Gelombang°°

Feryan Christ Jonathan
Chapter #2

Seorang Gadis Bali

Jalan Tali Putri 1, Bali Selatan - dinihari

Di sebuah rumah di daerah Bali. Patung Dewa Baruna berdiri kokoh disiram oleh sinar bulan. Suasana malam hari. Hanya ada suara jangkrik yang terdengar. Dari luar sana, terlihat kamar seorang perempuan yang dibatasi dengan kaca jendela. Dalam kamar tersebut ada banyak foto. Ada foto kembang api, foto seorang anak sedang main sasando, foto seorang ibu dalam pakaian adat Bali sedang menari, dan foto suami istri dan kedua anak perempuan yang masih kecil. Seorang gadis dengan rambut berantakan terduduk di tengah-tengah kamar itu. Ia sedang terbangun dari tidur lelapnya. Terduduk di atas kasurnya, napasnya terengah-engah.

"Apaan itu barusan? Kok mimpinya serasa nyata banget?"

Runa mendengar suara sayup-sayup dari sebuah televisi. Runa memandang ke arah jam. Pukul 05.00 pagi. Runa mengedip-ngedipkan mata dan turun dari kasurnya. Ia berjalan keluar dari kamarnya, menyibak serngkaian kerang-kerang yang diikat menjadi satu, menuju ke ruang tamu. Di ruang tamu, suara televisi semakin terdengar.

" ... ya betul sekali, Rangga. Supermoon ini adalah salah satu fenomena alam yang paling ditunggu-tunggu oleh para pecinta ruang angkasa. Ini adalah supermoon terbesar sepanjang sejarah. Kita ada di saat yang sangat beruntung sekali ya, bisa menyaksikannya secara langsung di sini. Beberapa lokasi yang akan mendapatkan view paling bagus dari bulan ini adalah jika anda menyaksikannya dari Argentina, South Africa, West Australia, dan menurut para ahli akan dapat terlihat paling besar dari Indonesia. Kira-kira dalam waktu 2 bulan dari sekarang. Tepatya pada tanggal ...."

"Ajik?"

"Oh, sudah bangun? Tumben pagi," orang yang Runa panggil Ajik, sedang menonton TV sambil menghidu kopi panas.

"Kebangun tadi. Jadi tidak bisa tidur lagi."

"Heh, tidak mau tidur lagi kamu?"

"Tidak, jik. Runa dapat mimpi aneh. Takutnya keterusan kalau Runa tidur lagi."

"Heeheh. Kamu mimpi apa memangnya?"

"Masa jik, Runa mimpi ketemu sama cowok bule. Tapi dia bisa ngomong pake bahasa indonesia. Runa seharian ikut dia ke sekolah, dengerin pembelajaran, ngobrol sama temannya. Hehh... Aneh sekali deh, jik. Rasanya seperti bukan mimpi tadi tuh."

"Cowok bule?"

"Iya, jik."

"Kamu mimpiin jalan sama cowok?"

"Bukan jalan berdua, jik. Ah sulitlah dijelaskan. Gak penting juga lagian."

"Eh, eh, mau ngapain?" Tangan Runa perlahan mengarah ke gelas Ajik, sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Mau, minum kopi. Bagi sedikitlah, jik," Runa tertawa kecil sambil beringsut memelas kepada ayahnya.

"Heleh, bikin sendirilah. Ini kopi Ajik, kamu bikin yang baru sana."

"Ah, yasudah jik. Runa ke dapur dulu," Runa beranjak pergi ke dapur.

"Jangan telat datang ke sekolah ya. Jangan lupa juga kamu ada latihan tari hari ini, Runa," teriak Ajik dari ruang tamu, sambil dibalas dengan isyarat ibu jari oleh Runa sampai bayangan tubuhnya hilang ke dapur.

----

Runa mengeluarkan buku-buku pelajaran dan catatannya. Ia memasukan sebagian dari buku tersebut ke dalam loker di bawah mejanya. Kursi Runa paling depan hari ini, karena pelajaran dijam pagi ini adalah pelajaran kesukaannya yaitu pelajaran Bahasa Indonesia. Ketika Runa sedang mempersiapkan bukunya, ia agak terkejut karena melihat seorang guru yang bukan guru pelajaran yang seharusnya masuk ke dalam ruangan kelasnya. Tidak hanya seorang guru tanpa nama, guru ini adalah guru Matematika yang terkenal galak di sekolah, bernama Bu Riri.

"Runa, kok kamu malah bawa banyak sekali buku hari ini?"

"Siap-siap untuk belajar, bu. Hehehe."

"Belajar?" Bu Riri mengernyitkan dahinya.

