Gejolak Sepi

Tiwi Kasavela
Chapter #7

HIDUP BARU

1 Mei 2016

Vinka tersenyum puas ketika namanya disebut sebagai wisudawan terbaik pagi ini, ia naik ke atas panggung dengan senyum merekah bahagia sekaligus merasakan haru yang begitu mendalam. Tak menyangka bahwa IPKnya empat sampai akhir, di tengah beragam gejolak yang menimpa hidupnya selama mengikuti tiga setengah tahun proses perkuliahan. 

“Terimakasih untuk Mami saya yang luar biasa, terima kasih untuk Papi yang juga mendukung saya, terimakasih untuk Leven de Vries, sahabat paling baik yang telah mengajarkan saya banyak hal tentang hidup dan keindahan, terima kasih semuanya,” ucap Vinka yang diiringi tepuk tangan.

Vinka pun turun dari panggung disambut pelukan hangat dari Mami dan Papinya. 

“Mami bangga kepadamu Vinka, meski Mami selalu berpergian, kamu tidak pernah tidak untuk belajar dengan rajin… Seandainya Leven masih ada, dia pasti sangat bangga juga kepadamu..” ucap Mami sambil menatapnya, dan rasa haru itu rasanya memuncak, mematahkan usaha kerasnya untuk bersikap wajar dan tiba-tiba ada air yang jatuh dari matanya…

 Menangis bukan lagi karena dia berhasil mendapatkan predikat sebagai lulusan terbaik, tapi… karena dia mengingat betapa setahun ini dia merindukan Leven dengan sangat payah.

“Vinka, Papi sudah siapkan kampus terbaik untukmu, kamu ingin kuliah di mana? Singapura atau Amerika?”

“Singapura saja Pap…” jawab Vinka mantap, ya… dia memilih untuk hidup terpisah dari Mami dan Papinya yang saat ini tinggal di Amerika. Bukan apa-apa, jika ia rindu ingin melayat ke makam Leven, maka jaraknya tidak akan terlalu jauh.

***

Setahun ini, ada beberapa hal yang berubah dari kehidupan Vinka. Setelah kematian Leven, dia lebih sibuk belajar, tapi dia juga lebih mau bersosialisasi dengan orang lain.

“Kamu anak yang lahir karena pelacuran, aku anak yang lahir dari perzinahan, Vinka setiap orang punya latarbelakang dan rahasianya masing-masing, kamu harus percaya diri, kamu memiliki segudang potensi, kamu itu keren,” begitu kata-kata Leven yang masih terngiang jelas di telinganya hingga saat ini. 

“Kamu lebih berharga dari apapun yang ada di muka bumi ini,” tulis Leven di surat terakhir sebelum kematiannya.

Ya, Leven membuatnya lebih percaya diri, di dua semester sebelum lulus, dia juga memutuskan untuk bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam dan dia punya kesempatan untuk mendaki beberapa gunung, seperti Gunung Ciremai, Gunung Lawu dan Gunung Rinjani, hal ini membuatnya bisa melepaskan penat sejenak dari rutinitas.

Adapun tentang Willem, mereka semakin berjarak, terakhir kali Vinka dengar bahwa laki-laki itu sudah memiliki pacar baru, seorang selebgram keturunan Jerman- Slovakia.

Ya, jika memang Willem sudah bahagia, Vinka juga tentu ikut bahagia, suatu kali pernah ia iseng melihat kekasih Willem itu di Instagram, namanya Chloe. Followersnya ada 25 ribu, Wajahnya cantik terawat, gaya berbusananya amat modis dan foto-foto yang dia unggah menunjukkan dirinya terlihat sebagai wanita mahal, sangat cocok jika disandingkan dengan Willem. Ya, begitu seharusnya. Ia bahkan tak habis pikir, kenapa Willem pernah menyukai dia, padahal apa menariknya jika dibandingkan dengan gadis-gadis sejenis Chloe. 

Hidup Vinka memang jauh lebih baik dari pada apa yang dia bayangkan selepas kepergian Leven, dia juga akan melanjutkan studi magister segera dan dia harus meraih impiannya menjadi seorang peneliti dan professor.

