Sejak Bayu datang ke ibu kota negara, dia sering kali memenuhi kebutuhan pokoknya dengan berbelanja di toko milik Hana dan suaminya. Keberadaan toko yang tak jauh dari kediaman sekaligus salah satu tempat usaha milik Ko Alex menyebabkan Bayu sering berbelanja disitu. Selain itu kenaikan yang harga yang menimpa tanpa aba – aba menyerang kehidupan Bayu. Sering kali dia kekurangan uang untuk membayar apa yang dia beli, namun diberikan begitu saja oleh Hana.
Tingkah dan tutur kata Hana yang pas di mata dan di telinga Bayu, membuatnya nyaman dengan kehidupan sehari-hari bersama wanita cantik itu. Bila dia tidak sibuk di club, terkadang Hana meminta bantuannya juga. Dan dengan senang hati Bayu selalu menyempatkan dirinya. Tatapan teduh mata Hana membuat Bayu senang sekali berada didekat Hana.
Bayu yang beberapa hari ini kurang tidur sejak pembicaraannya dengan Emir yang menganggu hidupnya, berjalan gontai melewati pasar. Dia memang akan pergi menemui Ko Alex yang memanggilnya. Kebetulan angin surga membawanya melihat sosok perempuan yang dikagumi dengan balutan kain bermotif bunga Sakura menutupi lengkungan keindahan. Semangat Bayu rasanya kembali terisi walau hanya dengan menatapnya dari kejauhan. Bayu tahu dia menjadi gila saat sosok Hana berada di radius yang sama dengan dirinya.
Kesempatan tak terduga di pagi yang cerah dengan langit yang menampakkan warna birunya yang indah menjadi pengisi semangat baru bagi Bayu. Berjalan bersama Hana, mendengarnya berceloteh riang tentang masakan apa yang akan dia masak hari itu terasa istimewa. Walau Bayu sadar Hana tidak merasakan hal yang sama dengan apa yang dia rasakan. Bayu juga mengiyakan ajakan Hana untuk mampir ke rumahnya setelah bertemu dengan Ko Alex.
Selangkah demi selangkah telah berlalu. Tanpa terasa kaki yang terus bergerak itu akhirnya tiba di kediaman sekaligus tempat usaha yang dapat plang besar bertuliskan ‘Toko Sumber Makmur’. Kaki Bayu berhenti bergerak. Dia melirik sekilas ke toko yang terlihat beberapa pelanggan di sana. Hana membalikkan tubuhnya menatap Bayu dengan mata berbinar. Menawan sekali. Bayu yang sedikit terbius dengan pesona Hana berusaha menyadarkan dirinya dengan segera memberikan kantong – kantong belanjaan milik Hana yang dia bawa.
"Terima kasih, Bayu.” Ujar Hana dengan suara riang mengambil alih kantong – kantong itu dari tangan Bayu.
Bayu merasa jantungnya berdetak kencang bersekian detik saat kulit tangannya yang kasar menyentuh kulit lembut tangan Hana. “Iya.” Dia hanya mampu menjawab singkat.
“Nanti jangan lupa ke sini, ya.” Hana masih mengingatkannya untuk mampir.
Bayu hanya menganggukkan kepalanya. “Kalau begitu saya permisi dulu, Ci.”
Bayu dengan cepat segera berlalu dari hadapan Hana. Dia tak menunggu lagi respon dari Hana. Sekilah dia memang melihat Hana menganggukkan kepala saat dia pamit. Bayu terus bergerak menjauhi ruko milik Hana. Walau pun dia senang bersama Hana, namun dia juga tahu dia harus mengontrol hatinya. Setelah tiga ruko telah dia lewati, langkah kaki Bayu Kembali berhenti. Dia menyembunyikan tubuhnya dibalik lemari yang memang dipajang di depan sebuah toko peralatan – peralatan rumah tangga. Dari balik sebuah lemari itu, Bayu mengintip kearah Hana yang sudah tidak berada di sana. Perempuan itu telah masuk ke dalam rukonya.
Perlahan Bayu menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri. Sering sekali hal itu harus dia lakukan setiap bertemu dengan Hana. Bayu menyukai dirinya yang mentap Hana. Tapi sosok Hana juga yang melatih dirinya untuk mengontrol dirinya. Bagi Bayu mengontrol diri terhadap ciptaan tuhan yang bernama Hana lebih sulit dari pada mengatur diri dan emosi saat berhadapan dengan lawan di atas gelanggang.
Bayu senyum sendiri menatap bayangannya yang muncul dari cermin meja rias yang di letakkan sebagai display yang tak jau dari lemari tempatnya bersembunyi. Bayu membetulkan posisinya berdiri dengan segera. Sebelum ada manusia yang menyadari tingkahnya yang tidak normal.
*
Kendaraan berlalu Lalang di jalan yang cukup padat dengan manusia yang beraktifitas. Gerakan ekonomi yang melambat rasanya tidak menyurutkan usaha dari para pejuang rupiah. Toko – toko dengan tema yang beragam tetap menawarkan produk terbaik untuk pelanggan. Pelayanan dan keramahan pun tidak sedikit pun kendor. Hanya saja ada beberapa pembeli yang berteriak setelah mendengar harga yang semakin garang menerkam kantong. Senyum kecut akhirnya pergi. Sang produsen saja sudah banyak yang gulung tikar. Apalagi pemutusan hubungan kerja yang secara serentak terjadi begitu saja.
Gejolak protes itu mulai disuarakan. Rasa takut menghilang, efek dari perut yang lapar dan anak – anak yang menangis tapi lonjakan susu formula yang melambung. Orang – orang tidak peduli pada nyawa. Mereka mulai semakin liar. Bayu bisa merasakan pandangan yang penuh amarah para makhluk Tuhan yang katanya punya akal. Tapi entah mengapa akal itu tidak digunakan semaksimal mungkin.
Jadinya tidak ada yang tahu apa isi dari kepala orang – orang yang berjalan ke sana dan kemari melewati jejeran toko di Kawasan pecinaan ibu kota. Sepasang mata milik Bayu yang asyik mengikuti dari balkon lantai dua dari sebuah toko, ikut mengembara dan bertanya – tanya. Bayu yang walau pun juga merasakan kesulitan, coba terus mengontrol diri dari ikatan emosi. Bagi Bayu kekuatan manusia sejatinya lahir dari pengendalian.
Bayu menarik salah satu dari dua kursi berbahan rotan yang tertata menjadi furniture yang mengisi kekosongan balkon berbentuk persegi panjang. Kursi rotan yang dianyam dengan sangat rapi dan autentik itu siap menopang Bayu yang akan segera duduk.
“Bay.”