Gelanggang Di Bulan Mei

Lady Mia Hasneni
Chapter #2

Dua

Pagi itu semburat matahari yang selalu tepat waktu memecahkan kumpulan awan – awan yang berjejeran. Kedatangan sang surya begitu perkasa bahkan mampu menghilangkan kabut tebal yang telah menyerang setelah masjid – masjid meneriakan panggilan Tuhan. Daun – Daun kembali menghijau dan mulai mempersiapkan diri melakukan proses fotosentesis.

Bayu pun sudah bangun sebelum azan berkumandang. Dia berlari ke masjid untuk mendapatkan ibadah berjama’ah di sana, meninggalkan Emir yang tak mau dibangunkan bagaimana pun caranya. Bayu kembali lagi setelah imam menyudahi dengan doa dan sahutan ‘AMIN’ dari 2 shaf makmum. Dengan melepaskan sarung yang digunakan untuk sholat sehingga menyisakan celana pendek selutut, Bayu berlari menuju gedung boxing camp. Bayu mengejar waktu sebelum matahari bergerak lebih cepat dari tubuhnya. Olahraga yang hari – hari menjadi menu utama bagi Bayu, tak menyulitkan dirinya untuk bergerak cepat mengusir rasa dingin. Beberapa kendaraan telah beraktivitas di jalanan. Berpapasan dengan laju kaki Bayu yang hanya mungkin bisa disaingi oleh para atlet.

Kaki Bayu berhenti di depan pintu utama. Dengan tangan kekarnya dia membuka pintu itu selebar tubuhnya. Bayu masuk dengan segera. Dia menghidupkan beberapa lampu untuk menerangi seluruh ruangan. Bayu dengan cekatan berlari mengambil sapu, dan memulai aktifitasnya lebih pagi dari biasanya. Biasanya Bayu mengerjakan kegiatan bersih – bersih itu di malam hari. Namun ajakan makan bakso oleh Cepi yang diterimanya, membuat Bayu menunda rutinitas malamnya dan menggantikannya waktu yang lebih pagi. Janji dari Emir yang akan membantu, memang tidak pernah Bayu anggap serius.

Gerakan sapu yang cepat dan juga detail menghilangkan tiap debu bahkan di sudut sekali pun. Bayu kembali bergerak cepat sambil sesekali melihat jam dinding yang bergerak tanpa henti dan juga ke arah jendela kaya yang memperlihatkan langit yang mulai meninggalkan warna gelapnya. Bagai kuda pacuan kali ini dia mengambil peralatan pel serta tak lupa menghidupkan kipas angin yang berada empat titik yang berpencar pada langit – langit ruangan.

Sang Surya yang berhasil masuk melalui cela – cela jendela membuat Bayu yang bergerak cepat mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan manajemen waktu yang telah tersusun rapi dalam relung pikirannya. Tanpa berhenti sedikit pun mendorong peralatan pelnya yang beraroma bunga.

Namun tiba-tiba Bayu menghentikan aktifitasnya. Indra pendengarannya menangkap suara dari arah pintu utama. Bayu meletakkan peralatan pelnya. Dengan sigap dia mengayunkan langkahnya menuju arah asal suara. Kaki yang baru saja bergerak harus berhenti. Sumber kegaduhan yang mengalihkan, menampakkan sosoknya.

Emir masuk menemui Bayu dengan wajah ngantuk dan masih menguap. Dia berjalan dengan mata yang setengah terbuka. Emir yang dalam keadaan sedikit sadar berjalan di lantai yang sudah dipel oleh Bayu dengan menenteng sendal di tangan kanannya. Tampaknya dalam keadaan mengantuk pun Emir menyadari dirinya untuk tidak mengotori apa yang telah dibersihkan oleh Bayu.

“Bay, kenapa kamu tidak membangunkan aku? Malah bersih – bersih sendirian.” Protes Emir yang mengucek-ngucek matanya.