 Semua memang cepat berlalu, kecuali ingatan Vinka terhadap Leven. Sebulan sekali Vinka datang ke makam itu, untuk mengirimkan bunga segar dan cerita baru, mirip seperti apa yang dia lakukan dulu kepada Oza. Jika dulu lewat tulisan di buku diary, kali ini dia datang ke makam langsung sambil menabur bunga. 

 Ah Leven, seorang pria yang akan selalu jadi kenangan indah di dalam hidupnya sampai kapanpun. Mereka memang telah dipisahkan oleh kematian, tapi perasaannya masih tetap menggantung dalam ingatan. Sedih memang tidak dapat mengunjungi makam Leven secara rutin seperti biasanya saat nanti dia sudah pindah. Tapi Vinka yakin.. Leven akan mengerti dan tidak akan marah terhadapnya.

“Kamu memang telah tiada di dunia ini, tapi kamu selalu hidup di dalam hatiku, Leven.” ucap Vinka sering. 

***

7 Mei 2016

Setelah menabur bunga di makam Leven, Vinka memastikan barang-barang yang hendak dibawanya terbang ke Singapura dan untuk sesaat dia menelepon seseorang.

“Halo..” suara Vinka menyapa.

“Halo Vinka..” jawab Ibu Sekar. 

“Vinka ijin lanjut studi S2 ke Singapura ya Bu..”

“Wah jauh sekali? Iya Ibu ikut senang, semoga lancar ya kuliahnya nak..”

“Iya terimakasih Ibu atas doanya.”

“Baik-baik ya nak, semoga sukses.”

“Terimakasih Ibu..”

“Sama-sama, nak..”

Dan Vinka pun mematikan teleponnya, ia memang sudah mencoba berhubungan lagi dengan ibu kandungnya, sebagaimana yang sering Leven ingatkan.

Beberapa hari setelah Leven meninggal, Vinka mengabari Ibu Sekar, perempuan itu sangat sedih mendengarnya, dia bahkan datang ke Jakarta hanya untuk berziarah. Saat itu Vinka menemaninya, ia juga bercerita bagaimana hubungannya dengan Willem dan Leven yang cukup rumit. 

Ibunya hanya berkata untuk tetap sabar dan kuat, karena hidup memang selalu memberikan kejutan demi kejutan yang tak selalu menyenangkan. 

Ibu Sekar sempat menginap di rumahnya beberapa hari, untuk kemudian pulang ke Sukabumi. Ya, itu terakhir kali mereka bertemu. 

Vinka kembali merapikan barang-brangnya, menatap sudut kamar yang sudah ia tinggali selama bertahun-tahun, yang mungkin nanti akan dia rindukan. Tapi ah, hidup memang berputar dan dia harus berpindah agar bisa berkembang.

***

1 Juni 2016

Sudah hampir satu bulan Vinka tinggal di Singapura, sebuah negara pulau di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya. Di sinilah ia mulai merenda hidup, hidupnya yang harus lebih baik dan meraih cita-citanya. 

Selama sebulan ini juga, ia sibuk mengurusi administrasi untuk kuliah di National University of Singapore (NUS), Salah satu kampus terbaik dan tertua di negara ini, ia memutuskan untuk masuk Fakultas Ilmu Sosial, sejalan dengan jurusan yang ia ambil sewaktu S1 di Indonesia.

Ia tinggal di sebuah apartemen yang cukup nyaman dan seringkali menghabiskan waktu untuk pergi berkeliling. Meski sendirian, ia merasa semuanya tetap berkesan, ada banyak tempat yang sudah ia kunjungi mulai dari Gardens by The Bay, Singapore Flyr, Henderson Waves Bridge, Merlion Park, Universal Studios hingga ke Singapore River, sebuah sungai yang mengalir dari tengah Singapura sampai ke lautan. Di sana ia juga sempat menyusuri sungai dengan menggunakan perahu listrik. 

Lihat selengkapnya