Greenwich, College Approach Street - 06.00 GMT
Suasana hiruk pikuk di kota Greenwich berangsur-angsur terlihat. Toko roti mulai menerima pelanggan masuk. Beberapa orang mengendarai sepeda melintasi jalanan, sambil melihat matahari pagi yang baru terbit. Jalanan lengang tanpa adanya mobil atau kendaraan bermotor lainnya. Rerumputan hijau di tepi jalan meneteskan embun-embun pagi. Udara dingin pagi itu, memaksa para penduduk kota untuk mengenakan baju hangat. Di beberapa rumah tua, api unggun dibiarkan menyala. Rumah modern yang mempunyai penghangat juga melakukan hal yang sama. Berangsur-angsur, suasana Greenwich mulai merangkak ramai. Para pedagang, bersiap memulai hari mereka. Ada juga beberapa pasangan muda yang duduk-duduk di pinggir Sungai Thames, mencari pemandangan terbaik untuk melihat Sunrise sebelum berangkat sekolah. Kereta gantung di kota itu, mulai beroperasi. Mengantarkan para penumpang dari ujung kanan Sungai Thames ke ujung kiri. Begitupun sebaliknya.
Di tengah kota Greenwich, taman seluas 74 hektare terpampang menanti siraman sinar mentari pagi. Taman kota itu megah berdiri dipenuhi dengan rerumputan sejauh mata memandang. Beberapa burung berterbangan dan mendarat di sana. Hendak mencari makan sepertinya. Barangkali mereka bisa temukan ulat atau serangga lainnya.
Beberapa saat kemudian, burung-burung dara itu mengepak-ngepak sayap mereka, bergegas pergi. Sepertinya, hanya mereka yang tahu apa yang akan terjadi. Jauh dari sana, segumpal awan kelam menggantung di langit. Awan yang dalam tempo waktu lima menit, berubah menjadi semakin besar dan semakin besar. Awan penghujan itu pun mencucurkan tetesan-tetesan air ke bawah, yaitu ke permukaan kota yang baru saja memulai aktivitas pagi mereka. Sekonyong-konyong, hujan mengguyur kota.
Tanpa berita dan tanpa tanda. Tetesan air hujan hanya turun tanpa permisi, dan mendarat di sana. Beberapa tampias hujan mengenai jendela sebuah rumah tua nan kokoh di suatu kawasan perumahan dekat pusat kota itu. Embun-embun pagi, bercampur dengan air hujan, menempel pada jendela yang dingin. Di dalam rumah itu, di jalan College Approach nomor urut belasan rumah dari ujung, persis di sisi dalam dari jendela, seorang remaja laki-laki masih tertidur lelap memeluk gulingnya dengan meringkuk. Laki-laki berambut hitam itu, perlahan mulai terbangun. Ia mengumpulkan nyawanya untuk bisa membuka kedua matanya yang terkantuk-kantuk.
"Urrgghhh."
Dia mengucek matanya. Mengedip-ngedipkan mata.
"It's raining outside? Brrr ... no wonder it's bloody cold in here."
"Di luar hujan? Brrr ... gak heran kalau di sini dingin mampus," ucap Bara sambil keluar dari kepompong selimutnya.
Ia mengucek-ngucek matanya lagi dan membuka tirai jendela yang berada tepat di depan wajahnya. Bara menyentuh kaca tersebut dengan jarinya. Sebersit embun yang menggantung pada bagian sisi dalam jendelanya, terhapus sudah oleh jarinya. Sebuah refleksi bayangannya, terpantul buram dari jendela tersebut. Bara sedang melihat dirinya sendiri. Bara hanya mencoret asal.
"Brrr," ia kemudian bangun dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi.
"Ini dimana ya?" Sebuah suara menyadarkan Bara dari kantuk.
Sontak usai sudah, masa kantuknya. Suara seorang gadis yang begitu jelas menghentikan langkahnya untuk mandi. Bara berhenti berjalan. Ia menengok ke belakang, ke kanan dan kiri. Mencoba memastikan sumber suara tersebut.
