Gaun Panjang Hitam dan Sepatu Lars

Rindu Kelana
Chapter #5

Kesedihan Sebagai Hak

Kesedihan adalah hakku

Ingin kukatakan kepada semua orang

bahwa aku kehilangan

Tapi jangan ganggu aku


Aku ingin berkabung

dan tak ingin dihibur


Rindu Kelana.


Pagi itu mendung. Awan tebal menutupi langit sebelah timur. Bu Haji Samsudin tertidur di kursinya. Dua ekor kucing meringkuk, satu dekat kakinya dan satu lagi di atas keset depan pintu. Yoan juga lebih banyak diam. Ia sibuk mengorek-ngorek tanah yang menyelip di dasar sepatu botnya karena tadi malam dia melewati jalan-jalan yang becek. Rafa menghirup dalam-dalam uap wangi melati dari teh hangat dalam mug keramik di tangannya. Ares sedang menghabiskan acar timun yang dibawa Yoan. Baruna Sedang menulis-nulis sesuatu di buku catatan.

Lalu terdengar derit pintu gerbang besi dibuka. Mengejutkan, Cynthia datang lagi. Gayanya masih seperti kemarin. Sneakers, celana model bootcut, kaos ketat dan push-up bra.

"Pagi Yoan," Ia menyapa Yoan, yang duduk di sisi terluar.

Yang disapa menjawab pelan.

Baruna menghampiri. Cynthia menyerahkan kantong kresek di tangannya: buah semangka yang sudah dipotong-potong. Mata Baruna berbinar, menoleh ke Ares dan Rafa sambil berkata, "Viagra alami, Broer!"

"Hah? Apaan? Buah pinang? Semangka?" tanya Ares.

Cynthia berjongkok di depan Yoan duduk. "Sepatu kamu keren," katanya. "Boleh liat. Aku pingin banget pakai boots tapi posturku ngga cocok."

"Ini sepatu tentara," kata Yoan. "Aku beli di pasar loak."

"Oh ya? Boleh lihat?" tanya Cynthia. "Tadinya Aku pikir ini fashion boots."

Ia mengamati sepatu di tangannya. Ada tertulis made in Switzerland. "Kulitnya asli dan halus, desainnya juga oke banget. Dan empuk lho dalemannya. Modelnya lama ini. Beda dengan yang dipakai polwan atau tentara sekarang."

"Kamu ngerti fashion ya," kata Yoan. "Coba aja pake."

"Hahaha, ngga cocok sama aku. Keren banget kalau dipakai sama yang tinggi langsing kayak kamu," kata Cynthia sambil meletakkan kembali sepatu itu. "Hmm, aku diantar mamaku, pamit dulu, ngga bisa lama-lama, mamaku nunggu," katanya sambil menunjuk ke arah jalan. Ia melambaikan tangan ke arah Ares dan Rafa, yang membalas dengan ucapan terima kasih untuk semangka yang ia bawa.

"Baruna, anterin Cynthia," kata Yoan.

"Siap Bos," kata Baruna bangkit dan kemudian mendampingi Cynthia berjalan ke luar pekarangan menuju jalan.

Sepanjang perjalanan menuju kampus, Yoan terlihat murung. Sesekali ia menendang kerikil di jalan sehingga menggelinding masuk ke selokan. Jarak dari kos ke jalan raya sekitar 10-15 menit, menyeberang dan menyusuri jalan pintas hingga ke pagar kampus sekitar 5-10 menit. Kampus mereka amat luas, dan ada banyak pintu masuk kecil, selain gerbang utama. Dari pintu kecil di pagar itu, diperlukan lagi sekitar 10-15 menit untuk sampai ke Fakultas Sastra.

Ares berbisik menanyakan apakah Yoan sudah minum obat. Gadis itu menggeleng. "Nanti setelah makan."

"Kamu musti sarapan juga."

"Males," jawab Yoan.

"Obatnya kan harus diminum pagi."

"Aku bawa roti. Nanti saja."

"Masa cuma roti."

"Roti isi kornet, ada kejunya juga."

"Kamu tadi dari rumah?"

Yoan mengangguk.

Ketika mereka tiba di kampus, teman-temannya sedang heboh dengan sebuah berita baik. Misyel mendengar bahwa Bu Safrida akan diangkat menjadi guru besar.

"Ini baru gosip ya. Resminya sih kita lihat saja pas perayaan Dies Natalis nanti." [Dies Natalis = perayaan hari lahirnya suatu perguruan tinggi.]

Rafa menoleh ke arah Yoan, dilihatnya mata gadis itu berembun, dan perlahan-lahan terlihat berkaca-kaca.

"Kamu kenapa?" bisik Rafa.

Yoan menarik nafas. "Ngga tahu, aku pengen nangis dengar Bu Saf jadi Profesor."

"Yasudah nangis aja."

Yoan mengalihkan pandangan ke jendela. Ia menggerakgerakkan kedua tangan, menjadikan jari-jarinya sebagai kipas, berusaha mencegah air mata menetes dari matanya.

"Kenapa ditahan? Nangis aja," kata Rafa.

"Malu, kalau sudah nangis, aku susah berhenti."

"Masa Yoan malu," kata Baruna.

"Goblok," kata Yoan. "Emangnya aku gatau malu."

Ia menendang kursi yang diduduki Baruna.

"Manis gula jawa, abis nangis ketawa." Baruna menyanyikan syair lagu yang biasa digunakan untuk memomong anak-anak.

"Diem ngga!" bentak Yoan.

"Halo, halo, perhatian, perhatian," Misyel berseru di depan kelas. "Bu Saf sedang ada acara mendadak, jadi ini ada tugas laporan bacaan." Misyel membagikan lembar-lembar kertas itu ke teman-temannya yang duduk di depan. "Oper ke belakang, guys."

"Apaan ini, serem amat," kata salah satu yang duduk di depan, menelusuri kertas di tangannya.

"Iya serem," kata Baruna. "Bahasa Inggris, lay. Mampus kau."

Lihat selengkapnya