Setelah kemenangan besar di Gerbang Utara, nama Kyy semakin disegani di seluruh penjuru dunia. Kemenangan demi kemenangan yang ia raih menjadikannya seorang jenderal legendaris yang tak hanya dihormati oleh sekutu, tetapi juga ditakuti oleh musuh-musuhnya. Namun, di balik setiap kemenangan, ambisi Kyy terus tumbuh. Ia tidak puas hanya dengan mempertahankan wilayahnya—ia menginginkan lebih. Dan kini, pandangannya tertuju pada kekaisaran terbesar di dunia: Roma.
Roma adalah simbol kekuatan militer dan kemegahan politik. Kekaisaran yang membentang luas dari timur hingga barat, dengan pasukan yang tak tertandingi, kekayaan yang melimpah, dan pemimpin-pemimpin yang dikenal kejam dalam mempertahankan kekuasaannya. Tak ada yang berani menantang Roma secara langsung kecuali Kyy.
**
Di sebuah tenda besar, Kyy berdiri di hadapan peta dunia yang terbentang lebar di meja. Wilayah-wilayah yang telah ia kuasai telah ditandai, namun fokusnya kini tertuju pada satu titik besar di tengah peta: Roma. Di sekelilingnya, para komandan berdiri dalam kebisuan, menunggu perintah dari jenderal mereka.
“Kekaisaran Roma,” kata Kyy dengan suara tenang namun tegas. “Mereka adalah kerajaan terbesar di dunia ini. Pasukan mereka kuat, wilayah mereka luas. Tapi mereka juga terlena dengan kekuatan mereka sendiri. Inilah saatnya kita menyerang.”
Letnan Rana, yang berdiri paling dekat, mengerutkan dahi. “Roma? Jenderal, mereka bukan musuh sembarangan. Pasukan mereka terkenal tak terkalahkan, dan wilayah mereka sulit ditembus. Bahkan kita pun akan kesulitan melawan mereka.”
Kyy mengangguk pelan. “Aku tahu. Tapi ada satu hal yang sering dilupakan oleh kerajaan-kerajaan besar seperti Roma. Semakin besar kekuasaan mereka, semakin rapuh mereka terhadap serangan dari dalam.”
Para komandan saling berpandangan, belum sepenuhnya memahami rencana Kyy.
“Roma mungkin kuat secara militer,” lanjut Kyy, “tapi mereka juga penuh dengan ketegangan internal. Faksi-faksi politik yang saling berebut kekuasaan, korupsi di kalangan pejabat, dan pemberontakan di daerah-daerah pinggiran. Mereka sudah terlalu lama menikmati kejayaan, sehingga mereka melupakan ancaman dari luar.”
Kyy berjalan mengelilingi meja, menunjuk ke beberapa titik di peta wilayah Roma. “Rencana kita bukan menyerang langsung. Itu bunuh diri. Sebaliknya, kita akan melemahkan mereka dari dalam. Kita akan menyusup ke jantung kekuasaan Roma, memanfaatkan perpecahan politik mereka, dan ketika mereka sedang terpecah belah, kita akan menyerang dengan kekuatan penuh.”