Beberapa Minggu Kemudian...
Pagi-pagi sekali, Khalisa terbangun bergegas pergi ke kamar mandi. Perutnya terasa mual diikuti pusing dan tidak enak badan.
Di depan cermin kamar mandi, wajahnya sangat pucat dan lemas. Ia mengingat-ingat apa yang di makannya tadi malam. Mengapa bisa separah ini? Batinnya kembali merasakan perutnya berputar-putar.
"Sayang!" Hasbi mengetuk pintu kamar mandi dengan khawatir. "Sayang, kamu kenapa?"
Tak ada suara dari dalam. Namun, tak lama ia melega saat kenop pintu bergerak memutar dan Khalisa keluar dengan kondisi yang mengkhawatirkan. "Sayang, kamu kenapa?"
"Mas, aku mual dan kepalaku pusing banget." Jawab Khalisa dengan suara lemah dan bergetar.
"Sebelum aku pergi kerja kita ke dokter, ya."
"Tapi kalau kamu telat ke kantor, gimana?"
"Sayang, kamu gak perlu mikirin urusan aku. Yang penting sekarang aku antar kamu ke dokter, ya."
Khalisa mengangguk. Ia mulai berjalan yang di tuntun oleh Hasbi. Mereka bergerak menuju lantai bawah, menerobos ruang makan dan ruang keluarga.
"Maaa..." Kata Hasbi sambil menolehkan pandangannya ke setiap penjuru. "Heran, biasanya Mama sudah ada di meja makan."
"Mungkin Mama masih tidur, Mas. Kemarin Mama pulang cukup larut malam dari acara teman arisannya." Kata Khalisa.
Mereka keluar dari rumah dan bergerak menuju mobil. Khalisa berhasil masuk ke dalam mobil, sementara Hasbi masih perlu mencari keberadaan Renata, sesaat sebelum mereka pamit pergi.
Hasbi mencari Renata di dalam kamarnya. Wanita itu tak ada di sana. Namun, terdengar suara tawa dari halaman belakang, Hasbi begerak ke sumber suara...
"Mama lagi telponan sama siapa..." Gumamnya saat berhasil mendapati Renata membelakanginya sambil terus berbincang ria bersama ponselnya di tepi kolam halaman belakang.
"Ma."
Renata berbalik dan mendapatinya. "Usah dulu ya, jeng. Nanti kita sambung lagi."
Renata mematikan sambungan telepon dan bergerak mendekati Hasbi. "Kamu belum berangkat?"
"Ma, Khalisa tadi mual dan pusing. Aku antar Khalisa dulu ke dokter ya, Ma. Aku khawatir sama Khalisa."
Renata mengernyitkan sebelah alisnya heran. Apa jangan-jangan... Khalisa, hamil?
"Ma?" Hasbi mengejutkan.
"Uhm. Iya." Angguk Renata. "Kabari Mama nanti."
"Iya, Ma. Aku pamit dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab Renata sambil memendam rasa curiga dan ketidaksabaran untuk mengetahui apa yang sebenarnya anak menantunya itu alami.
****
Khalisa masih nampak lemas dan pucat usai menjalani serangkaian pemeriksaan sang dokter yang mulai terduduk di hadapan mereka.
"Gimana kondisi istri saya, dok?" Tanya Hasbi penuh kecemasan.
Dokter tersebut memandang Khalisa dan Hasbi bergantian dengan senyum lembut sebelum menjawab. Tak lama, matanya memandang lurus Hasbi. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak. Istri Anda hanya mengalami morning sickness, gejala yang umum dialami oleh wanita hamil pada trimester pertama." Hasbi dan Khalisa saling menatap, keduanya terkejut dan gembira atas kabar tersebut. "Jadi, istri saya...?" Hasbi tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena terlalu gembira. Dokter tersebut mengangguk dan tersenyum, "Ya, Pak. Istri Anda hamil. Selamat ya, Pak... Buk."
Hasbi dan Khalisa saling menatap, keduanya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka. Mereka berdua tersenyum lebar, dan Hasbi segera memeluk Khalisa dengan erat. "Alhamdulillah," kata Hasbi dengan suara penuh rasa syukur. "Akhirnya aku akan menjadi calon Ayah."
Khalisa tertawa tanpa suara, Ia juga tidak bisa menahan air matanya, Ia meneteskan air mata kebahagiaannya dan memeluk Hasbi dengan erat.
Sementara itu, dokter tersebut tersenyum dan mengangguk, ia kemudian kembali memfokuskan matanya memandang Hasbi. "Agar kandungan istri anda sehat, tetap rutin memeriksakan kondisi istri anda ke dokter kandungan ya, Pak. Dan, juga... jangan lupa untuk memberikan nutrisi yang cukup dan seimbang kepada istri anda. Terakhir, hal yang paling penting... mohon jaga kesehatan mental dan emosional istri anda, sebab itu adalah sesuatu yang sangat harus di perhatikan selama kehamilan istri anda berlangsung."