Gedith Woman

Anglint
Chapter #9

Ch 9: Kabur

Saat ini Alessia sedang berada di studio, studio dimana banyak alat gambar baik digital dan manual. Sama seperti Alessia, Alessia yang asli juga menyukai seni dan melakukan pekerjaan lepas untuk menambah uang jajan. Meski dirinya istri durhaka, Elleon selalu mengirimkan uang yang cukup.

"Selesai."

Alessia memutar kursinya dan menelpon seseorang.

"Ah saya ingin memesan barang. Kira -kira kapan bisa dikirim ya. Oh baik 2 minggu lagi ya."

Dua minggu lagi hadiah ulang tahun untuk william akan dikirim. Sebenarnya Alessia juga ingin membelikan sesuatu untuk merayakan kemenangan william, tapi melihat prestasi putranya akan terlalu dimanjakan jika terlalu sering membeli hadiah. Dan perlu Alessia ingat bahwa sekarang dirinya punya lima putra, meskipun mereka punya banyak uang tetapi hadiah terlalu sering akan buang-buang tenaga dan lama-kelamaan akan kehilangan esensinya.

"Apa buat perayaan saja ya?"

Bukan perayaan besar, mungkin seperti perayaan ulang tahun yang lalu tapi lebih ramai, Alessia akan meminta Elleon untuk datang dan juga berusaha mengundang ketiga putra kembarnya yang belum dia temui semenjak Alessia bangun di tubuh ini.

Ting nong....

Cklek.

"William? Kenapa kak?"

Alessia terkejut melihat putranya malam-malam ke rumahnya. Putranya yang saat ini kelas dua SMA itu kembali ke rumahnya, bukannya pulang ke tempat ayahnya setelah pertandingan. Alessia yang ingin membahas kemenangan putranya mengurungkan niatnya karena melihat wajah lesu putanya.

"Kakak lagi ga mau pulang ma, nanti papa marah."

"Ya sudah. Ini sudah malam, kamu tidur di kamarmu ya. Sudah makan?"

William mengangguk, sebelum datang ke sini dia dan timnya sudah makan bersama dan bahkan main game bersama. Tetapi mengingat ulahnya tadi siang dia ragu untuk pulang. Tentu saja takut dimarahi oleh papanya karena perusahaan papa Alinea adalah partner kerjasama perusahaan keluarga Gedith sejak dua puluh tahun yang lalu.

"Bau catnya sudah hilang kan. Mama kira bakal lama loh, tapi ternyata dua jaman baunya udah hilang. Kamarnya kakak masih isi kasur sama rak buku satu. Kapan-kapan kita belanja ya."

Alessia membukakan pintu untuk putranya, ruangan yang berada di sebelah ruangan Rean.

"Iya ma. Pakai uang papa kan?"

BUkannya apa, tapi bisa saja mamanya kembali seperti dulu jika kehabisan uang, karena menurut William, uang bisa dengan mudah mengubah seseorang.

"Ya tentu. Sudah sana mandi terus tidur."

Wiliam masuk ke kamar miliknya di rumah ini. Berbeda dengan kamar Rean yang dicat biru langit dan navy, kamar william di cat dengan warna abu-abu muda dengan aksen kayu di satu sisi ruangan. Entah kenapa ruangan itu benar-benar terasa seperti dirinya. Tenang dan keras seperti batu, tak tergoyahkan dan tetap berada di tempat yang sama tanpa ingin berpindah.

William yang sudah selesai dengan rasa harunya memutuskan mandi dan mengganti pakaiannya. Sebelum datang ke rumah mamanya, dia sudah membeli setelan pakaian untuk ganti, karena dia tahu mana ada pakaiannya di rumah mamanya.

Pluk...

Handuk basah yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya terjatuh ke lantai bersamaan dengan terlelapnya pemuda tampan itu. Sudah lama dia tidak tidur setenang ini. Mungkin karena dirinya terlalu lelah hari ini.

.

.

.

Nasi goreng dan telur dadar. Sarapan pagi sederhana tersaji di piring William, bukan pembelaan, tetapi semalam Elleon datang dan menceritakan alasan kabur William lalu pergi saat dini hari untuk kembali pagi ini, mana sempat Alessia memasak makanan yang lebih layak. Ditambah saat ini papanya yang menatap William tajam, sulit bagi pemuda itu untuk menyendokkan nasi ke mulutnya.

.

"Papa tidak pernah mengajarimu sebagai pengejut Will. Kamu tidak pulang karena takut papa marahi,"

Lihat selengkapnya