Ambisi akan harta dan kedudukan membutakan matanya untuk melihat jalan yang benar, ambisi juga mentulikan telinganya tentang kebenaran, kini ambisi yang tak terkendali itu menggerogoti hatinya sehingga ia tak punya lagi kemanusiaan. Berbagai cara ia lakukan demi menghilangakan dahaga akan haus ambisi. Ia bahkan berani melakukan hal terburuk demi memuaskan ambisinya.
Kemarahan Paman Doni semakin menjadi, ia bahkan memiliki niat buruk untuk mensukseskan ambisinya. Keesokan harinya ia berkunjung ke rumah Pak Bambang. Pak Bambang pun menyambutnya dengan hangat di rumahnya.
“Silakan diminum kak” Pak Bambang menyuguhkan segelas teh manis
“Terimakasih, apakah itu tas kerjamu?” Paman Doni menunjuk tas ransel warna coklat yang di letakkan di sofa.
“Benar kak. Kak, maaf aku tinggal sebentar untuk mengambil makanan untuk kakak” Pak Bambang segera pergi menyiapkan beberapa cemilan. Pak Bambang harus menyiapkan sendiri karena semua anak-anaknya pergi ke sekolah. “Ini kak, silakan dimakan. Ini berkas aset harta warisan milik mendiang istri saya.” Pak Bambang menyerahkan tumpukan kertas yang disusun rapi di dalam map.
“Ah terimakasih. Sekarang aku harus pergi karena ada rapat. Masalah rumah lebih baik ubah pendirianmu, karena aku bukan tipe orang yang suka dengan kekalahan” Paman Doni pergi membawa map setelah mengancam Pak Bambang.
Pak Bambang hanya tersenyum dan segera berangkat kerja. Saat ini Pak Bambang bekerja di foto studio yang dekat dengan rumahnya. Ia tidak ingin membiarkan keluarganya kesepian lagi. Sesampainya di tempat kerja Pak Bambang segera membuka tas untuk mengambil seragamnya.
Saat hendak mengambil seragam di dalam tas, tangan Pak Bambang dipatok ular. Seketika itu seluruh orang terkejut dan berusaha menolong Pak Bambang.
“Astaga, ada ular!” Salah satu pegawai berteriak
“Ya ampun, itu ular viper. Apa yang harus kita lakukan?” Pegawai wanita berkacamata itu panik ketakutan dan khawatir dengan Pak Bambang
“Ambulan, aku akan telpon ambulan. Kalian telpon pemadam untuk mengurus ular itu” Kepala studio segera menelpon rumah sakit, saat ia tau bahwa pegawainya terkena gigitan ular berbisa.
Beberapa menit kemudian Pak Bambang dibawa ke rumah sakit. Pak Bambang sudah jatuh pingsan setelah menahan rasa sakit seperti terbakar, sehingga ia berkeringat dingin. Mereka tidak tau harus melakukan apa untuk mengeluarkan bisa ular yang menjalar di tubuh Pak Bambang. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, Pak Bambang mulai kejang dan mengeluarkan busa di mulutnya. Tubuhnya membiru, tangannya menjadi biru kehitaman.
Damar, Hermawan dan Mayang segera berlari menuju rumah sakit saat mendengar kabar mengenai ayahnya.