Bandung
07:35
-Ayyara Yuan Nisaka-
Ku rasakan tangan Mada menyentuh keningku. Ku lihat Mada yang tersenyum lalu mengusap rambutku perlahan. Perasaan ku tidak sedang baik sekarang, ditambah rasa sakit di perutku ini membuatku semakin tak bersemangat.
“Bangun dulu yah. Saya beli bubur, di makan dulu.” Mada membantu ku duduk di atas kasur.
“Aku gak lagi mau makan.” Ucapku.
“Dikiiit aja, yah. Saya suapin.” Bujuk Mada sambil menyendokan bubur dan menyuapi ku, mau tak mau aku memakannya Karena Mada yang terus membujukku.
Lima sendok bubur kini berhasil masuk kedalam perutku walau rasanya sangat mual. Mada lalu memberiku segelas air putih dan mengambil beberapa obat yang ia keluarkan dari kantong keresek. Apa mungkin dia membeli obat untuk ku?
“Kamu ada masalah pencernaan gak?” Tanyanya.
“Kenapa memang nya?”
“Ini saya beli obat pereda nyeri. Kalau kamu ada masalah pencernaan, minum obatnya yang ini, yang gak ada kandungan ibuprofen nya.” Mada menyodorkan obat-obat itu.
“Harusnya gak usah beli obat, sayang. Besok juga sembuh kok.” Aku menurunkan bahu ku. “Tapi makasih ya.” Aku meminum satu tablet obat yang di beli kan Mada.
“Nah, sekarang kamu tidur.” Mada menyuruh ku untuk tidur menyamping membelakanginya. Setelah beberapa detik aku mulai memejamkan mataku, kurasakan pijatan di punggungku. Mata ku membulat seempurna. Dulu, saat masih ada ibu, dia yang akan mengusap dan memijat punggungku ketika dalam kondisi seperti ini.
Aku hanya diam, merasakan setiap usapan Mada mengingatkan ku pada mama. Mataku berembun, hatiku menghangat karena semua yang Mada lakukan. Ku gunakan tangan ku sebagai bantal tambahan sambil menyembunyikan air mataku yang mulai turun meninggalkan titik basah pada bantal.
“Mas Arga yang kasih tahu?” Tanya ku tanpa mengubah posisi.
“Katanya, dulu kamu sering nangis kalau lagi sakit. Terus mas Arga ledekin kamu karena cengeng dan manja sama ibu. Sekarang, tugas itu jadi tugas saya juga. Kamu tahu? Hati saya sakit lihat kamu begini, tiba-tiba saya benci diri saya karena gak bisa lakuin sesuatu.” Ku dengar satu helaan nafas Mada. Lalu dengan perlahan aku membalikkan tubuh ku agar bisa melihat wajahnya.
Ku telusuri sisi wajahnya menggunakan tangan kanan ku, lalu berhenti dengan menaruh telapak tanganku di sisi kepalanya, ku usap lembut rambut pendeknya hingga membus;at Mada terpejam sejenak. “Happy birthday to you.” Ku ucapkan dengan nada yang sedikit berbisik, lalu dengan cepat ku tenggelamkan wajahku didadanya sambil melingkarkan tangan di pinggang Mada.
Memang tidak ada, atau belum tumbuhnya perasaan cinta diantara kami, tapi perlahan aku menanamnya, akan ku biarkan dia tumbuh diantara kami yang ku sirami dengan rasa percaya, dan rasa nyaman. Ingin kurasakan cinta itu perlahan tumbuh. Aku menyayanginya, sangat.
*-*
Satu minggu berlalu dengan hari-hari yang berjalan sendirinya, aku mengikuti alurnya dan aku menyukai semua hal itu. Aku menyukai bangun pagi, menyiapkan sarapan dan pakaian suamiku, lalu melihatnya pergi bekerja dan pulang dengan aku yang menungguinya di gajebo sambil menatap riak air kolam renang yang mulai membaur dengan senja.
“Saya besok gak kerja.” Ucap Mada ketika melepas dasi nya.
“Kok gak kerja?”
“Mau liburan sama kamu.” Mada membalikan tubuhnya lalu berjalan kearahku dengan senyuman. “Anggap saja hadiah pernikahan dari saya.”
Aku tertawa mendengarnya. “Mau kemana memangnya?”
“Besok juga tahu. Sekarang kamu siap-siap, bawa apa aja yang mau dibawa. Tapi jangan banyak-banyak.” Mada memperingatiku dengan nada bercandanya.
“Ya harus tahu dulu dong mau kemana. Biar barang bawaannya sesuai situasi dan kondisi.” Aku mengerucutkan bibirku, gemas juga dengan tingkah suami ku ini.
“Yang jelas, kamu harus bawa bajunya tebel-tebel, terus panjang-panjang.” Kini Mada mencubit hidungku, lalu pergi menuju kamar mandi dan meninggalkan aku yang kebingungan.
Ku keluarkan satu koper dan bebeerapa kaos lengan panjang sesuai titah Mada. Ku keluarkkan juga beberapa jaket, Celana, dan syal. Setelah siap dengan koper ku, aku keluarkan satu koper lagi untuk pakaian suami ku. Ku dengar suara pintu kamar mandi yang terbuka menampilkan Mada yang keluar hanya mengenakan handuk. Seketika pipiku memanas, lalu dengan cepat ku alihkan pandangan ku kesegala arah.
Melihat dadadan perut rata Mada sepertinya akan membuatku jantungan, dan akan ku catatat baik-baiik bahwa itu akan mengganggu kesehatan jantung ku.