Gedith Woman

Anglint
Chapter #34

Ch: 58-61 [END] + 1 Extra Chapter


Semakin besar desakan yang diberikan James melalui rencananya, tingkah Alessia semakin kasar. Dia tidak perlu lagi terlalu ikut campur karena semenjak si kembar juga menetap di rumah utama dan hanya sesekali mengunjungi mama mereka, Alessia menjadi semakin tidak pantas menjadi mama mereka.

Setidaknya selama dua tahun James tidak melakukan apapun Elleon tetap dalam tekanan. Bagaimana tidak, keempat putranya ditolak oleh sang mama.

Saat James ingin menikmati kemenangannya, dia menjadi lengah.

Selama satu bulan lebih Elleon tidak mendatangi keluarga utama dan menghabiskan waktunya bersama Alessia. Elleon bahkan memohon dan bersenggkokol dengan kakaknya untuk menggantikan pekerjaannya.

Mimpi buruk baru datang bersamaan dengan James yang selesai berlibur. Alessia kembali mengandung keturunan Gedith.

Elleon dengan polosnya mengatakan kesepakatannya dengan Alessia kepadanya. Karena James orang yang dia percayai.

Kesepakatan bahwa anak kelima mereka adalah milik Alessia sepenuhnya.

Alessia saat itu sudah tidak tergoyahkan. Tidak ada satupun hasutan James berhasil mengusik wanita yang sudah seperti boneka tidak bernyawa itu. Tidak ada siapapun yang bisa mengusik Alessia. Itu membuat James tidak perlu melakukan apapun.

Selama tiga tahun Alessia hidup dengan sangat bahagia dengan Rean. Tidak ada satupun keluarga Gedith yang mengusikanya. Itu sesuai dengan kesepakatan Elleon dan Alessia karena Rean adalah harapan terakhir Alessia.

Usaha terakhir James adalah untuk menghancurkan harapan terakhir itu. Pria tua itu menghasut si kembar yang saat itu berusia tujuh tahun untuk menghancurkan hubungan Alessia dan Rean. Dan usahanya berhasil, mereka bertiga tidak lagi ingin berpisah dengan Rean setelah sekali bertemu dengan Rean.

Perseteruan keluarga Elleon kembali menjadi pertunjukan yang menarik untuk dia tonton. Dia tidak akan pernah bosan dengan hal itu.

Setelah beberapa saat, berdasarkan informasi yang dia kumpulkan, James juga mengetahui bahwa akhir-akhir ini Alessia sering bertemu dengan seorang pria. Cukup sulit untuk mencari tahu tentang Allen Kendrick jika James tidak pernah bertemu pria itu.

Pria itu tidak berubah terlalu banyak sejak dia remaja. Wajah yang ikut terbaring kaku bersama dengan Isabella membuat James mengetahui identitas Kendrick dengan segera. Setiap detail dari itu, James masih mengingatnya.

Inilah akhir yang diingkan oleh James, Elleon yang dengan sombongnya memaafkan pelaku penabrakan Isabella kini sedang terpuruk. Elleon akan menjadi ayah yang sama buruknya dengan dirinya.

Meskipun dia merasa bersalah, jika pada akhirnya Alessia dan Kendrick bersama itu akan memberikan pukulan terakhir yang bagus bagi keluarga Gedith. Saat ini dirinya hanya harus menikmati hasil dari kekacauan yang dia ciptakan selama tujuh belas tahun.

“Tuan, Nyonya Alessia mencoba bunuh diri dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit.” 

Seorang pria dempal berjas yang merupakan bodyguard Rean masuk menerobos ruang pribadi Elleon.

‘Pada akhirnya ternyata perempuan itu yang kalah. Dengan ini Elleon sudah menghancurkan hidup dua wanita yang pernah dia cintai.’

Tapi hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya.

Wanita yang saat itu kembali ditemui James setelah dua bulan beristirahat adalah Alessia dari tujuh belas tahun yang lalu.

Perempuan polos, rendah hati, dan sangat mencintai anak-anaknya.

James mulai muak dengan ini semua. Usahanya selama tujuh belas tahun berakhir sia-sia. Dia berusaha untuk menggunakan cara yang sama seperti tujuh belas tahun yang lalu.

Tapi lagi-lagi hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya.

