Gelombang°°

Feryan Christ Jonathan
Chapter #17

Suara Menggenapi Janji

Hari yang berbahagia itu pun datang sudah. Di tengah gelapnya malam, pesta pernikahan itu digelar dengan meriah. Tamu-tamu berdatangan dengan pakaian pesta mereka. Kebahagiaan nampak dari raut wajah para tamu undangan. Tempat pernikahan itu berada di sebuah restoran dekat dengan pantai daerah Selatan di Bali. Heningnya pantai malam itu, terisi dengan suara-suara keramaian di salah satu restoran itu.  

Bara selesai memfoto John. Temannya itu sudah tampak rapih dengan jas miliknya itu. 

"I will get really jealous."

"Gua bakal cemburu banget sih," ucap Bara.

"Dude! You said you're not gay! C'mon, we still have time to cancel everything! I will marry you instead."

"Cuy! Lu bilang lu bukan gay! Ayolah, kita masih ada waktu buat ngebatalin semuanya! Gua akan nikahin lu aja jadinya," John menarik tangan Bara dengan jenaka.

"Hahaha, I'm joking!"

"Hahaha, gua cuma bercanda!"

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Setelah mulai reda suara tawa mereka, John menatap Bara. 

"You know the unbelievable things after not seeing you for eight years?"

"Lu tahu apa hal yang sulit dipercaya setelah gak ketemu lu selama delapan tahun?"

"Heh, what is it?"

"Heh, apaan tuh?"

"I can't believe you still wearing this thing. EVEN ON MY WEDDING DAY!"

"Gua gak percaya lu masih mengenakan benda ini. BAHKAN DI HARI GUA NIKAH!" John mencubit kerah baju Bara.

"This thing is called Batik. This is a masterpiece."

"Benda ini namanya Batik. Ini sebuah mahakarya."

Bara memamerkan batik kesayangannya itu. Entah sudah sejak kapan ia memilikinya, tapi barang itu adalah salah satu pakaian andalannya. Ia ingat dikirimkan oleh seseorang saat ia tinggal di Inggris dulu. Tapi tidak ingat siapa orangnya.

"I look swag with this, right?"

"Gua keliatan keren dengan ini, kan?"

"Doesn't mean you must wear that on every important occasion, right?!"

"Gak berarti lu harus pake dalam setiap acara-acara penting, 'kan?"

"Heheh, relax...."

"Heheh, santai...."

"Talk about favorite shirt, heheh... the first time I met you, you're not like this at all, Bara."

"Emang si baju paling favorit dah, heheh. Pertama kali gua ketemu lu, lu sama sekali gak kayak gini, Bara."

"Really?"

"Masa sih?" Bara menaikkan satu alisnya.

John menepuk bahunya mantap. 

"You've changed. You are the man of the nation now!"

"Lu berubah. Lu adalah putra bangsa sekarang!"

"I hope it's a compliment."

"Gua harap itu sebuah pujian."

"It is a compliment! Are you still a Pluviophile?"

"Iya, itu memang pujian! Apa lu masih seorang Pluviophile?"

"I never classified myself as rain-lover."

"Gua gak pernah mengklasifikasikan diri gua sebagai pecinta hujan."

 John mengenakan jas pengantinnya. Kemudian melanjutkan pembicaraan sebelumnya. 

"But, you are. Everybody knows you love the rain!"

"Tapi, lu emang begitu. Semua orang tahu lu cinta hujan!" John tergelak. Ia mencolek-colek Bara, menggodanya.

"Hmmmm. It's just your thoughts."

"Itu cuma pikiran lu aja," Bara membantu merapihkan kemeja John.

"Congratulations on your wedding, brother. Thank you for everything you've done. I think I'm the luckiest friend ever."

"Selamat atas pernikahan lu,bro. Terimakasih buat semua yang udah lu lakukan. Gua kayaknya adalah teman paling beruntung di dunia."

"Same thing goes here too. I owe you a lot in my life, Bara."

"Hal yang sama juga berlaku ke gua juga. Gua berhutang banyak ke lu di hidup gua, Bara."

Tangan panjang John merangkul punggung Bara. 

Mereka berpelukan satu sama lain.

"Have a happy life, my friend."

"Semoga hidup lu bahagia, kawanku," Bara menepuk pundak sahabatnya itu.

"I hope you can love a girl just like you love the rain."

"Gua harap lu bisa mencintai seorang gadis seperti lu mencintai hujan," ucap John.

Bara termenung sejenak. Sedikit kaget dengan hal yang diucapkan John. Jauh di lubuk hati Bara, ia pun juga ingin seperti itu. Entah sejak kapan, ia terus menerus mencari-cari alasan mengapa ia begitu menyukai hujan. John, walau mereka tak bertemu lama, ia selalu tahu apa yang terjadi pada Bara. Kalimat itu tak hanya diucapkan sebagai kalimat asal saja olehnya.

John lanjut bersiap-siap, meregangkan pelukannya. Ia menggelangkan jam tangan analog pada pergelangan tangannya.

"Thank you for this, by the way."

"Terimakasih buat ini, ngomong-ngomong," katanya sambil mengencangkan tali jam tersebut. 

"It fits you so well, mate."

"Jamnya cocok banget sama lu, cuy."

Bara bersiap membuka pintu ruangan John.

"Heheh. You ready?"

"Heheh. lu siap?"

"Yep! Here it goes!"

"Yep! Ini dia!"

Bara membuka pintu tersebut. John keluar lebih dulu. Ia berjalan dengan gagahnya. 

Di luar, berbagai karangan bunga juga turut menghiasi suasana berbahagia itu. Di dalam banyak karangan bunga itu, ada ucapan selamat untuk pengantin hari ini. Tertulis:

Congratulation John and Linaswara!

--------

Acara pernikahan akan masuk ke sesi makan-makan. Seluruh tamu undangan memberi tepuk tangan yang meriah. Confetti dinyalakan. John dan Lina berdiri di altar dengan tangan mereka mengenakan cincin pernikahan mereka. Senyum mereka menjadi pusat dari acara malam ini. Beberapa kembang api juga turut memeriahkan malam mereka. Letupan-letupan itu menghiasi gelapnya langit malam. Ketika pecah, pantulan cahaya kembang api tersebut terefleksikan di atas permukaan air. Para tamu pecah dalam kebahagiaan. Ajik dan ayah John berangkul-rangkulan, tertawa terbahak-bahak.  

Runa tersenyum dari bawah pelaminan. Ia menatap adiknya yang suka membuat usil itu, kini telah menikah. Tak selang lama dari acara kembang api itu, Runa mengasingkan diri sejenak. Ia mengambil segelas minuman. Ketika ia berbalik badan lagi, di hadapannya sudah ada tiga orang pria. Sepertinya mereka berteman baik satu sama lain. 

Lihat selengkapnya