Gedith Woman

Anglint
Chapter #24

Ch: 28-30

Alunan musik dari speaker keluar dengan jernih memenuhi sudut kebun hotel. Perayaan ulang tahun ke-16 yang beratap langit malam cukup kontras dengan latar yang sebelumnya William lihat. Suasana yang cukup menyenangkan daripada yang tadi dia lalui.

.

.

.

William tidak bisa tidak terkejut saat dirinya pulang ke rumah saat sore dan melihat adik kembarnya berkumpul bertiga, tanpa Rean dan mama mereka. Jawaban singkat kalau Rean main di rumah Bertha dan mama mereka sedang istirahat sudah cukup bagi William.

Dirinya yang akan duduk di kursi kosong sebelah Orion untuk memakan jatah kue miliknya urung karena telpon dari papanya.

Telpon singkat seperti papanya biasa bersikap. Pria itu segera menutup telepon setelah apa yang ingin pria itu perintahkan sudah tersampaikan.

"--Bersiaplah."

William memang tidak lupa, tapi dia hanya malas untuk menghadiri acara tahunan ini. Tahun ini berbeda dengan tahun lalu, dimana dirinya tahun lalu masih diperlakukan sebagai anak-anak. Tahun ini dirinya hadir bukan hanya sebagai putra Elleon Gedith, tapi juga sebagai teman Alinea.

William kembali menyimpan kue miliknya di lemari es dan segera bersiap. Semuanya sesuai dengan pesanan papanya. Model rambut, setelan mahal, jam tangan mewah, dan sepatu hitam yang mengkilap. Ironisnya ini selalu terjadi saat dirinya harus hadir sebagai putra pertama dari keluarga Gedith, tuntutan yang ditujukan hanya pada dirinya.

William keluar dari kamarnya dan menatap kembar tiga yang menatapnya.

"Aku selalu merasa aneh dengan penampilanmu yang seperti itu."

"Apa tidak bisa, setidaknya di acara ini, bersikap seperti biasa? Ini acara ulang tahun temanmu kan?"

Orion yang mulutnya tidak terpasang rem dan Caldion yang tanpa sadar selalu melewati batas. Kedua adiknya itu tetap sama seperti biasa. Pola sederhana yang William rasakan ketika kembar tiga berkumpul bersama. Selanjutnya sudah pasti giliran Gideon, yang selalu mengatakan fakta paling menyesakkan.

"Kalian berdua berhenti berkata seperti itu. Seorang pewaris Gedith memang harus berpenampilan seperti itu. Kak, jangan lupakan hadiahmu. Kami tidak ingin berada di posisi seperti tiga hari lalu."

'Benar kan.'

William menjawab dalam pikirannya. Pada akhirnya ketiganya sama. Mungkin ini juga salah satu alasan dulu dirinya lebih dekat dengan Rean dibanding dengan ketiganya. Dia tidak pernah bisa masuk dalam lingkaran yang hanya ada mereka atau mungkin dari awal dirinya tidak diizinkan masuk.

"Aku akan menunggu papa di luar. Lanjutkan makan kalian dan bersihkan sekalian. Kalian juga hubungi dokter kalian dan tanya kapan Rean pulang. Pastikan semuanya dalam kendali saat papa dan aku keluar dan mama beristirahat."

Meskipun hanya anggukkan dari Caldion, William dapat tahu dari tatapan mereka bahwa mereka memahami tugas mereka.

"Aku pergi."

.

.

.

Seperti biasa, perjalanan dengan papanya berarti William duduk di samping sopir dan papanya akan tetap bekerja di kursi belakang. Sejak mamanya berubah, kondisi keluarga mereka membaik. Lebih tepatnya hubungan mereka termasuk papa dengan mama, tetapi hubungan William dan adik-adiknya dengan Elleon tetap sama. Kepedulian yang dihargai dengan uang, waktu yang ditentukan papa, dan perintah yang harus dipenuhi.

Ah, untuk William ada satu lagi. Dia harus menjadi penerus yang sempurna. Tuntutan itu dibandingkan dengan Elleon, lebih sering dia terima dari kakek, nenek, dan orang lain.

Musik klasik yang dimainkan langsung, para orang-orang dewasa dengan senyum palsu. Pemandangan nostalgia, namun sebenarnya aneh jika dipikir. Ini perayaan ulang tahun remaja berusia 16 tahun, tetapi minuman seperti wine ada di seluruh meja. Bahkan, William tidak melihat sang tokoh utama. Ini kejadian aneh yang sudah biasa.