Kali ini Elleon bertindak lebih aktif bahkan berhasil memecat Arabella. Ditambah anak-anak mereka berdua sudah beranjak remaja dan tahu bagaimana memposisikan diri.

Jelas ini adalah kekalahannya, dia berniat akan segera pergi begitu selesai membantu menyiapkan ulang tahun si kembar.

Rencananya gagal lagi.

Saat ini Elleon duduk di depannya mendengarkan semua tingkah pria tua ini yang membuat istri dan anaknya menderita.

“Apa tuan ingin menyerahkan saya ke polisi tanpa bukti apapun?”

Tanpa memberikan kesempatan James untuk bernapas Elleon segera menjawab pertanyaan orang yang dia anggap seperti ayahnya dan orang yang menghancurkan keluarganya.

“Aku tidak perlu polisi. Aku hanya harus membunuhmu.”

James tersenyum.

“Apa tuan ingin seperti Tuan Delion? Menggunakan cara yang dibenci orang tua anda. Bukankah tuan tahu seberapa menderitanya menjadi pewaris Gedith di usia yang sangat muda? Apa tuan ingin kembali menyiksa putra anda? Apa anda ingin Tuan muda William menjalani hidup yang sama seperti tuan?”

James melihat Elleon menahan kalimatnya.

“Tuan tidak perlu khawatir, saya sudah cukup menerima kemenangan saya dan ini akhirnya. Saya akan pergi dan menghilang dari pandangan kalian semua.”

 

Di tengah-tengah diskusi tersebut masuk seorang pria dengan wajah yang sama dengan Elleon. Pria itu masuk dengan teriakan yang bisa didengar siapapun dari kejauhan.

“El, kau membuat anak-anakmu khawatir. Mereka meminta bantuan kepada paman mereka ini untuk menyelesaikan masalahmu.”

Pria itu, Delion, mendekati mereka berdua dan duduk di pegangan kursi milik Elleon.

“Saat ini kau ingin segera menghajar pria tua itu tanpa mengikuti hukum kan? Kau bisa mengandalkan kakakmu ini.” Delion menepuk keras punggung Elleon.

Delion yang selesai dengan adiknya sekarang menatap James. Pria yang selalu melindunginya dari amukan orang tuanya kini harus menerima amarah dari dirinya karena telah menghancurkan kehidupan adik tersayangnya.

“Aku tidak mengira kau akan seberani ini James. Aku tidak akan memaafkan siapapun yang mengusik adikku. Tapi karena kau pernah menggantikanku menerima sebuah tikaman, aku akan memberikanmu kesempatan.”

James dan Elleon menantikan kata-kata yang akan keluar dari mulut Delion.

“Larilah dariku James. Saat kita berdua bertemu lagi aku akan menghadapimu sebagai seseorang yang berasal dari tempat tanpa hukum. Aku akan menggunakan cara yang sama seperti kau yang melibatkan Phantom.”

Meskipun terlihat tenang tapi James merasa takut. Bagaimanapun juga Delion adalah seorang jenius yang tersesat. Selama tujuh belas tahun, pria itu akhirnya bisa menancapkan cakarnya di dunia bawah dan tetap disegani di seluruh dunia sebagai seorang pebisnis.

“Berapa lama waktu yang tuan muda berikan untuk pria tua ini kabur?”

Delion mengacungkan satu jarinya membuat angka satu.

“Satu jam, jadi pergilah sejauh mungkin dan buat ini menjadi menarik James.” Delion mengatakannya sambil tersenyum.

“Kalau begitu saya akan pergi, selamat tinggal tuan muda Delion, tuan muda Elleon.”

Setelah menatap punggung tua itu meninggalkan ruangan, Delion duduk di seberang Elleon.

“Kau tidak keberatan kan jika aku yang mengurusnya kan? Kau tahu mana prioritasmu bukan?”

Elleon mengangguk. Apapun yang diurus oleh Delion pasti selesai dengan baik. Saat ini dia hanya harus fokus dengan keluarganya. Dia harus bisa membawa Alessia dan Rean ke keluarga mereka.

“Sekarang aku tidak perlu lagi merasa tidak aman, karena kau akan menjaga kami?” Elleon tersenyum menggoda kakaknya yang hari ini datang seperti pahlawan.

“Enak saja, tidak mau! Urus saja sendiri.”

