Gelembung

choiron nikmah
Chapter #7

#7 "Sweet Seventeen"

Semenjak kejadian cahaya misterius itu muncul, Mayang terus menantikan ulang tahun ke 17 nya. Hari –hari berlalu begitu saja. Kini ia berumur 16 tahun, dan 10 hari lagi akan beranjak menjadi 17 tahun. Ia tidak sabar untuk segera mengetahui jati dirinya. Ulang tahunnya yang ke 17 adalah ulang tahun yang sangat dinantikan karena Pak Bambang berencana membuat pesta ulang tahun yang meriah untuk Mayang. Pesta yang tak kan pernah terlupakan.

Hari yang cerah dengan suasana hati yang ceria, Mayang dan kedua kakaknya mengantar undangan ke keluarga Paman Doni. Namun, sesampainya di sana kedatangan Mayang disambut dingin oleh Paman Doni dan Tante Maria. Sambutan yang tak seharusnya dilakukan oleh keluarga besar.

“Tante, Mayang mengundang tante sekeluarga untuk datang ke acara ulang tahunku yang ke 17” Mayang menyodorkan undangan

“Aku dan pamanmu sibuk bekerja, kalau sempat aku dan paman mu akan datang” Tante Maria mengambil undangan tanpa dibaca. Ia meletakkan undangan tersebut di atas meja.

“Anak hasil perselingkuhan diperlakukan dengan berlebihan. Semoga saja kelak bisa jadi bidan bukan beban” Paman Doni melirik tajam ke Mayang, lalu kembali menatap koran. Matanya menyusuri setiap kata di kolom bisnis.

“Papa, jangan terlalu kejam kepada Mayang” Tiba-tiba Rio datang dan langsung memeluk Mayang dari belakang. Damar dan Hermawan terkejut dengan kemunculan Rio. Sedangkan Mayang berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Rio.

“Papa tidak kejam, tapi mengatakan pendapat berdasarkan fakta” Bisma membela Paman Doni sembari mengangkat dagu Mayang. Hari ini Mayang benar-benar terjebak. Rio di belakangnya dan Bisma tepat di depannya. Hermawan yang ingin membantu Mayang, tapi dicegah oleh Damar karena Paman dan Tantenya pasti akan menyalahkan Hermawan.

“Kak, tolong lepaskan Mayang” Damar mencoba membantu Mayang yang berada pada posisi terjepit diantara Rio dan Bisma.

“Jangan berlebihan Damar, mereka hanya bermain-main saja” Paman Doni menasehati Damar. Sesuai dengan dugaan Damar, Paman Doni pasti akan menyalahkannya bukan anak-anaknya.

“Iya, kalian main saja di pavilliun sana” Tante Maria menunjuk tempat yang ia maksud.

Damar, Hermawan, Mayang, Rio dan Bisma berkumpul di taman pavilliun. Damar dan Hermawan bergerak cepat menjadi benteng untuk Mayang. Mereka tau bahwa Rio dan Bisma mengincar Mayang untuk jadi mainan mereka. Hari ini mereka tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

“Kenapa kalian berdua bersikap berlebihan?” Bisma tidak meyangka bahwa Damar dan Hermawan akan bereaksi seperti itu. Ia berjalan mendekati mereka bertiga.

“Tolong jangan ganggu Mayang. Kita akan bermain dengan kalian, tapi biarkan Mayang pergi” Wajah Damar terlihat sangat tegang padahal pembawaannya sehari-hari tenang dan berwibawa.

Rio, Bisma, Damar dan Hermawan sibuk beragumen. Bisma dan Rio terus saja memancing emosi Hermawan dan Damar. Pembicaraan mereka berempat terus berlanjut tanpa ada yang menyadari bahwa Mayang telah pergi dari sana.

Mayang pergi dari pavilliun menuju aula dibelakang rumah. Aula itu sangat besar dan letaknya di dekat dengan danau. Suara melodi piano yang berasal dari aula yang membuat Mayang datang ke tempat tersebut. Melodi itu membentuk simponi yang indah, iramanya seakan-akan menyentuh hati dan mengisih kekosongan di dalam sana.

Lihat selengkapnya