Ayahnya, berlutut di lantai dengan tubuh yang banyak luka, menatap tidak percaya pada seorang gadis yang sedang tertawa sambil memegang pistol di depannya.
Gaudencio sat itu kembali ke rumah karena mendapatkan laporan dari pengurus rumah kalau sesuatu sudah. terjadi pada keluarganya, awalnya Cio tidak peduli. lagi pula dia sudah memutuskan hubungannya hampir setahun.
Keluarganya juga tidak peduli padanya, Ayah, kakak dan Ibunya lebih mementingkan Anak angkat yang di pungut ayahnya di jalan. Tapi, seberapapun Gaudencio mencoba menolak, kakinya tetap saja membawanya ke rumah yang tidak banyak kenangan ini.
Bau amis darah tercium di hidungnya dan para pengawal tergeletak tidak bernyawa di halaman rumah. Rumah itu adalah satu-satunya yang tersisa setelah keluarganya bangkrut.
Singkat cerita dia melihat kondisi ayahnya dan pistol yang akan di tembak ke arah ayahnya, tubuhnya dengan refleks berlari dan menjadi perisai untuk sang ayah.
Dor!
Cio merasakan rasa sakit tepat di jantungnya kemudian dia muntah darah. Cio jatuh di lantai, dengan sisa hidupnya dia masih bisa dengan samar mendengar Omelan ibunya yang memarahi Ayahnya.
Ibunya menangis histeris...
Kemudian, semuanya menjadi gelap.
“Bagaimana aku bisa berada di sini? Kenapa tanganku kecil dan suaraku juga seperti anak kecil?”
Ugh...
Kepalaku sakit...
Pintu rawat inap terbuka dan menampilkan perawat, dua pemuda sekolah menengah atas dan yang paling belakang, ada seorang wanita yang sangat berkesan di akhir hidupnya.
“Mami...”
Wanita itu tidak menjawab, tetapi Cio bisa melihat wajah maminya tersenyum lembut dan matanya juga terpancar perasaan lega. Cio tahu dia sama sekali tidak dekat dengan keluarganya, faktor penyebabnya adalah sang ayah.
Dua remaja yang berdiri di samping maminya, adalah Michael dan Leon kakak laki-lakinya sendiri. Sementara sang ayah, Theo tidak ada diantara mereka.
Yah, itu.wajar karena ayahnya membenci dirinya.
Theo sempurna dari segala sisi sayangnya dia memiliki satu kekurangan, dia tidak bisa menghasilkan anak perempuan. Tiga kali percobaan, semuanya adalah anak laki-laki. Dan Cio menjadi yang paling bungsu, sekaligus yang paling dibenci oleh pria itu.
Karena dirinya, sang mami sudah tidak bisa mengandung lagi.
“Bagaimana kondisimu?” Cio memperhatikan ada kekhawatiran di wajah sang mami, Katrina Ganendra.