“Baik. Bahkan jika Alessia menolak bersama kami, kami akan mengikutinya kemanapun. Kau tahu maksudku kan, aku akan kabur bersama keluargaku dari tanggung jawab Gedith dengan begitu kau yang harus mengurus semuanya lagi.”

“Aku akan kabur juga kalau begitu!” Ucap Delion tidak mau kalah.

“Kau tidak mungkin melakukannya Delion, karena kau mencintai keluargamu. Kamu mencintai papa dan mama.”

Delion tertawa kecil.

“Lakukan sesukamu, aku akan mengurus sisanya. Kembalilah setelah semuanya selesai.”

Elleon berdiri dan meninggalkan ruang kerja Delion untuk sementara ini.

“Terima kasih dan maaf merepotkanmu.” Elleon mengatakan itu sambil melangkah keluar dari ruangan.

“Akan kumaafkan kalau kau sudah bahagia.” Teriak Delion dari dalam ruangan. Delion harap adiknya bisa mendengar suaranya yang menggelegar itu.

.

.

.

Tepat satu jam lebih lima menit dari waktu yang dijanjikan oleh Delion, James sudah menjadi buronan internasional karena pernah berhubungan dengan Phantom.

Bagaimanapun James tidak memiliki pendukung yang kuat untuk bermain-main di dunia bawah. Delion hanya perlu sedikit mengusik pemimpin lainnya dan mereka akan dengan mudahnya membuang James beserta bukti yang diperlukan.

Atas tuduhan berkontak dengan Phantom, James segera diamankan bahkan tanpa menunggu hari berganti. Beberapa dollar cukup untuk membuat hari-hari terakhir pria itu dipenjara menjadi tidak nyaman.

“Semua hanya perlu koneksi.” Delion melihat berita dengan sedikit tersenyum.

.

.

.

Elleon yang mendengarkan berita dari radio di mobil tersenyum.

“Aku harus bekerja dengan baik agar Delion tidak meminta ganti rugi.”

 


“Tidak usah mengkhawatirkan Rean, setelah semuanya selesai kau bisa menghubungiku. Aku akan pulang, kemarin hari yang berat untukmu.”

“Terima kasih Len.”

“Kalau begitu aku pergi dulu.”

Essia melambaikan tangannya ke Allen. Dia masuk kedalam apartemen miliknya setelah melihat Allen masuk ke dalam lift. 

Essia masuk ke ruangan miliknya tanpa menyalakan lampu.

Akhirnya setelah menderita bertahun-tahun pria tua itu akhirnya akan diurus oleh suami Aly yang tidak becus. Seharusnya dia merasakan emosi yang lebih dari ini. Tapi saat ini perasaannya hampa.

Dia tidak lagi marah, dia juga tidak terlalu senang. Di sisi lain dia bisa merasakan bahwa Aly merasa sangat bahagia.

“Tapi tetap saja kau terluka dasar bodoh.”

Essia menghempaskan tubuhnya ke Kasur. Meskipun dirinya sudah mengamankan Rean tapi dia masih tidak bisa bertemu dengan Rean. Tidak jika dirinya masih Essia.

“Aly kau bisa mendengarkanku? Tentang kesepakatan itu. Ayo kita bicara.”

“Aku bisa mendengarkanmu. Aku tidak akan pergi lagi.”

Entah Essia atau Aly, keduanya adalah Alessia. Dan dengan sangat jelas mereka menderita gangguan kejiwaan. Karena meskipun Essia merasa bahwa saat ini dia adalah dirinya sendiri tapi dia bisa mendengar jawaban dengan suara yang sama seperti miliknya.

“Kau. Apa kau benar akan memaafkan pria itu?”

“Kau juga tahu jawabanku. Kita sudah memaafkannya Essia. Kita membenci keadaan yang memaksa kita terlibat dengan keluarga Gedith tapi kita juga bahagia berada di sana.” Jawab Aly.

 “Kau benar. Dulu kau bahagia bersama William dan kita bahagia saat bersama dengan Rean. ” Sela Essia.

“Bukan hanya aku yang bahagia di sini. Kau juga bahagia. Kita berdua sama-sama ingin memeluk Rean dan yang lain. Kita ingin bersama dengan mereka tanpa melukai mereka. Tidak lagi.” 

 

“Kau membenci mereka karena aku kan? Karena aku tertidur selama ini. Aku yang membiarkanmu menderita sendirian.” Lanjut Aly.