Seperti biasa, dirinya menyapa beberapa kolega ayahnya bersama dengan ayah serta sekretarisnya. Hal yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya adalah alasan bahwa dirinya masih anak-anak tidak bisa digunakan. Mau tidak mau dirinya harus berada di sini sampai acara selesai.

"William, kau sudah menyapa yang perlu kau sapa? Teman-temanmu ada di kebun belakang, Alinea juga di sana. Anak muda harus menghabiskan waktu dengan anak muda. Tinggalkan saja kami, dan nikmatilah waktumu."

William tersenyum dan mengangguk. Papa Alinea sebagai tokoh utama di aula para orang dewasa sudah memberikannya izin untuk meninggalkan aula. William dengan santai sekaligus lega akhirnya bisa pergi dari sana. Pria itu juga sempat membisikan sesuatu ke telinga William.

"Jangan membuat Alinea menangis lagi."

.

.

.

Perempuan yang akhirnya kembali seusia dengannya itu berdiri di tengah-tengah temannya. Perempuan itu sama sepertinya, tidak terlalu banyak memiliki teman. Hanya saja Alinea lebih suka terlihat menonjol dibandingkan dirinya.

William menghampiri tokoh utama malam ini dan memberikan hadiahnya yang terbungkus kertas berwarna ungu.

"Selamat ulang tahun."

Bagi Alinea ini adalah hadiah pertama dari William, dan hari ini adalah kali pertama dirinya menerima hadiah dengan tangannya sendiri. Sama seperti William, sampai tahun lalu dirinya juga bagian dari aula para orang dewasa yang membosankan.

"Terima kasih."

Setelah mendengar jawaban Alinea, William berniat mencari entah di pojokan manapun untuk menyendiri. Tapi saat akan pergi, ujung pakaiannya ditarik oleh perempuan itu.

"Boleh aku buka sekarang?"

"Kalau aku melarangmu, apa kau tidak akan membukanya?" Tanya William.

"Akan kubuka saat kau membalikan badanmu."

Bisa dibilang malam ini Alinea terlalu bersemangat. Dirinya memang sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengharapkan William lagi. Tapi di hari ulang tahunnya ini dirinya ingin menjadi tamak untuk terakhir kalinya, anggap saja kado bagi dirinya sendiri.

Alinea bisa melihat William menghela napas, dia terkekeh dalam hati, tingkahnya selalu saja membuat William kewalahan kan. Tapi dia ingin egois hari ini, lebih dari biasanya.

"Apa kalau aku tetap di sini dan tidak membalikkan badan kau tetap akan membukanya?"

Jika saja William bukan tipenya, Alinea akan bersikap biasa. Tapi jika William yang mengatakannya, dia tidak bisa tidak salah tingkah. Dia membawa hadiah William ke wajahnya, berharap benda itu bisa menutup wajahnya. William yang tiba-tiba baik tidak bisa tidak membuat sudut bibirnya terangkat. Sudah Alinea duga, move on itu sulit.

Tingkah konyol pasangan drama genre tragedi, slice of life, dan sekolah itu menjadi tontonan bagi undangan Alinea yang lain. Bagi mereka cukup menyegarkan ada adegan bukan saling teriak, sindiran sepihak William, atau deklarasi sekaligus obsesi Alinea.

Adegan itu berlangsung cukup lama hingga para undangan menganggap mereka berdua sebagai hiasan kebun. Alinea yang menatap rumput sambil tetap memegang ujung pakaian William dan William yang tidak memalingkan badannya. Mereka bertanya-tanya, 'memangnya hadiah apa yang diberikan remaja itu, sampai-sampai dia tidak ingin orang lain tahu.'

Sayangnya penonton kembali kecewa karena William segera pergi karena mendapat telepon. Sayup-sayup mereka semua tahu bahwa dia harus kembali karena panggilan dari papanya. Mereka harap Alinea akan membuka hadiah yang membuat mereka semua penasaran, tetapi perempuan yang mabuk asmara itu hanya menyimpannya.

"Kau tidak membukanya sekarang?"

Andrea, teman Alinea yang paling ingin tahu diantara tamu undangan dan yang berani bertanya.

Lihat selengkapnya