"I think I just heard something."
"Kayaknya gua denger sesuatu deh," Bara mencoba mendengarkan.
"Hmmm? Maybe I just misheard it."
"Hmmm? Kayaknya cuma salah denger."
Ia melanjutkan langkahnya dan menghiraukan suara tersebut.
Bara sudah sampai di kamar mandi kamar flatnya. Ia masuk ke dalam pintu dan mengunci pintunya. Walau dingin, Bara tidak bisa memulai hari tanpa satu aktivitas ini, yaitu mandi.
"Eh tunggu, mau ngapain dia?!"
Suara tersebut muncul sekali lagi. Bara menghentikan aktivitasnya. Ia menengok sekeliling ruangan, memastikan sekali lagi. Mengusap wajahnya dan mengkerutkan keningnya, panik.
"I really hear something ... just what the bloody hell was that?!"
"Gua beneran denger sesuatu ... anjir, itu apaan sih?!" ucap Bara, sebal.
Hening.
Bara melanjutkan membuka semua bajunya.
'There is nothing, there is nothing, there is nothing, there is nothing!'
'Gak ada apa, gak ada apa, gak ada apa, gak ada apa!' Bara menguatkan hati.
"AHHHHHHHHHHHH!" Suara gadis tersebut membuyarkan keberanian Bara.
Bara menghambur keluar dari kamar mandi, hanya berkainkan celana boxernya. Cepat-cepat ia keluar dari kamar mandi, kemudian menutup pintu kamar mandi hingga mengagetkan teman sekamarnya yang tidur di bawahnya.
Seorang remaja laki-laki berambut pirang keluar dari dalam selimut. Hanya kepalanya menyembul keluar.
"The f dude?!"
"Apaan anying?!"
Tanya orang tersebut.
Bara mencoba mengatur napasnya yang masih terengah-engah.
"I ... I hear ... I hear a voice ... It's from a girl, and it's very clear ... John."
"Gu-gua denger suara ... itu suara cewek, dan jelas banget ... John," Bara menjelaskan sepotong-sepotong.
John menyipitkan matanya.
"The f-?"
Belum selesai bicara, Bara sudah memotongnya.
"Yesh..."
"In the bloody morning?! How could it be an f-in ghost in the morning!"
"Di pagi buta kayak gini?! Gimana bisa pagi-pagi gini ada setan!"
"I swear, John. I just heard it very clearly! And the stupid ghost screams out loud...."
"Sumpah gua, John. Gua denger itu jelas banget! Dan tuh setan geblek teriak kenceng bener...."
"And you are scared, like a chimken? Unbelievable, Bara."
"Terus lu takut, kayak yayam? Nggak bisa dipercaya lu, Bara."
John menggulung dirinya ke dalam selimut kembali.
"I won't come out unless you are awake, so...."
"Gua nggak akan keluar kecuali lu bangun, jadi...."
Bara beranjak naik ke atas kasurnya. Ia segera melakukan hal yang sama dengan John, hanya dengan tempo lebih cepat dan perasaan yang lebih panik.
"So you'll skip school if I am not awake?"
"Jadi lu akan bolos sekolah kalau gua gak bangun?"
Bara terdiam sejenak.
"Oh yeah, I have school."
"Oh iya, gua harus sekolah."
"Really dude?! Hahaha! WE have school! Just take your indo-bath first. C'mon, off you go, pussy!"
"Serius lu?! Hahaha! KITA harus sekolah! Buruan selesain mandi ala indo lu. Ayo, buru gih, pengecut!"
John mengambil bantal dengan tangannya dan menggebuk Bara. Bara mengeluarkan kepalanya dari dalam selimut. Ia menatap John sambil meniup anak rambutnya. John menyeringai.
"What? If the ghost is a girl, just ask her out then! Maybe she can sell you out!"
