Gending Hati

Sriasih (Asih Rehey)
Chapter #6

Bagian 6

Ada yang hilang dari kehidupanku. Ya, kehadiran dan perhatian Mas Bayu tak dapat kurengkuh. Beberapa hari mataku bengkak karena terlalu banyak menangis. Entah kenapa aku merasa tak ada harapan lagi. Seakan Mas Bayu semakin jauh dari tanganku. Hidupku hampa, kabut keraguan di dalam hatiku semakin pekat. Rinjani benar, mungkin memang dia penguji jalanku meraih impian. Kalau makhluk seindah Mas Bayu disebut ujian? Lalu makhluk seperti apa yang harus disebut anugerah? Ah, pusing memikirkan cinta. Lebih baik aku konsentrasi menyelesaikan tugas-tugas kuliahku. Seperti biasanya aku dan Citra mencari ilham di sebuah taman. Setelah tugas koreografi kelompok selesai, Pak Burhan juga memberikan tugas individu. Kali ini tarian disertai dengan tembang. Ya, nasib anak tari memanglah begini. Kalian tahu apa yang ada di dalam tas ranselku? Bukan buku maupun notebook, akan tetapi jarik, stagen, sampur dan juga properti tarian.

“Gila! anak-anak sudah heboh saja cari perhatian si Wisnu,” kata Citra sambil memainkan jemarinya.

“Wajar sih, dalang ganteng,” sahutku sambil membuat sketsa gerakan tarian di buku.

“Kamu tidak tertarik sama Wisnu?” tanya Citra penasaran. Aku meletakkan pensilku di pangkuanku.

“Gara-gara dia, aku sama Mas Bayu salah paham. Terus kamu bilang aku harus tertarik sama dia?”

“Dalang lho, Sya,” sahut Citra.

“Kamu lupa, mantan kamu yang dalang itu?” Citra tampak terbahak ketika aku mengingatkannya waktu dia diselingkuhi pacarnya yang kuliah di jurusan pedalangan.

“Nah, kamu pikir aku bakalan tertarik sama dia? kamu salah!”

“Tapi, yang namanya cinta itu karena terbiasa, Sya.”

“Gara-gara cinta malah bikin tugas kuliah kacau,” balasku. Citra tertawa lebar sambil menari-nari di depanku. Kalaupun aku harus putus dengan Mas Bayu, aku harus berpikir dua kali untuk dekat dengan orang lain. Hatiku terlalu nyaman dengan Mas Bayu dan mungkin hatiku akan tertutup untuk pria lain karena hal itu.

Dering telpon membuyarkan konsentrasiku. Sebuah nomor baru muncul di layar smartphone berwarna metalik. Aku mengenali suara pria tersebut, dia adalah orang yang meminta nomorku sewaktu di resepsi Rinjani. Dengan sopan dia memperkenalkan diri dan menawariku bergabung dengan grup campursari miliknya. Tanpa pikir panjang, aku mengiyakan tawarannya. Lebih baik aku menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif daripada galau memikirkan Mas Bayu. Sembari mendengarkan dia bicara di seberang sana, aku menyusun jadwal di balik buku yang kubawa.

“Saya kosong hari Kamis sampai Minggu, Mas,” jawabku ketika dia menanyakan jadwal kuliahku.

“Baiklah, kapan-kapan kamu main ke sanggar ya, nanti saya kirim alamatnya via WA,” balas pria bernama Adipati itu.

“Baik, Mas.” Perbincangan kami terputus. Aku menyeret Citra, dia tampak protes. Tapi, aku tidak punya peralatan untuk tampil hari Jumat ini. Dengan terpaksa aku harus membiarkan tabunganku jebol.

Citra membantuku memilih dua kebaya dan juga sanggul yang cocok kukenakan. Malam harinya, aku dan Citra sibuk membuka tutorial di youtube dan mencoba dengan alat rias yang sudah ada. Aku harus membiasakan diri untuk make over diri sendiri. Ternyata menyanggul rambut cukup sulit, tapi aku berusaha mencobanya. Tawa riang Citra menghiasi kamarku ketika aku mengakhiri percobaan dengan mengenakan kebaya yang tadi sore kubeli. Citra tampak antusias mengambil gambarku. Dengan semangat dia menyebarkan foto-fotoku di grup kelasku. Sontak kegemparan terjadi di grup whatsapp tersebut. Citra hanya nyengir kuda ketika aku protes. Tapi, aku tak akan marah padanya. Dia sudah banyak membantuku.  

Lihat selengkapnya