Malam itu, kemenangan berada di pihak Kyy, namun ia tidak pernah benar-benar merasa puas. Suara kemenangan pasukannya menggema di seluruh medan perang, tetapi pikiran Kyy sudah tertuju pada musuh yang belum terlihat: Jenderal Nara. Di balik senyuman dingin yang selalu ia tampilkan, Nara adalah musuh yang licik, jauh lebih berbahaya daripada sekadar seorang tiran brutal.
Keesokan paginya, Kyy memimpin pasukannya menuju kamp mereka di dataran tinggi. Sepanjang perjalanan, ia terus merenungkan langkah berikutnya. Nara bukan tipe musuh yang akan menyerah begitu saja. Kemenangan malam itu hanyalah permulaan. Bagi Kyy, pertempuran sesungguhnya baru akan dimulai.
Di tenda utamanya, Kyy duduk di atas kursi kayu sederhana sambil memandangi peta besar yang terbentang di meja. Di sebelahnya, Letnan Rana berdiri, menunggu instruksi.
“Apa rencanamu, Jenderal?” tanya Rana, suaranya penuh rasa ingin tahu.
“Pengejaran,” jawab Kyy dengan tenang, tanpa mengalihkan pandangan dari peta. “Nara akan bergerak cepat setelah kekalahan ini. Dia tidak akan mundur sejauh yang kita harapkan, tapi dia juga tidak akan bertahan di tempat yang sama.”
Kyy menyentuh sebuah titik di peta, sebuah kota kecil di perbatasan selatan yang dikenal sebagai Tebas. “Dia akan menuju Tebas. Itu adalah satu-satunya titik strategis yang tersisa baginya untuk mempertahankan pasukannya sebelum kita mencapai jantung wilayahnya.”
“Tebas? Tapi kota itu sudah dihancurkan bertahun-tahun lalu, penduduknya tercerai-berai,” protes Rana. “Apa gunanya baginya?”
“Karena kehancurannya,” jawab Kyy dengan tenang. “Kota itu memiliki reruntuhan yang ideal untuk bertahan dan menyembunyikan pasukan besar. Ini bukan soal kota itu sendiri, melainkan lokasinya. Dari Tebas, dia bisa mengendalikan jalur utama perdagangan dan suplai menuju selatan.”
Rana terdiam sejenak, kagum dengan betapa tajamnya pemikiran Kyy. Ia tahu jenderal mereka memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke depan, membaca pola dan pergerakan musuh seperti membuka lembaran buku. “Lalu apa langkah kita?”
“Kita akan mendahului Nara. Dia mungkin mengira kita akan butuh waktu untuk bersiap setelah pertempuran ini, tapi kita akan bergerak lebih cepat daripada yang dia perkirakan,” jawab Kyy sambil berdiri, menatap Rana dengan tatapan tegas. “Kumpulkan pasukan. Kita berangkat sebelum matahari terbenam.”