Gemini

Wildan Ravi
Chapter #2

Switch

Sore hari sepulang sekolah, Mitha langsung pulang ke rumah karena ia harus menyiapkan diri untuk bekerja malam harinya. Rumah yang sebenarnya cukup jauh dari sekolah barunya itu adalah peninggalan orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan 2 tahun lalu saat ia masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Sejak saat itu ia hidup sebatang kara dan harus bekerja di usia yang masih sangat muda untuk bertahan hidup.

Mitha berdiri di depan cermin kamarnya. "Cello, Cello, Cello." ucapnya

Mitha harus menarik nafas panjang karena pertukaran jiwa itu membuat dadanya terasa sesak. Hembusan nafasnya yang menandakan pertukaran itu telah selesai. Tatapan matanya yang polos menghilang, di gantikan dengan tatapan yang sinis dan menggoda.

Cello bergegas mandi dan merapikan diri. Memoles wajah, mengenakan lensa kontak warna hazel sebagai pengganti kacamatanya. Kemeja putih dengan 2 kancing bagian atas di biarkan terbuka dan rok mini hitam yang ketat adalah seragam kerjanya. Tidak lupa sepatu hak tinggi 7cm dan rambutnya yang saat siang ia kepang, di biarkan tergerai dengan indahnya. Mengendarai mobil sedan peninggalan ayahnya, ia pergi menuju tempat kerjanya.

Club malam, tempat yang seharusnya tidak di datangi gadis seusianya adalah tempatnya bekerja. Pukul 7 malam Cello tiba, bergegas ke dalam untuk merapikan tempat tersebut karena pukul 8 malam tempat itu buka dan akan ramai di masuki pengunjung. Cello adalah seorang pramusaji di tempat itu, dengan gaji yang pas-pasan ia harus sedikit menggoda pria-pria hidung belang untuk mendapatkan uang tambahan atau tips.

"Ayo siap-siap sebentar lagi kita buka."

Pria itu adalah Om Bryan, pemilik club malam itu. Cello bertemu dengannya 2 tahun lalu di sebuah mini market saat ia hendak mencuri akibat uang simpanan orang tuanya sudah habis, karena memang tidak banyak yang di tinggalkan. Mitha yang di kenal selalu melarangnya untuk membuat masalah, kini hanya bisa diam. Saat Cello sedang sembunyi-sembunyi memasukan beberapa makanan dan snack ke dalam jaket besarnya, Om Bryan yang memergokinya langsung meraih lengan Cello dan menggiringnya ke depan kasir.

"Lepasin saya!" ucap Cello meronta-ronta.

"Keluarkan semua makanan dari dalam jaket kamu!" pinta Om Bryan dengan nada yang santai.

Dengan kesal Cello mengeluarkan barang jarahannya ke atas meja kasir, ketika ia hendak melangkahkan kaki untuk pergi, Om Bryan kembali menahan tangannya.

"Mau apa lagi sih?" Cello gugup karena ia takut akan di bawa ke kantor polisi.

"Semua ini biar saya yang bayar." ucap Om Bryan kepada kasir tanpa memperdulikan pertanyaan Cello.

Tangan Cello yang keras karena berusaha melepaskan diri, tiba-tiba saja menjadi lemas setelah mendengar ucapan pria paruh baya itu. Setelah itu Om Bryan mengajaknya ke dalam mobil untuk berbincang sejenak. Tentu saja pertanyaan yang di lontarkan pertama kali adalah 'Mengapa?'. Dengan menangis, Cello menceritakan kisah hidupnya yang pilu. Kasihan dengan nasib gadis itu, Om Bryan mengajaknya bekerja di Club malam miliknya, karena hanya itu yang bisa ia bantu.

Lihat selengkapnya