Di depan bangunan berpetak-petak Ryan hentikan langkahnya, di bagian petakan bangunan paling ujung sebelah kanan, ia terlihat membuka pintu bangunan itu kemudian masuk dan merebahkan diri di ranjang. Itulah tempat kos nya yang ruangannya hanya berukuran 3 x 3 meter, pada saat itu biaya sewa kos-kosan di tempatnya hanya Rp. 20.000,- / bulannya beserta lampu.
Sementara tempat mandi serta mencuci pakaian terletak di bagian belakang, hanya berupa ruang yang disekat dengan seng dan airnya berasal dari sumur galian, untuk mendapatkan air harus ditarik dulu menggunakan tali yang disangkutkan pada katrol, wajar saja jika biaya sewa kosnya itu tergolong murah, dan memang pada masa itu belum terjadi moneter seperti saat sekarang ini, hingga harga sewa kos-kosan dan seluruh kebutuhan hidup pada masa itu sesuai dengan nilai tukar uang yang beredar.
Untuk menuju ke sekolah, Ryan biasa menggunakan angkot dengan ongkos Rp. 200,- yang selalu hilir mudik di jalan raya depan gang masuk ke kos-kosannya itu, sementara jika berangkat menggunakan bus kota hanya Rp. 100,- sampai ketujuan sekali jalan. Selama satu catur wulan sudah itulah Ryan selalu melaksanakan rutinitasnya ke sekolah menggunakan angkot maupun bus kota itu, kadang masuk pagi terkadang pula masuk siang seperti yang telah menjadi keputusan pihak sekolah untuk bergantian antara kelas A1 dan A2.
Awalnya Ryan melanjutkan sekolah ke SMEA Negeri di Kota P, sebenarnya tidak dianjurkan oleh kedua orang tuanya untuk ngekos di kota itu, karena di sana ada Om Ramlan yang masih ada pertalian saudara dengan Ayah Ryan, meskipun Om Ramlan bukan saudara kandung se Ayah dan se Ibu dengan Ayahnya Ryan, namun hubungan persaudaraan mereka boleh dikatakan cukup dekat, karena Kakek Ryan merupakan adik kandung dari Ayahnya Om Ramlan.
Dua minggu sejak Ryan mendaftar masuk di SMEA Negeri tempat ia menutut ilmu sekarang, Ryan sempat tinggal bersama Om Ramlan di rumahnya yang cukup mewah di kota itu, Om Ramlan sangat sayang padanya bahkan segala keperluan mulai dari seragam sekolah hingga buku-buku, Om Ramlan itu yang membelikannya. Namun berbeda dengan istri Om Ramlan yang bernama Dewi, Tantenya itu terbilang pelit dan judes.