“Kau menghilang juga karena mereka.” Essia menjawab dengan meninggikan suaranya di ruangan yang hanya berisi dirinya.

“Aku menghilang karena aku lemah. Sekarang tidak ada yang bisa menyakitiku. Jadi kali ini bisa kau percaya kepadaku. Apa kau tidak melihatnya? Putra-putra kita akan melindungi kita jika ada yang akan melukai kita. Aku ingin bersama dengan mereka. Apa kau tidak ingin bersama dengan mereka?”

“Kau benar. Aku juga ingin bersama dengan mereka.”

“Jadi, Ayo kembali bersama. Bukan sebagai Aly atau Essia. Tapi sebagai Alessia yang utuh.”

“Aku akan menghilang setelah memberikan hadiah kepada Elleon. Kali ini jangan menghalangiku.”

“Hadiah? Jangan-jangan—”

“Setelah itu tidak akan ada lagi aku dan kau. Kita akan menjadi Alessia seperti tujuh belas tahun lalu.”

“Kau benar. Kau tidak menghilang. Kita hanya kembali bersama.”

.

.

.

Saat ini Alessia berdiri di depan ponselnya. Sebenarnya dia ingin segera datang ke rumahnya tapi dia tidak bisa. Dia merasa bersalah.

“Kenapa tidak langsung saja ke sana?” Tanya Essia.

“Karena seseorang dengan sangat sopan melangkah masuk dan keluar di sana sambil membawa Rean aku jadi merasa canggung.”

“Beberapa menit yang lalu kau bilang tidak ada lagi aku dan kau.”

“Kau benar. Jadi mari telepon yang lain ke sini dan minta Allen membawa Rean ke sini.”

Alessia memandangi ponselnya yang sejak tadi masih berusaha menghubungkan dengan ponsel William. Setelah apa yang dikatakan Essia, pilihan terbaik saat ini adalah menghubungi William, bukan si kembar.

Clik~

[Halo, mama?]

Mendengar suara William dari seberang sana membuat Alessia menjadi gugup.

“Will …”

[Aku bukan Kak William ma, aku Orion. Kakak sedang di rumah paman.]

Mendengar itu Alessia terperanjat. Dia bahkan salah mengenali suara putranya.

“Maaf, mama tidak bermaksud-”

[Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa. Kenapa mama— ah maksudku kenapa kau menghubungiku? Ah… maaf aku salah lagi. Kau ingin berbicara dengan Kak Will kan?. Aku akan memintanya menghubungimu lagi saat sudah kembali. Akan aku tutu—]

Dasar Essia, kalau begini bagaimana menyelesaikannya?

“Tunggu, jangan! Tidak peduli siapa yang mama hubungi mama hanya ingin bertemu dengan kalian.”

[Kau yang membuang kami, Aku sudah mengatakan kalau aku tidak akan memaafkanmu kalau kau membuat saudaraku terluka. Apa kau sadar kau sudah menghancurkan kami di hari yang paling kau benci? Kau membuat kami membenci keberadaan kami sendiri? Apa kau tidak puas dan ingin menghancurkan kami lagi?]

“Tunggu—”

Tuttt – tutt—

Telepon dari seberang sudah terputus. Tidak peduli berapa kali Alessia berusaha untuk menelpon kembali tidak ada yang mengangkat. Dia menelpon semua ponsel putranya dan tidak ada yang mengangkat.

Alessia segera beranjak. Perempuan itu mengambil kardigan untuk menutupi dress tanpa lengannya dan berlari keluar dari apartemen untuk mencari taksi.

Sambil berlari perempuan itu berusaha menghubungi seorang lagi.

“Allen, bawa Rean kepadaku…”

.

.

.

“Kau benar-benar tidak berniat mengangkatnya?”

Orion melihat Gideon yang baru saja terbangun.

“Bukankah kau juga tidak mengangkatnya? Sudahlah tidur saja. Aku akan ke tempat Dion.”

Orion meninggalkan Gideon yang masih berdiri dengan piyamanya. Orion membawa satu baskom air dan handuk ke dalam kamar Caldion.

Setelah kemarin mereka menerima hadiah ulang tahun terburuk kondisi Deon dan Dion memburuk. Hanya saja begitu ditinggal di rumah kakek dan neneknya, mereka justru kabur dan kembali ke rumah ini. Melihat tidak ada yang menjemputnya, berarti kakek mereka membiarkan acara kabur mereka.

