Hujan deras mengguyur seluruh wilayah Watesnegoro, gemuruh guntur dan suara petir kala itu bagai dua dewa langit yang sedang berperang aduh kekuatan. Angin bertiup kencang dari timur ke barat dan membuat pepohonan hampir roboh. Langit malam semakin pekat, cahaya kilat menjadi lentera pemecah kegelapan.
Seorang gadis berumur 4 tahun berjalan sendirian di tengah jalan, tak menghiraukan badai yang mengganas, kilat petir sambung menyambung dan guntur yang bergemuruh menggelegar. Ia berjalan dan terus berjalan tanpa peduli dengan air hujan yang telah mengguyur seluruh badannya. Baju putih tipis miliknya tidak bisa menghangatkan tubuhnya dari udara dingin malam itu. Bibirnya yang merah perlahan mulai membiru dan badannya yang mungil pun akhirnya menggigil kedinginan.
Kereta kuda bewarna hitam melaju berlawanan arah dengan gadis tersebut, setelah beberapa menit gadis tersebut menggigil. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan gadis malang tersebut. Si gadis hanya melihat dengan tatapan mata yang kosong kereta kuda itu. Kakinya tak mau melangkah kemanapun, meskipun ia ingin berjalan ke pinggir untuk mempersilakan kereta kuda agar dapat melanjutkan perjalanannya.
Seorang pria tampan mengenakan setelan jas hitam dan membawa payung tanpa warna turun dari kereta tersebut dan menghampiri gadis itu. Ia berjalan dengan penuh pesona, tubuhnya gagah dan langkah kakinya berwibawa. Ia mendekat dan memayungi gadis malang yang terlihat menggigil karena kedinginan. Gadis tersebut hanya menatap laki-laki itu dengan tatapan kosong dan wajah tanpa ekspresi.
“Nak, kenapa kamu ada di jalanan malam-malam saat cuaca sedang buruk?” Laki-laki itu membelai rambut basah gadis tersebut.
Si gadis menjawab pertanyaan laki-laki tersebut dengan menggelengkan kepala.
Lalu laki-laki tersebut bertanya lagi “Dimana rumahmu? Aku akan mengantarkanmu pulang” Ia mengusap air hujan yang membasahi wajah gadis tersebut dengan lembut.
Sekali lagi gadis tersebut menggelengkan kepalanya.
“Baiklah, jika kamu tidak tau tempat tinggalmu. Maukah kamu menginap di rumahku malam ini? Besok, aku akan carikan informasi mengenai keluargamu” Ia memutuskan untuk mengajaknya pulang bersamanya. Ia tidak tega jika harus meninggalkan gadis mungil yang malang itu di tengah jalan dengan cuaca yang mengerikan.
Akhirnya gadis tersebut menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
Laki-laki tersebut membawanya masuk ke dalam kereta kuda.
Selama dalam perjalanan si gadis mengenakan jas laki-laki tesebut untuk menghangatkan tubuhnya. Laki-laki tersebut mencoba mengajak bicara si gadis untuk mengetahui identitas si gadis tapi si gadis tidak memiliki jawaban untuk semua pertanyaan yang diajukan oleh laki-laki tersebut. Si gadis hanya menatap dan terkadang tersenyum melihat laki-laki itu. Ia berpikir bahwa mungkin gadis tersebut bisu atau hanya tak mau bicara karena asing baginya.
Gadis itu memperhatikan perawakan laki-laki berumur sekitar tiga puluhan itu dengan seksama. Ia tidak mengenal siapa laki-laki itu, tapi hati dan tubuhnya sangat akrab dengan laki-laki itu. Meskipun terlihat diam, tapi sebenarnya di kepalanya berkecamuk banyak pikiran. Keputusan berdasarkan hati pun sudah ditentukan di dalam perjalanan diskusi hati dan pikiran.
“Tuan, sudah sampai” Kusir kereta kuda berseru kepada laki-laki tersebut.
“Terimakasih pak. Besok, tolong jemput saya jam delapan di sini ya?” Laki-laki itu memberi uang kepada kusir tersebut sambil tersenyum.
“Iya pak” Si kusir membalas senyum dan menganggukan kepala dalam, tanda hormat kepada laki-laki tersebut.
Laki-laki itu membawa si gadis masuk ke rumahnya. Kedatangan laki-laki tersebut disambut oleh kedua anak laki-lakinya yang berumur 8 tahun dan 5 tahun. Mereka sangat senang saat ayah mereka datang. Laki-laki tersebut segera memberikan oleh-oleh yang ia bawa dan memperkenalkan mereka berdua dengan gadis kecil yang ikut bersamanya. Kedua anaknya terkejut ketika sang ayah pulang membawa gadis kecil berambut panjang, memakai baju putih tipis dan jas ayahnya.
“Siapa dia ayah?” Anaknya yang terkecil bertanya dengan nada penasaran.
“Ehm.... ayah juga tidak tau. Nanti saja kita bicarakan hal ini. Sekarang tolong bantu dia menghangatkan tubuhnya” Laki-laki itu memegang bahu gadis tersebut sembari tersenyum kepada kedua anaknya.
“Ayo akan aku antar ke kamar tamu” Si kakak menyambut tangan gadis tersebut sembari tersenyum hangat.
Kamar tamu tersebut berada tepat di sebelah ruang tamu, “Nah, ini kamar tamunya. Kamar mandinya di sebelah sana. Ayo aku ajarkan menyiapkan air hangat untuk mandi” Si kakak berbicara dengan ramah dan sopan kepada gadis tersebut.
“Dik, tolong ambil baju ganti buat adik ini ya” Si kakak berseru kepada adiknya yang daritadi mengikutinya untuk mengantar gadis tersebut ke kamar tamu. Ia sangat ramah dan murah senyum seperti ayahnya.