"Kamu tidak tahu hari ini kita ujian semester?" Ekspresi senyum di wajah Runa perlahan menghilang. Wajah Runa pucat. Alisnya mengkerut. Bola matanya membesar.

"U ... ujian bu?"

"Iya. Kamu sudah belajar 'kan?"

Satu per satu sesi ujian sekolah dimunculkan. Dari sesi ulangan pertama, matematika. Runa meneteskan keringat sambil terus mengerjakan soal dengan raut wajah kusut.

Ulangan kedua, kimia. Runa menggigit-gigit pensil dan mengacak-acak rambutnya.

Ulangan ketiga, biologi. Runa hanya tertunduk dan membenamkan wajahnya di atas meja. Sambil sesekali menatap soal-soal tersebut dan tertawa jengkel.

Runa menarik napas panjang, bersiap berteriak.

----

"AHHHHHHHHHHHHHHHHH!!!! KENAPA BISA-BISANYA AKU LUPA, LINA!!!"

Runa sekarang berada di luar kelas, di sebuah danau kecil buatan milik sekolahnya. Ia sedang bersama dengan adik perempuannya.

Adiknya adalah seorang gadis SMA kelas 1 yang bedanya hanya dua tahun dengan kakaknya. Pembeda di antara mereka berdua hanyalah potongan rambut dan tinggi badan. Untuk kedua hal tersebut, Lina lebih pendek dari Runa.

Lina mendengarkan celotehan kakaknya sambil meminum sekotak susu UHT di tangannya.

"Hahahahaha. Yasudah kak. Masih ada kesempatan. Baru hari pertama, masih banyak pelajaran yang belum dihadapi 'kan? Setelah ini pelajaran apa kak?"

"Bahasa Inggris, dek," Lina menahan gelak tawa.

"Hahah, sepertinya aku siap jadi anak tunggal nih," Lina terpingkal-pingkal.

"Ihhh! Jadi adek pengertian dikit kek."

"Hahahahaha! Makanya kak, lain kali diingat-ingat dong jadwalnya. Masa jadwal ujian semester bisa lupa. Dah kak, aku mau jajan dulu di kantin. Kakak mending sekarang belajar. Supaya nilainya gak jelek-jelek banget nantinya," ia berangsur-angsur berjalan meninggalkan Runa, sambil berjalan ke belakang. Runa memandang jengkel adiknya itu.

----

Berganti tempat ke kantin sekolah. Terlihat sebuah buku pelajaran sedang terbuka dari atas. Berbagai macam percakapan dalam Bahasa Inggris terpampang di buku tersebut. Sebuah tangan membalik halaman demi halaman buku tersebut. Runa belajar keras. Wajah Runa dipenuhi guratan serius. Mulutnya sambil berkomat-kamit menghapal. Pukul 12.45. Awan mendung, Hujan mulai turun. Beberapa tetesan tampias air hujan kecil-kecil mengenai wajah Runa. Sedikit-sedikit, ada yang mengenai buku. Namun, ia masih fokus belajar.

"Where is this?"

"Ini dimana?" Sebuah suara seorang remaja pria terdengar

"Where ... where ... Oh ... This is on ... in? at ... ummm ... Bali. Bali ... is ... a ... beautiful country."

"Di ... di ... oh ... ini di? di ... ummmm Bali. Bali ... adalah ... negara ... yang indah."

"Bali? Since when Bali is a country?"

"Bali? Sejak kapan Bali itu negara?"

Runa berhenti melihat ke arah buku.

"Tunggu sebentar," ia menengok ke kanan-kiri. Ke belakang.

"Kok ada suara orang, tapi gak ada orangnya ya?"

"This is weird. What is this place? Why I can't move my body? Wait, is this a girl's body?"

"Ini aneh. Tempat apa ini? Kenapa gua gak bisa gerakin badan gua? Tunggu, apa ini tubuh cewek?"

Runa cepat-cepat membuka botol air minum. Menenggak air sebanyak mungkin. Tangannya gemetar.

"Hello, miss?"

"Hello, bu?"

Runa tidak menjawab salam tersebut. Ia sebaliknya malah mengatupkan kedua tangannya.

"Jangan hantui aku ... jangan hantui aku."

"Oh, Indonesia ya? I see. Permisi, ini dimana ya?"

Runa menutup bukunya. Ia terbirit-birit lari ke kamar mandi sekolah.

"Hei, hei?! Mau kemana?" Sampai di sana, ia segera mengunci pintu kamar mandi dan merapal doa.

"Semoga dia pergi,"

Setelah mulai hening beberapa detik, Runa membuka kembali pintu kamar mandi.

"Sepertinya dia udah gak ada," ucap Runa. Ia tengok ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada orang lain di sekitarnya saat ini.

Lihat selengkapnya