“Tidurmu nyenyak sekali, bagaimana mungkin aku membangunkanmu?” Balas Bayu dengan balik melemparkan pertanyaan.

“Paksa saja aku bangun. Pasti akan bangun juga.” Sahut Emir ngotot sambil menyeret tubuhnya mendekati sofa yang memang terletak tak jauh dari sudut pintu masuk. Emir mendudukkan tubuhnya di benda yang cukup empuk.

Bayu tersenyum melihat tingkah temannya. “Terus apa yang tadi membangunkan kamu?”

“Sinar matahari mengenai wajahku, ya gimana mau tidurkan.” Jawab Emir yang tanpa aba-aba langsung memiringkan posisi tubuhnya dan terbaring. “Aduh enaknya!” Serunya puas.

Bayu mengelengkan kepalanya. Dia membiarkan Emir yang kembali memejamkan matanya. Sedangkan dia kembali menyelesaikan pekerjaannya yang sudah hampr selesai. Sambil bersiul-siul bersama kicauan ayam milik tetangga, sodoran kain pel di atas lantai bergerak seperti sebelumnya.

 

*

 

Dengan balutan handuk yang masih melingkar di pingang, Bayu menarik T-shirt dan celana pendek dari dalam lemari kayu sederhana yang berukuran kecil bahkan lebih pendek dari tubuhnya. Dia dengan segera mengenakan celana dan menarik handuk. Dia memilih untuk menyapu tubuh dan rambutnya dari sisa – sisa air dengan handuk itu. Sambil berjalan mendekati jendela kayu yang terbuka lebar. Melihat orang – orang yang berlalu lalang dari jalanan yang memang berada di sebelah gedung boxing camp milik Ko Alex.

Bayu menarik napas panjang. Dia merasakan sesuatu yang berbeda dari gerak – gerik satu persatu manusia di bawah sana. Tapi dia tak tahu itu apa. Mungkin himpitan ekonomi menghantam begitu dalam, hingga pertahanan masyarakat mulai menipis. Bayu pun mengingat uangnya yang tersisa di dompetnya yang mungkin cukup untuk membeli mie Sakura beberapa bungkus. Ya, bahkan harga mie Sakura juga ikut beranjak naik sekarang, jangan bayangkan harga indomie kaldu tentu saja lebih mahal.

Bayu mengingat baru saja bulan yang lalu setiap paginya masih menyantap nasi kuning seharga lima puluh rupiah yang di jual oleh seorang ibu tak jauh dari boxing camp. Tapi kini harga segitu sudah tak ada harganya. Bayu menyentuh perutnya yang terasa lapar gara – gara membayangkan sepiring nasi kuning. Bayu mengelengkan kepalanya membuyarkan pikirannya yang melambung tinggi saat mengingat makanan. Dengan buru-buru menarik t-shirt yang masih terlipat rapi di atas tempat tidur, dan mengenakannya.

Creak… Pintu berbunyi. Kepala Emir muncul dari balik pintu melihat Bayu yang telah mengenakan bajunya. “Ayo sarapan. Lapar ini.” Ujar Emir padanya.

Bayu menganggukkan kepalanya. “Iya.”

Tanpa mengucapkan apa pun lagi, Emir berlalu. Bahkan tak lupa menutup pintu kamar Bayu seperti sebelumnya. Bayu meraih handuk dan membawanya keluar.

Bayu masuk ke dapur dan juga ruang makan bagi para atlet dan pelatih. Di sana Emir sudah menunggunya sambil menyantap semangkuk mie telur. Satu mangkuk mie telur juga berada di sisi meja yang lain. Emir melirik sejenak melihat kedatangan Bayu.

“Ini handuk kalau mau mandi.” Bayu meletakkan handuk yang tadi dibawa ke sandaran kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

“Hmm…” Emir yang sedang mengunyah mie hanya menganggukkan kepalanya menanggapi.

Bayu menghampiri sisi meja yang terdapat semangkuk mie telur yang lainnya. “Kamu bikin mie?”

Lihat selengkapnya