Tinggal menghitung hari, batin wanita berusia muda dua puluh empat tahun itu menatap diri di balik cermin yang panjang dan lebar. Menampakkan dirinya dengan balutan gaun pengantin yang sederhana, namun elegan.
"Cantik." Ucap salah satu pramuniaga itu memuji Khalisa menatapnya di cermin.
"Sungguhkah?"
Wanita itu kemudian mengangguk dan menarik tirai membukanya lebar. Sehingga, memancing calon suami dan ibu mertuanya itu kini beranjak dari sofa lalu menghampirinya.
"Gimana, Mas?" Tanya Khalisa menatap Hasbi penuh harap. "Ini itu... Gaun yang selama ini aku inginkan untuk aku pakai kalau aku menikah nanti. Bagus kan, Mas?"
Hasbi melempar senyum dan memandang kekasihnya dengan mata yang penuh perhatian. "Kamu cantik, sayang." Katanya. "Kamu pakai gaun manapun... Sangat cocok di tubuh ideal kamu."
"Benarkah?"
Renata yang sedari tadi menyimak, berdeham panjang kemudian. Memancing, mata keduanya terpusat pada wajahnya. "Kalau menurut Mama, gaun ini tuh sederhana banget!" Komennya mentah-mentah.
Khalisa tertegun saat mata Renata menatap tajam dirinya dari atas kepala hingga ujung kaki. "Kamu gak sadar, gaun yang kamu pakai itu sama sekali gak ada potongan yang sempurna di tubuh kamu! Gaun di butik ini kan banyak, hiasan-hiasan di gaunnya pun sama sekali tidak menarik. Sederhana. Tapi... Sederhana sekali!"