Gedith Woman

Anglint
Chapter #27

Ch: 37-39

Berdasarkan kesepakatan yang dirinya buat dengan Alessia, William sudah menunggu mamanya itu di salah satu cafe untuk sarapan bersama. Memang seperti yang dirinya katakan kemarin kepada adiknya, dirinya tidak memiliki rencana apapun untuk hari ini.

Dirinya melihat-lihat ponselnya untuk mencari sesuatu yang sekiranya bisa dia lakukan hari ini.

William rasa si kembar atau papa mereka mungkin akan mengajak mama mereka ke semua tempat rekomendasi yang tertulis di internet. Oleh karena itu dirinya hanya akan menghabiskan waktu liburannya dengan normal, mengunjungi semua tempat yang ingin mamanya kunjungi.

Tring~

Bel pintu cafe berbunyi dan seorang perempuan duduk di depan William.

"Apa kau menunggu lama?"

"Tidak ma, mama dari mana?"

"Ah, ini."

Alessia meletakkan sebuah kotak kecil di depan William. Kotak itu dibungkus dengan kertas pembungkus berwarna ungu dengan aksen warna emas.

"Bukalah!"

"Apa ini ma?"

"Kau mengatakan bahwa kau menghilangkan kado ulang tahunmu kan? Mama melihat ini dan memberikannya padamu."

Saat William membuka bungkusan kado miliknya dan membuka tutup dari kotak kecil itu dirinya sedikit terkejut.

"Bukankah sekarang kau jadi memiliki barangan pasangan dengan perempuan itu?"

William terdiam, sebenarnya dirinya sudah menahan diri untuk tidak berteriak karena tingkah mamanya. Bagaimana tidak, mamanya berkata seperti itu sambil tersenyum jahil. Apalagi beberapa pasang mata menatap ke arah mereka berdua. Dirinya sedikit paham sih, bagaimanapun dirinya dana mamanya saat ini bukankah terlihat seperti dirinya adalah pasangan yang lebih muda dan menerima segalanya dari seorang wanita.

William berusaha mengabaikan semua pandangan dan melihat tali hitam dengan bandul kecil bunga dandelion yang berada di dalam resin berbentuk bola. Hadiahnya memang berbeda untuk dikatakan sebagai barang pasangan tapi bisa dibilang sedikit mirip.

Lagipula memangnya dari mana mamanya tahu hadiah apa yang dirinya berikan kepada Alinea?

Alessia yang melihat William tertegun, mengangkat tangannya untuk memesan sarapan mereka.

Keduanya sarapan tanpa suara, Alessia tidak berbicara karena melihat William beberapa kali mencuri pandangan ke arah gelang hitam yang langsung dia pakai?


"Apa itu benar-benar sama dengan yang kau berikan padanya?"


William menggeleng.

"Ini berbeda, tapi aku menyukainya."

.

.

.

.

William sebenarnya ingin membawa mamanya ke tempat kesukaan mamanya, mungkin galeri seni atau mungkin toko alat tulis. Tapi mungkin saudaranya yang lain akan membawa mama mereka ke sana. Pemikiran itu yang membuatnya membawa mamanya ke toko buku yang berada di gang sempit ini.

"Apa mama mengerti yang tertulis di sana?"

"Apa kau sedang meremehkan mama?"

William menatap buku yang berada di rak paling atas untuk menghindari pandangan mamanya. Itu karena pernyataan mamanya benar. Dirinya tidak berpikir mamanya mengerti kata demi kata yang dicetak di buku yang dipegang mamanya.

Alessia menatap William dengan usil, bagaimanapun memang mereka tidak sedekat itu. Dirinya cukup bersyukur untuk mengetahui apa hobi dan makanan kesukaan putra-putranya. Bagi Alessia tidak mengetahui apa tentang keluarganya itu sebuah kesalahan, dan keluarga yang tidak mengenali baik Alessia asli atau dirinya merupakan bagian dari kesalahan kedua Alessia. Jarak yang telah dibentuk selama tujuh belas tahun tidak bisa tiba-tiba menghilang begitu saja.

"Kenapa mama tidak berhenti menatapku?"

William kembali melihat mamanya karena mamanya tidak berhenti untuk menatapnya.

Alessia tersenyum.

"Kau tumbuh dengan baik."

Keheningan tercipta di antara keduanya, tetapi tidak ada rasa canggung di sana. William merasa senang karena menerima pujian seperti itu. Karena akhirnya dia bisa menjadi anak yang dapat dibanggakan oleh mamanya.

"Hm, aku tumbuh baik-baik saja. Terima kasih kepada tuhan, papa, dan mama."

