Kota metropolitan Jakarta memang akan selalu terasa panas, padat dan menyesakkan saat jam-jam sibuk seperti pagi ini, jam tangan Dannia menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh lima menit. Itu tandanya kurang lebih lima belas menit lagi jam masuk kelas akan segera dimulai. Ya! Kelas akan segera dimulai dengan pelajaran matematika.
Pintu gerbang sekolah akan segera ditutup, dan pastinya ia akan dihukum. Berdiri dibawah tiang bendera dan hormat ke bendera dibawah teriknya sinar matahari, atau mungkin membersihkan toilet-toilet yang kotor bekas murid-murid yang jorok, atau yang lebih parah, ia tidak akan diberikan izin untuk masuk kelas dan di pulangkan lagi.. wajar! Sekolahnya memang terkenal menjadi sekolah paling tegas, disiplin dan berprestasi di Jakarta.
SMA Buana Putra bangsa, adalah Sekolah Menengah Atas ter-favorit bagi siswa-siswa yang hendak melanjutkan pendidikannya dari jenjang SMP. Sekolah yang berada di pertengahan ibu kota ini terbilang sekolah yang besar dan sekolah yang sudah lama berdiri dengan bangunan-bangunan yang mirip dengan arsitektur-arsitektur barat kuno dan halaman yang luas.
Selain sekolah ini menjadi favorit karena memang sudah teruji oleh sarana dan prasarana nya, salah satu program di sekolah ini pun selalu mengadakan beasiswa untuk para siswa yang berprestasi. Entah itu beasiswa lokal ataupun program beasiswa internasional. Itu kenapa tidak ada satupun alasan untuk Dannia si gadis periang nan heboh untuk menolak untuk pindah sekolah ke SMA Buana putra bangsa.
Dannia Malikatul Hamda. Gadis berumur 19 tahun, berkulit kuning langsat dengan mata coklat dan postur tubuh semampai. Sangat manis dan lucu, ditambah sifatnya yang ceria dan riang, selalu membuat orang-orang ingin bertemunya kembali. Rambutnya yang tebal panjang terurai, senyum manis yang selalu ia tebarkan, menjadi identitas kecil miliknya.
Gadis ceria yang kerap dipanggil Dannia ini pindahan dari kota istimewa Jogjakarta. Ia hidup dengan neneknya sejak ia kecil. Ayah dan ibunya sudah berpisah sejak ia bersekolah SD, ia sendiripun tak tahu persisnya di usia berapa ia mengingat kejadian buruk itu menimpanya. Hingga kini pun ia harus melanjutkan pendidikannya ke kota Jakarta lantaran neneknya yang sangat ia sayangi meninggalkan nya beberapa minggu sebelum kepindahannya ke Jakarta. Dannia pun kini di Jakarta hidup dengan keluarga om nya, om Surya.
Dannia masuk di kelas XII IPS 1. Belum lama ia bersekolah di SMA Buana, karena itupun ia tak ingin mencari bahan untuk penolakan mimpinya, ya mimpi beasiswanya. Beasiswa ke luar negeri!
Titttt… tuutttt.. tiittt…
Tuuuttt… titttt… tuttttt
Suara klakson kendaraan mulai ramai bersahut-sahutan, membuat Dannia tersadar dari lamunannya, bajaj yang ia tumpangi pun mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga meninggalkan antrian kemacetan.
***
Pak Ahmad satpam di sekolah sudah berdiri memegang gagang pintu gerbang, tanda sebentar lagi pintu gerbang akan ditutup. Dengan jurus seribu langkah Dannia segera masuk, menyeringai pelan dan memberi salam pada pak Ahmad
‘’Pagi pak Ahmad.. apa kabar hari ini pak?’’ sapa Dannia sembari melangkah menuju sekolah
‘’Kabar baik neng Dannia.’’ balas pak Ahmad membalas senyum
Selang beberapa menit bel sekolah pun berbunyi, menandakan kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai. Dannia pun bergegas memasuki kelas nya. Baru saja ia sampai di pintu kelas, ada suara lelaki yang memanggilnya. Ia pun membalikkan badan dan yappssss! Siapa lagi kalau dia! Lelaki pertama sekaligus teman yang pertama kali ia kenal ketika ia pertama kali menginjakkan kakinya di Sekolah ini
***
Suasana sekolah sudah terlihat sepi, Dannia melihat jam tangan nya, nampaknya waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih tiga puluh menit. Ia melihat sekeliling sekolah tidak ada satu pun siswa disana atau bahkan guru. Dannia tahu kalau diwaktu seperti ini para siswa sudah masuk kelas untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, tapi apa iya nggak ada siswa yang izin ke toilet? Setelah sedari tadi ia melihat sekeliling ia pun membalikkan badan dan..
