GEGER BUMI SINGASARI

Sri Wintala Achmad
Chapter #2

Chapter #2

“HAMBA mohon ampun, Kangjeng Adipati! Dugaan hamba menyimpang jauh dari kenyataan. Semula hamba mengira kalau Gusti Prabu Kertanagara masih berpegang pada kebijakan Siwa Buddha. Namun kenyataannya, beliau sudah mengagung-agungkan kekuasaan. Hingga memiliki sifat tidak terpuji. Sapa sira sapa ingsun.”

“Sekarang bagaimana sikapmu, Siwa Patih? Apa kau tetap merintangi kehendakku untuk menyerang Singasari?”

“Sebaliknya. Hamba sangat mendukung kehendak Kangjeng Adipati.” Kebo Mundarang memberi jawaban dari lubuk hatinya yang paling dalam. “Kertanagara pantas diturunkan dari tahtanya.”

“Ha…, ha…, ha….” Jayakatwang tertawa lantang hingga memecah suasana senyap tengah malam. “Benar katamu, Siwa Patih.”

“Sekarang tindakan apa yang akan Kangjeng Adipati laksanakan agar dapat menaklukkan Singasari? Hamba siaga melaksanakan perintah.”

“Kehendakku untuk menyerang Singasari karena dukungan Siwa Adipati Aria Wiraraja, maka aku akan meminta nasihat dari beliau terlebih dahulu.”

“Seyogianya demikian, Kangjeng Adipati.”

Tak ada sepatah kata yang diucapkan Jayakatwang. Selang beberapa saat, ia memerintah Kuda Wanenglaga untuk mengundang Wirondaya yang menginap di wisma. Tak jauh dari Ndalem Kadipaten.

Menjelang kokok ayam pertama, Wirondaya menghadap Jayakatwang.

“Kangmas Wirondaya….” Jayakatwang membuka wacana. “Maafkan Adinda karena mengundang Kangmas yang tengah beristirahat.”

“Tak apa, Dhimas.” Wirondaya menjawab dengan santun. “Ada maksud apa Dhimas Jayakatwang mengundangku.”

“Ada sesuatu penting yang ingin aku bicarakan.”

“Soal apa?”

“Aku kira Kangmas sudah mengerti kalau kandungan surat dari Siwa Adipati Aria Wiraraja agar Gelanggelang menyerang Singasari. Karena sepakat dengan usulan Siwa Adipati, aku hendak mengirim surat balasan. Sebelum terbitnya matahari, hendaklah suratku ini sudah Kangmas bawa ke Sungeneb.

Lihat selengkapnya