Setelah menyantap nasi goreng di warung kaki lima yang ada di seberang jalan utama yang tak jauh dari gedung boxing camp, Bayu dan Zey kembali. Mereka tidak masuk ke dalam. Karena Zey sendiri yang memilih duduk di teras sambil menunggu jemputannya yang telah dia hubungi. Keduanya lanjut ngobrol – ngobrol santai.
“Terima kasih loh Bay, karena kamu akhirnya aku bisa merasakan latihan tinju. Walau pun badan terasa lelah.”
“Iya bang, sangat menguras energi. Oleh karena itu, satu ronde pertandingan tinju ini sebentar saja durasinya, hanya tiga menit pertandingan dan satu menit istirahat kemudian msuk lagi ke ronde berikutnya.”
“Benar juga ya.” Angguk Zey. “Bakalan pingsan kali para atlet kalau satu ronde tinju sama durasinya dengan satu babak di sepak bola.”
“Bukan pingan lagi itu bang, udah bakal jadi almarhum semua karena kehaabisan energi.”
Keduanya tertawa. Banyak candaan yang saling mereka sisipkan diantara percakapan tentang tinju. Bahkan terkadang topik yang dibicarakan tidak berpindah – pindah dari tema satu ke tema yang lainnya. Saat malam kian beranjak, jarum jam yang tertera di layar ponsel yang di lihat oleh Zey menunjukkan pukul sembilan lewan dua delapan belas. Zey tiba – tiba menarik tubuh Bayu untuk lebih mendekat padanya.
“Ada yang sedang mengawasi kita.” Bisik Zey pada Bayu sebelum dia melepaskan Bayu reflek menjauh.
Bayu terdiam beberapa saat. Dia menatap Zey yang telah melepaskan rangkulannya. “Abang juga merasakannya?” Tanya Bayu yang juga dengan berbisik
Zey mengangguk.
“Sejak kapan?” Tanya Bayu penasaran.
“Sejak awal datang ke sini.” Sahut Zey dengan berbisik. “Makanya tadi aku memastikan kamu tidak terlibat dalam organisasi apa pun yang menentang pemerintah.” Lagi Zey berkata dalam berbisik.
Bayu mengelengkan kepalanya. Namun wajahnya tampak sedikit pucat. Emir muncul dalam pikirannya.
“Bagaimana dengan keluargamu?”
“Mereka petani kecil dengan sedikit lahan di kampung.”
Zey menganggukkan kepalanya. “Temanmu?”
Bayu terdiam sejenak. Dia menatap Zey dengan serius dan berbisik, “Aku tidak tahu. Temanku? Orang – orang yang aku kenal di kota ini hanya pelatih, atlet – atlet, siswa boxing, Ko Alex sekeluarga, dan Ci Hana bersama suami serta Bang Bimo. Oh ya bang Zey juga. Tapi Bang Zey juga pengunjung.”
“Oh iya aku masuk kategori turis.” Zey melemparkan senyum yang tak lama berubah lagi wajahnya dengan tatapan serius. “Kamu sendiri sejak kapan menyadarinya?”
“Sejak kita keluar untuk makan nasi goreng dan rasanya sampai saat ini.”
“Tapi kamu tidak menunjukkan ekspresi apa pun.” Komentar Zey yang masih dengan berbisk.
“Tinju melatih itu, bang.” Sahut Bayu yang membanggakann dunianya.
Suara motor yang lumayan membuat bising saat malam semakin larut memasuki halaman gedung. Zey dan Bayu kembali bersikap biasa saja. Zey bangkit dari duduknya, diikuti oleh Bayu yang juga melakukan hal yang sama. Zey yang akan naik ke atas motor menoleh.
“Jaga dirimu Bayu.” Bisik Zey menepuk pundak Bayu. “Jaga pula orang – orang di sekitar kamu.”