BRUGGHHHHH….
Seorang siswa laki-laki yang membawa setumpuk buku ia tabrak, disini entah siapa yang salah? Apa Dannia yang memang tiba-tiba membalikkan badan dan menambrak lelaki itu atau mungkin lelaki itu yang memang tidak bisa melihatnya karena setumpuk buku yang menghalangi pandangannya.
‘’Ehh, maaf.. maaf.’’ Dannia buru-buru membungkuk dan merapihkan buku yang berceceran di lantai
‘’Iya tidak apa-apa. Ini aku yang salah kok, jalan nggak liat-liat.’’ jawab lelaki itu sembari merapikan buku juga
Tidak banyak komentar, setelah selesai merapihkan dan keduanya sama-sama berdiri, lelaki itu bertanya pada Dannia
‘’Kamu mau kemana?’’ Tanya lelaki itu
‘’Aku mau ke ruangan kepala sekolah, mau bertemu dengan pak Gading.’’ jawab Dannia pelan
‘’Mari saya antar.’’ lelaki itu menawarkan bantuan
‘’Eh.. nggak apa-apa nih?’’ Tanya Dannia canggung sembari tersenyum tipis
‘’Nggak apa-apa kok.. santai aja.’’
‘’Makasih yaa..’’ Dannia mengangkat tangan kanannya bermaksud untuk bersalaman, namun lelaki itu mendahuluinya pergi. Ia pun mengikuti lelaki itu sampai pada akhirnya mereka berdua sampai di depan pintu yang diatas pintu tertera jelas sebuah tulisan ‘’Ruangan kepala sekolah : Drs. Gading Wiguna’’
‘’Aku tinggal ya, ini ruangan nya pak Gading.. silahkan.’’ lelaki itu memberikan senyum dan meninggalkan Dannia begitu saja.
‘’Dannia..’’ Dannia memperkenalkan dirinya sebelum lelaki itu jauh meninggalkan nya, lelaki itu pun hanya membalikkan badan nya dan hanya memberi senyuman dan anggukan kecil pada Dannia.
Dannia mengetuk pintu ruangan kepala sekolah beberapa kali, hingga seorang laki-laki paruh baya datang menghampiri Dannia. Lelaki itu memakai name tag di dada kirinya bertuliskan persis dengan tulisan yang ia baca diatas pintu tadi. Yaps! Persis, ini kepala sekolahnya.
Pak Gading mempersilahkannya duduk lalu memberikan beberapa pertanyaan pada Dannia, bertanya perihal kenapa ia bisa pindah ke Jakarta, dari mana asal sekolahnya dulu, dimana sekarang ia tinggal dan beberapa pertanyaan global lainnya.
Setelah kurang lebih dua puluh menit wawancara dengan kepala sekolah itu selesai, Dannia pun diantar oleh pak Gading ke sebuah kelas, kelas XII IPS 1. Keduanya pun masuk ke kelas itu, di dalam sedang berlangsung kegiatan belajar mengajar yang dipimpin oleh seorang guru wanita yang memakai sanggul tipis.
‘’Bu Siti, permisi sebentar, ini ada siswi pindahan baru dari Jogjakarta.’’ Pak Gading memperkenalkan Dannia pada Bu Siti
‘’Oh, iya bapak, silahkan pak..’’ jawab bu Siti ramah
‘’Silahkan perkenalkan diri kamu Dannia.’’ perintah pak Gading pada Dannia
Dannia mengangguk
‘’Hallo semua! Salam kenal, aku Dannia. Pindahan dari Jogjakarta.. semoga kita bisa berteman baik ya..’’ Dannia memperkenalkan dirinya singkat
Pak Gading melihat sekeliling ruangan kelas, tidak lama pun pak Gading mempersilahkan Dannia untuk duduk disamping lelaki yang sedang duduk sendirian