"Ngapa lu? kalau setannya benerean cewek, ajak jalan aja! Mungkin aja lu bisa laku sama dia!"
Perlahan, Bara menurunkan kaki dari tempat tidurnya. Ia kemudian berjalan menjauh dari John dengan lunglai.
"Hehh ... aye, captain ... just stay awake."
"Hehh ... aye-aye, kapten ... yang penting lu bangun aja dah."
"And make sure you ask her to waltz! Hahahaha! Every ghost dances, you know?"
"Dan pastiin lu ajak dia dansa waltz! Hahahaha! Setiap setan suka joget, tahu?"
Olokan John membakar keberanian Bara. Ia ingin cepat-cepat sampai ke kamar mandi, dan menghiraukan semuanya.
-----
Lunchtime di kantin sekolah Greenwich Stellar School. Bara dan John sedang menikmati makan siang mereka berdua bersama-sama. Beberapa siswa bermain-main dengan makanan mereka yang disediakan oleh sekolah. Seorang anak mencipratkan saus ke arah seragam blazer abu-abu tua milik temannya. Kantin semi outdoor itu dipadati siswa multikultur dan ras. Seakan kantin tersebut adalah sebuah pot besar yang menampung berbagai macam orang dengan latar belakang yang variatif. Hujan masih terus turun, membasahi kota Greenwich.
John mencubit ujung dari Yorkshire Pudding yang ia makan. Setelah itu, menusuk daging bacon dan memasukannya ke dalam mulutnya.
Sedangkan Bara, sama sekali belum menyentuh makan siangnya. Bara sedang mengetik sesuatu pada ponsel pintarnya.
Menu makan siang hari ini adalah Yorkshire pudding, gravy, bacon, ayam panggang, dan salad. Beberapa siswa lain memilih Mash potato ketimbang Yorkshire pudding. Hal itu dikarenakan, beberapa siswa merasa aneh memakan sesautu yang asin dengan sesuatu yang bernama pudding. Walaupun, Yorkshire pudding adalah sesuatu yang berbeda dari puding lainnya. Walau bernama pudding, rasa dan teksturnya sama sekali tidak mirip pudding. Lebih mirip roti yang bertekstur lembek.
"What now?"
"Apa sekarang?" John mengunyah sambil menyeringai.
"I'm just surfing,"
"Cuma surfing," Bara membalas cuek pertanyaan John. Matanya terus terpaku pada layar ponselnya.
"Oh, God!"
"Ya Tuhan!"
Bule itu merebut paksa smartphone Bara.
"Hey!" Bara menyalak.
Tapi John tidak peduli. Ia membaca keras-keras tulisan yang terpampang di sana.
"Hearing a ghost voice? Don't call the police, instead call a whiz. You serious bro?"
"Mendengar suara hantu? Jangan panggil polisi, tapi panggil dukun. Lu seriusan bro?"
John tertawa sambil mengembalikan ponsel itu kepada Bara.
"The ghost following me everywhere today."
"Setannya ngikutin gua kemanapun seharian."
Bara mengambil ponsel dengan kasar.
"Really? In your class too?"
"Masa sih? Di kelas lu juga?"
"Yeah! She's mumbling around ... like Bloody Marry. But with a more eerie voice."
"Yeah! Dia kumur-kumur gitu ... kayak Bloody Marry. Tapi suaranya lebih nyeremin."
----
Bara merekam ulang memorinya pagi tadi.
Ia ada di dalam kelas, duduk di paling depan. Biasanya, Bara selalu memperhatikan penjelasan dari guru. Walau begitu, Bara belum mencatat apapun sepanjang pembelajaran hari ini. Bukunya terbuka, tapi tidak dengan otaknya. Ia masih terbayang dengan suara-suara yang kadang suka muncul tersebut. Di depan kelas, guru sedang menjelaskan mengenai teori fisika tentang suara dan efek Dopler.
"So in today's session, we will talk about Doppler's effect in soundwave...."