Gedith Woman

Anglint
Chapter #30

Ch 46-48

Ch 46: Gideon

Si kembar telah menyelesaikan ujian percobaan dan saat ini sedang berada di rumah. Pesan dari Rean yang mengatakan bahwa papa mereka mengirim dirinya dan William ke Rumah kakek dan nenek mereka membuat si kembar menjadi kesal. Sudah jelas bahwa ini semua adalah ide papa mereka untuk melakukan monopoli.

“Gimana kalau kita kesana sekarang.”

“Bukankah ini sudah terlalu malam.”

“Kita bisa mencari penerbangan terdekat, kita juga akan menghubungi kakek dan nenek. Jadi seharusnya aman.”

Saling diam dan menatap namun kembar tiga Gedith saling mengerti. Mereka segera mengemasi keperluan mereka dan memesan tiket.

Perjalanan selama 9 jam mereka habiskan dengan tidur, bagaimanapun juga mereka masih dalam usia pertumbuhan.

Ting~

Begitu mereka kembali menginjakan kaki di daratan sebuah pesan masuk ke ponsel mereka, lebih tepatnya di grup para putra Gedith.

Sebuah sematan lokasi yang dikirimkan oleh Rean.

Dan itu adalah alasan si kembar bisa sampai ke studio foto.

.

.

.

Setelah mengambil foto mereka, mereka semua memutuskan untuk melanjutkan jalan-jalan mereka. Hari ini adalah giliran Gideon. Gideon dan Alessia mengantar anggota keluarga lain yang kembali ke hotel dengan menggunakan mobil yang diberikan oleh Trisha.

“Jadi sekarang kita harus kemana?”

Alessia bertanya ke Gideon.

Gideon menatap netra mamanya dan hanya terdiam. Bisa dibilang dia sedikit canggung. karena sejak lahir mamanya sangat jarang berinteraksi dengannya dan Caldion, meskipun interaksi mama mereka dengan saudara yang lain juga berbeda dengan interaksi ibu dan anak pada umumnya.

Gideon kembali menatap ke arah jalanan.

“Entahlah.”

Alessia bisa merasakan kecanggungan antara keduanya hanya bisa tersenyum kecut. Bagaimanapun juga Gideon dan Caldion adalah anak yang sulit untuk didekati. Sulit untuk mengetahui pikiran mereka jika mereka tidak mengatakannya.

“Apa mau jalan-jalan dulu sampai menemukan tempat yang mau dikunjungi?”

“Aku sedikit lelah ma.”

Gideon merutuki dirinya sendiri yang bertingkah seperti anak yang sedang tantrum. Kalau begini kan mamanya menjadi serba salah.

Sedangkan Alessia jelas merasa bersalah, putranya itu setelah perjalanan jauh langsung pergi ke studio foto dan dia mengajaknya berkeliling tanpa tujuan.

Mereka berdua kembali terdiam. Sampai Alessia mengingat sesuatu.

“Bagaimana dengan perpustakaan, kita bisa menunggu sampai kau sudah tidak lelah dan sudah menemukan tempat untuk dikunjungi.”

Gideon mengangguk. Bagaimanapun juga Gideon menyukai buku.

.

.

.

Setelah melakukan registrasi mereka berdua akhirnya masuk ke perpustakaan. Perpustakaan yang besar, tidak sebanding dengan perpustakaan terakhir tempat Alessia bekerja sambilan. Dihadapkan dengan banyaknya buku keduanya jelas harus memilih buku untuk dibaca atau sekadar untuk dipilih.

“Mama akan mencari buku dan tempat duduk, Deon bisa mengirimi mama pesan kalau sudah menemukan buku yang Deon ingin baca.”

Gideon mengangguk dan keduanya berpisah untuk menemukan buku yang ingin mereka baca.

Sayangnya pergi ke perpustakaan ada ide yang buruk bagi Gideon. Setiap buku dengan cover dan layout bagus ditulis dengan menggunakan bahasa Italia mana mungkin dirinya mengerti.

Langkah pemuda itu akhirnya berhenti di rak buku tentang bisnis. Teman-teman dan beberapa orang dewasa selalu beranggapan bahwa dirinya yang selalu meraih peringkat atas akan memilih karir seperti dokter, pengacara, atau sesuatu yang berhubungan dengan teknik yang rumit.

Tapi seorang Gideon adalah anak yang sangat menghormati papanya, dia sangat ingin seperti Elleon, dia ingin membuka bisnisnya sendiri saat dewasa. Karena dia tahu bahwa dirinya tidak akan bisa menjadi pewaris dari Gedith.

Meskipun dia yang paling sering menjahili William sebagai penerus Gedith tapi sebenarnya dia sedikit iri, karena kesempatan itu hanya datang bagi putra pertama Gedith.

Bisa saja akan terjadi kasus seperti kasus papanya, dimana papa mereka sebagai putra kedua berhasil mewarisi bisnis Gedith. Tapi Gideon yakin William tidak akan membuat masalah seperti pamannya, Delion.

‘Lagipula meskipun William tersingkir, masih ada Orion.’

Gideon akhirnya memutuskan untuk membawa beberapa buku yang ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris. Itu lebih baik daripada buku dengan bahasa yang tidak dia ketahui.