 “Kau dan Deon sangat bodoh. Kalau tahu demam jangan ikuti tingkah anehku.”

“Aku tidak mengikutimu, aku juga ingin kembali ke sini.”

Mereka adalah saudara kembar yang banyak melalui hal bersama. Hanya dengan tatapan mereka saling paham bahwa mereka memiliki alasan yang sama untuk kembali ke rumah ini dan tidak ingin saling menanyakan alasannya.

“Sudahlah, tidurlah lagi.”

“Em, selamat malam.”

Orion meninggalkan kamar Dion dan melihat ke arah jendela.

Hari ini sudah cukup malam, tapi belum ada tanda-tanda kakaknya kembali dari rumah pamannya.

“Papa juga belum memberi kabar.”

Setelah tadi sore mengantarkan si kembar dan William ke rumah orang tuanya, Elleon belum memberikan kabar posisinya pada mereka.

William meninggalkan ponselnya karena takut papanya menghubungi saat sedang berada di rumah pamannya. Justru mamanya lah yang menelpon.

Kring~

Orion bisa mendengar bahwa ada tamu yang datang. Dia bergegas berjalan menuju pintu. Namun dia melihat Gideon yang lebih dulu berjalan ke arah pintu.

Melihat itu, Orion memilih untuk membawa handuk kotor ke kamar mandi.

Dia tidak mendengar pintu kembali tertutup menjadi ingin tahu siapa yang bertamu tengah malam.

“Siapa yang datang Deon?”

“Ah ini…” Deon membenarkan kacamatanya karena kewalahan.

Deon yang tadi mendengar bel rumah dibunyikan memilih untuk membuka pintu. Dia tahu bahwa hari ini Orion cukup sibuk karena merawat dirinya dan Dion yang sakit.

Begitu membuka pintu dirinya segera diserang oleh pelukan mamanya.

Mamanya tidak mengatakan apapun, Mamanya hanya menangis dan mengeratkan pelukannya saat Gideon berusaha membenarkan posisinya.

Orion yang melihat itu hanya berdiri. Apa lagi tingkah mamanya itu?

“Kenapa kau datang ke sini?” Tanya Orion.

Bukannya menjawab, Alessia justru menenggelamkan wajahnya ke dada Gideon.

“Mama minta maaf… maaf…maaf…”

“Kami tidak butuh maafmu.” Orion bergegas berjalan dan berusaha melepaskan Gideon dari pelukan Alessia.

Bukannya bekerja sama dengan baik, Gideon justru menatap Orion dengan kesal.

“Ada apa denganmu?”

“Maaf, tapi sebentar lagi… kumohon.”

Orion menghela napas, dia tahu apa maksudnya. Gideon pasti sangat menghargai pelukan spontan itu. Orion tahu siapapun yang akan membuka pintu pasti akan diterjang oleh mamanya, Gideon hanya beruntung dan dia tidak sedang iri.

“Terima kasih, masih berada di sini.”

Gideon menepuk punggung mamanya dengan canggung.

“Jangan menangis ma.”

Alessia mengangguk sambil tetap menangis.

Keadaan itu berlangsung cukup lama. Masih dalam pelukan Gideon Alessia bertanya.

“Dimana Dion? Apa dia tidak ada di sini?”

Gideon melepaskan pelukan mamanya dan sedikit memberi jarak.

“Dion sedang demam.”

Alessia yang mendengar itu menjadi terkejut.

“Mama ke tempat Dion ya…”

Dion mengangguk dan Orion masih memalingkan wajahnya.

Alessia masuk ke kamar Caldion dan melihat putranya itu berusaha bangun karena menyadari ada yang masuk ke kamarnya.

“Mama?”

Alessia mendengar suara putranya itu parau.

“Jangan bangun, berbaringlah lagi.”

Caldion mengangguk dan kembali berbaring.

“Mama datang.” Itu bukan pertanyaan. Caldion mengakhiri kalimatnya itu dengan sedikit tawa dengan suara paraunya.

“Padahal kita hanya ingin menunggu mama di sini. Tapi ternyata mama benar-benar datang.”

Air mata Alessia kembali mengalir. Dia mengangguk menjawab kalimat putranya.

Lihat selengkapnya