"Bukankah kau membenci mama?..."

Alessia menghentikan kalimatnya, dirinya butuh untuk menarik napas untuk mengakui dosa Alessia.

"Karena mama tidak bisa memberikan apa yang kau butuhkan selama ini."

William memutar sling bag miliknya dan mengeluarkan selembar kertas.

Sejak beberapa bulan ini dirinya selalu membawanya dan menjadikannya menjadi sesuatu yang sangat berharga baginya.

William mencoba untuk tetap bertingkah sekeren mungkin tetapi justru canggung yang dilihat oleh Alessia.

"Sebelumnya aku kira mama hanya menyayangi Rean saja. Aku kira mama mengabaikan kami."

"Tapi aku menemukan ini saat menempati kamarku."

Alessia melihat selembar foto yang juga merupakan barang berharga baginya. Foto William kecil dengan tulisan 'I Love You, Baby Will'. Bagi William foto itu mungkin menjadi bukti bahwa dirinya tidak dibenci oleh mamanya, sedangkan bagi Alessia, foto itu adalah bukti bahwa Alessia yang asli setidaknya 'pernah' mencintai William.

Tekad Alessia sama seperti saat dirinya baru saja sampai ke tubuh ini, jika Alessia asli telah membuang keluarganya maka Alessia akan menjadikan mereka keluarganya.

Karena sungguh, terpisah dengan keluarga adalah sesuatu yang menyesakkan.

"Kau menyukainya?"

William mengangguk.

"Mungkin mama memiliki alasan tersendiri atas sikap mama. Semakin bertambah usiaku aku menyadarinya, ditambah setelah melihat foto ini."

William tersenyum melihat mamanya dan melanjutkan kalimatnya.

"Mungkin sebenarnya sejak dulu mama mencintai kami."

Alessia yang melihat itu hatinya merasa tertusuk, Ah... perilaku dirinya terhadap Orion dulu kembali terputar. Alessia yakin bahwa Alessia yang asli menyayangi Rean dan William. Tapi tidak dengan si kembar, terutama Orion. Karena bagaimanapun juga Alessia asli pernah berniat untuk membunuh Orion.

Apalagi sejak awal, si kembar tidak memiliki ruangan di 'rumah' Alessia. Jika Alessia sudah menyiapkan ruangan Rean, berarti jelas si kembar sudah lahir. Dan jika Alessia tidak menghancurkan kamar William berarti dirinya masih menganggap William dan posisi Rean tidak akan menggantikan William.

Mengabaikan ruang kerja Elleon yang sekarang menjadi kamar Orion, kamar yang saat ini ditempati oleh Gideon dan Caldion adalah bekas dari kamar asisten rumah tangga. Anak-anak mungkin belum menyadarinya, tapi melihat juga adanya seorang pengasuh william, sudah jelas bahwa kedua kamar yang ukurannya lebih sempit dari milik William atau Rean itu memang tidak didesain atau direnovasi untuk putra seorang Gedith.

Sejak awal Alessia tidak menginginkan Orion, Gideon, dan Caldion.

"Ma? Mama baik-baik saja?"

Alessia yang tersadar akan lamunannya hanya tersenyum. Dirinya sudah bertekad menggantikan Alessia asli, dirinya tidak mau untuk membuat putranya khawatir.

"Mama baik-baik saja, jadi sekarang kita mau kemana lagi?"

Alessia berjalan ke arah kasir untuk membeli buku yang dia sukai dan meninggalkan William yang belum memiliki rencana.

.

.

.

Belum tiga langkah meninggalkan toko, seseorang menabrak Alessia dan baik Alessia dna WIlliam tahu bahwa seseorang itu adalah copet.

Alessia heran dengan nasibnya, kenapa dirinya bisa dicopet dua kali, padahal hampir delapan belas tahun hidupnya dulu tidak pernah bertemu yang namanya pencopet. Meskipun langsung bertemu dengan pembunuh sih.

Reflek William berlari mengejar pencopet itu dan tentu saja Alessia kehilangan jejak keduanya.

"Kenapa dikejar Will? Polisi di sini kerjanya bagus."

Begitu kehilangan jejak, Alessia mencari petugas terdekat dan menjelaskan keadaannya.

.

.

.

Bagaimanapun juga seorang turis asing mengejar pencopet yang sudah menyiapkan jalur kabur hasilnya sudah jelas adalah kekalahan telak.

Dan bodohnya, saat ini dirinya tersesat. William merasa malu, bagaimana dirinya bisa tersesat dan terpisah dengan mamanya padahal sudah sebesar ini.

"Jadi bagaimana aku bisa menemukan mama?"

Lihat selengkapnya