[Deon, mama berada di meja bagian selatan, di dekat jendela.]

Setelah berjalan sambil membawa buku pilihannya akhirnya Gideon sampai ke lokasi yang dikatakan mamanya. Tetapi pemandangan tidak asing yang membuatnya sedikit kesal membuat Gideon mempercepat langkahnya. Bagaimana bisa mamanya selalu menarik perhatian anak muda. Kejadian di cafe yang lalu membuatnya yakin bahwa mata orang-orang sangat buruk dalam menilai perempuan.

Bagaimana bisa mereka mendekati perempuan yang sudah menikah?

“Siapa kalian? ada perlu apa dengan mamaku?”

Tiga orang pria yang mungkin di usia dua puluh tahunan itu menatap Gideon dan Alessia bergantian.

“Mama? !@$!@”

Gideon tidak tahu apa yang mereka katakan, tapi Alessia menjelaskan kepada mereka bahwa dirinya benar-benar perempuan yang sudah menikah.

Alessia menunjukkan cincin nikahnya dan foto keluarga mereka yang baru saja jadi kepada gerombolan tiga pria yang menggoda dirinya.

Namun kalimat terakhir yang diucapkan salah seorang dari ketiga pria itu membuat Alessia kesal dan ingin melempar apapun ke pria itu.

Gideon menarik kursinya dan duduk di hadapan Alessia.

“Siapa mereka ma?”

“Hanya kelompok orang iseng. Mereka mengira mereka masih seusia mereka dan menggoda mama. Dasar anak muda zaman sekarang.”

Alessia tetap berkeluh kesah sambil membaca buku pilihannya.

“Kenapa tidak sejak awal mama bilang kalau mama sudah menikah.”

“Mereka baru saja datang saat kau datang. Mereka tidak percaya kalau kau anak mama karena wajah kita tidak mirip. Setelah menunjukkan foto keluarga kita baru mereka percaya, mereka tidak percaya dengan cincin milik mama.”

Perasaan Gideon sedikit memburuk mendengar itu, karena memang mereka bertiga tidak mirip sama sekali dengan mama mereka. Di foto itu jelas ada foto William dan Rean yang mirip dengan mama mereka.

Dia juga ingin mirip dengan mama mereka.

“Ah, kamu tahu hal yang paling mengesalkan?”

Gideon menggeleng, perasaannya masih buruk untuk menimpali pertanyaan mamanya.

“Saat kau memanggilku mama mereka mengira mama sugar mommymu! dasar anak muda zaman sekarang. Pikirannya kemana coba.”

Melihat mamanya yang kesal Gideon tertawa kecil.

Alessia yang akhirnya bisa melihat Gideon tertawa hari ini juga ikut tersenyum.

.

.

.

Keduanya membaca buku dengan cukup serius.

Waktu berjalan cukup cepat saat mereka membaca buku. Mereka tidak menyadari bahwa saat ini matahari mulai terbenam.

“Deon, apa kau masih betah membaca buku? lebih baik kita kembali sekarang, ini sudah saatnya makan malam.”

“Ah! Baik ma, mama bisa pergi dulu. Aku akan pergi ke toilet sebentar.”

Alessia mengangguk dan meninggalkan Gideon.

Gideon yang pergi ke toilet perhatiannya teralihkan dengan seorang pria yang dia kenal. Mereka berbagi darah tapi hanya pernah menyapa di pesta-pesta para orang dewasa.

Dia berharap pria itu tidak menyadari kehadirannya.

Seorang pria dengan setelan formal menangkap siluet tidak asing di ekor matanya. Hari ini adalah hari keberuntungannya karena bertemu dengan salah seorang keponakannya.

“Tunggu sebentar” Pria itu berpamitan dengan pria lain yang menjadi lawan bicaranya.

“Gideon.”

Langkah Gideon terhenti. 

Bukankah dia sial hari ini? Tapi bisa keluar bersama mamanya adalah keberuntungan? Mungkin dia setengah sial dan setengah beruntung.

“Ada apa paman?”

“Kau kemari?”

“Aku hanya mampir untuk toilet dan aku akan pergi lagi.”

Pria dewasa itu tersenyum kecut, lagi-lagi anak adiknya itu menolak untuk berbicara dengannya.

“Apa kau kesini sendiri?”

Ada jeda tiga detik sebelum Gideon mengangguk.

“Aku pergi dulu paman, aku harus ke toilet. Teman bicara paman sepertinya juga menunggu paman.”

Pria itu mengalihkan pandangannya sebentar dan Gideon sudah menghilang. Entah pergi ke kiri untuk ke toilet atau ke kanan ke pintu keluar.

“Kenapa sulit sekali bicara dengan mereka.”

.

.

.

Gideon yang telah menyelesaikan urusannya di toilet melihat ke kanan dan kiri memastikan pamannya sudah pergi.

Bukannya Gideon tidak menyukai pamannya tapi, dia tidak menyukai tatapan pamannya ke mamanya. Meskipun pamannya bersikap manis di depannya dan saudara-saudaranya yang lain, tapi pria itu selalu menginginkan mamanya.

Lihat selengkapnya